Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Korespondensi dengan Surat dan Kartu Pos serta Telegram yang Kini Tinggal Kenangan

15 Maret 2024   10:08 Diperbarui: 15 Maret 2024   10:20 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi -- Telegaram Indah (Sumber: batamclick.com)

Apakah Internet menghilangkan kegemaran surat-menyurat, dikenal sebagai korespondensi, dengan surat, warkat pos (lembar kertas sebagai surat pos yang sudah ada lem, bahkan dengan pranko tercetak, yang bisa dilipat), kartu pos dan telegram?

Di Indonesia jawabannya YA, tapi di banyak negara jawabannnya TIDAK.

Bahkan, di negara-negara dengan densitas telepon rumah (fixed phone) yang tinggi dan pemilikan telepon seluler (Ponsel) yang juga tinggi hobi atau kebiasaan berkirim surat dan kartu pos tetap tinggi.

Apa yang salah dengan Indonesia?

Tentu saja tingkat literasi yang rendah karena kebiasaan bertutur yang lebih kental. Lihat saja kalau seseorang menerima atau menelepon pembicaraan berputar-putar padahal topik yang dibicarakan masalah sepele.

(Alm) Gus Dur (Presiden ke-4 RI) biarpun tertidur di acara diskusi atau semacamnya beliau bisa menjawab pertanyaan karena seperti dia katakan pembicaraan hanya berputar-putar pada topik.

Laporan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development - Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) yang dikutip DW, 29/2/2024,  menunjukkan kemampuan anak-anak di Indonesia berumur 15 tahun di bidang membaca, matematika dan pengetahuan ilmiah berada di peringkat ke-74 dari 79 negara yang ikut dalam penilaian.

Sementara itu, laporan PISA (Programme for International Student Assessment - Program Penilaian Pelajar Internasional) juga menunjukkan kemampuan literasi di kalangan pelajar Indonesia tahun 2022 ada di angka 384, sedangkan laporan terbaru menunjukkan di angka 371 yang berada di peringkat ke-74 dari 79 negara.

Ilustrasi -- Warkat Pos (Sumber: masterphila.com)
Ilustrasi -- Warkat Pos (Sumber: masterphila.com)

Di masa sekolah pada tahun 1960-an sampai awal 1970-an dari kampung korespondensi dengan surat dan kartu pos jadi penghubung ke penyiar di Radio Australia dan VOA (Amerika), seperti pertanyaan yang dijawab melalui siaran radio.

Celakanya, masa itu ada organisasi yang menuding warga sebagai antek-antek Amerika jika mendengar siaran radio luar negeri. Soalnya, ketika ini petinggi negeri ini menghujat Amerika tapi merangkul negara-negara sosialis, ateis dan komunis.

Korespendensi dengan seorang serdadu angkatan darat Singapura, misalnya, jadi cara untuk saling tukar perangko. Pertemanan juga dijalin melalui korespendensi di beberapa kota di Indonesia dan luar negeri.

Berbagai kabar disampaikan melalui surat, kartu pos dan telegram (misalnya, untuk kabar penting, seperti kelahiran, sakit dan kematian) tapi bisa juga untuk kabar lain. Selain itu, ada juga telegram untuk ucapan selamat Lebaran yang dikenal sebagai Telegram Indah.

Ilustrasi -- Kartu Pos (Sumber: tokopedia.com)
Ilustrasi -- Kartu Pos (Sumber: tokopedia.com)

Korespendensi kini sudah beralih ke e-mail, SMS dan WhatsApp yang membuat surat-menyurat berada di titik nadir.

Padahal, korespondensi bisa jadi salah satu upaya untuk meningkatkan literasi. Tentu saja PT Pos Indonesia sejatinya memegang kendali untuk mendorong warga (kembali) menulis surat yang dikirim melalui pos.

Itu artinya surat dengan perangko yang menjadi objek filateli bagi filatelis (kolektor benda-benda pos).

Jangankan sekarang dulu pun sangat sulit untuk berkirim surat karena harus beli perangko dan memasukkan surat ke kantor pos.

Kalau saja PT Pos Indonesia menyediakan warkat pos dalam negeri dan luar negeri serta kartu pos dengan perangko tercetak tentulah jauh lebih mudah berkirim surat.

Duduk sambil ngopi menunggu keberangkatan bus, kereta api (KA) atau pesawat bisa menulis pesan di warkat pos atau kartu pos. Juga perlu disediakan bis surat agar lebih mudah.

Di masa mudik Lebaran atau Nataru (Natal dan Tahun Baru) ketersediaan warkat pos dan kartu pos dengan perangko tercetak sangat membantu warga yang ingin mengirim kabar kepada keluarga, teman, kerabat, sahahat, rekan dan lain-lain.

Selain itu cap pos juga dengan nama terminal, stasiun atau Bandara sehingga jadi bukti bahwa kartu pos dan surat tersebut memang dikirim dari tempat tersebut.

Bagi kalangan filatelis juga warkat pos dan kartu pos dengan cap pos khusus itu jadi jauh lebih berharga daripada hanya cap pos dengan nama kota. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun