Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

LGBT Jadi Kambing Hitam Kasus HIV/AIDS di Riau

25 Juni 2023   14:36 Diperbarui: 26 Juni 2023   20:54 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena sosial menyimpang di tengah masyarakat seperti Lesbian Gay Biseksual Transgender (LGBT) merupakan satu di antara faktor menjadi penyebab dari penyakit HIV/AIDS. ini lead berita "Cegah LGBT dan Penularan HIV/AIDS, Wagub Riau Gandeng MUI" di infopublik.id (23/6-2023).

Lead berita ini ngawur bin ngaco yang dalam jurnalistik disebut misleading (menyesatkan).

Pertama, HIV/AIDS bukan penyakit. HIV adalah virus, sedangkan AIDS adalah kondisi orang-orang yang tertular HIV pada rentang waktu tertentu jika tidak menjalani terapi obat antiretroviral (ART).

Kedua, fenomena atau gejala sosial tidak menyimpang. Lagi pula menyimpang adalah bahasa moral yang subjektif.

Ketiga, LGBT adalah orientasi seksual, kecuali transgender yang merupakan identitas gender. Orientasi seksual ini ada di alam pikiran, sema saja dengan kalangan heteroseksual (secara seksual tertarik dengan lawan jenis).

Baca juga: LGBT Sebagai Orientasi Seksual Ada di Alam Pikiran

Bagaimana caranya orientasi seksual yang hanya ada di alam pikirkan bisa menularkan HIV/AIDS?

HIV/AIDS adalah fakta medis yang penularannya bisa diketahui dengan teknologi kedokteran. Sedangkan LGBT ada di alam pikiran.

Dalam berita disebutkan: Maraknya isu tersebut di Provinsi Riau, membuat Wakil Gubernur Riau (Wagubri), Edy Natar Nasution mengajak setiap unsur harus tegas memeranginya.

LGBT ada di alam pikiran, lalu bagaimana caranya memerangi alam pikiran seseorang? Ini jelas salah nalar karena yang diperangi adalah hal yang abstrak.

Lagi pula, Wagub Riau ini rupanya tidak membaca data kasus kumulatif HIV/AIDS di wilayahnya dan di Indonesia.

Laporan sihakemkes (Kemenkes RI) menunjukkan dari tahun 1987 -- September 2022:

Persentase HIV ditemukan berdasarkan transmisi yaitu:

  • heteroseksual 28,6%
  • homoseksual 19,0%
  • penyalahguna Narkoba dengan jarum suntik bergantian 3,6%  

Faktor risiko penularan HIV/AIDS:

  • heteroseksual 69,1%
  • homoseksual 10,1%
  • jarum suntik pada penyalahguna Narkoba 9%
  • dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya 2,7%
  • biseksual 1%

Transmisi dan faktor risiko secara nasional ini juga menggambarkan kondisi di daerah yaitu paling banyak terjadi pada kalangan heteroseksual.

Itu artinya Wagub Riau tidak membaca fakta berupa data terkait dengan transmisi dan faktor risiko penularan HIV/AIDS di Indonesia.

Dalam berita disebutkan dari 3.809 kasus kumulatif HIV/AIDS di Riau, 521 di antaranya terdeteksi pada ibu rumah tangga (13,68%). Nah, ini menunjukkan ada 521 laki-laki non-LGBT, dalam hal ini heteroseksual, yang jadi penular HIV/AIDS yaitu para suami kepada 521 ibu rumah tangga tersebut.

Sayangnya, Wagub Riau tidak melihat fakta ini sebagai bagian dari epidemi HIV/AIDS di Riau. Secara empiris yang menyebarkan HIV/AIDS melalui hubungan seksual tanpa kondon di dalam dan di luar nikah justru laki-laki heteroseksual atau non-LGBT. Ini fakta!

Tapi, yang terjadi justru pengaitan (penularan atau penyebaran) HIV/AIDS melalui LGBT. Namun, perlu diingat hal ini jelas tidak akurat, karena:

Lesbian (perempuan yang secara seksual tertarik dengan perempuan): Secara seksual tidak terjadi seks penetrasi sehingga seks pada lesbian bukan faktor risiko penularan HIV/AIDS. Sampai sekarang belum ada laporan kasus penularan HIV/AIDS dengan faktor risiko lesbian.

Baca juga: Kaitkan Lesbian Langsung dengan Penyebaran HIV/AIDS Adalah Hoax

Gay (laki-laki yang secara seksual tertarik dengan laki-laki): HIV/AIDS pada gay ada di terminal terakhir karena gay tidak mempunyai istri sehingga penyebaran hanya terjadi pada komunitas gay.

Biseksual (laki-laki atau perempuan yang secara seksual tertarik dengan sejenis): biseksual jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS, terutama laki-laki biseksual, kepada istri atau pasangan seks lainnya. Di rumah mereka heteroseksual, tapi di luar rumah bisa jadi berperan sebagai homoseksual.

Transgender (ini dikenal sebagai Waria): Sebuah studi di Surabaya, Jatim, pada awal tahun 1990-an menunjukkan mayoritas pelanggan waria adalah laki-laki beristri.

Celakanya, ketika melakukan hubungan seksual dengan Waria para laki-laki beristri itu justru jadi 'perempuan' (dianal), sedangkan Waria jadi 'laki-laki' (menganal). Maka, risiko tertular HIV/AIDS pada laki-laki yang dianal lebih besar daripada yang menganal (Waria).

Di bagian lain disebutkan: Diungkapkan, salah satu faktor yang menyebabkan HIV/AIDS ini adalah LGBT.

Pernyataan ini tidak akurat karena data Kemenkes RI menunjukkan:

Transmisi HIV/AIDS melalui heteroseksual sebesar 28,6%, bandingkan dengan homoseksual 19,0%.

Dari aspek faktor risiko heteroseksual 69,1%, sedangkan homoseksual 10,1%.

LGBT (kecuali transgender) hanya ada di alam pikiran, maka yang jadi persoalan adalah kalau mereka melakukan hubungan seksual dengan pola LGBT karena itu melawan norma, moral, agama dan hukum.

Tapi, tunggu dulu!

Pasangan suami-istri sebagai heterosekual juga tidak sedikit yang melakukan perilaku seksual LGBT, seperti seks oral dan seks anal serta posisi "69". Perilaku pasangan suami-istri ini juga jelas melawan norma, moral, agama dan hukum, tapi tidak pernah dibicarakan secara terbuka.

Di bagian lain Wagub Riau mengatakan: "Yakinlah anak-anak kita ini menjadi ancaman, cucu-cucu kita nanti menjadi ancaman kalau kita tidak memiliki kepedulian, dan apabila tidak ditangani nanti suatu saat kehancuran itu akan datang."

Yang jadi persoalan besar adalah pasangan suami-istri sebagai non-LGBT yang mengidap HIV/AIDS akan melahirkan generasi dengan HIV/AIDS yang kelak jadi beban negara yang akhirnya menghancurkan bangsa dan negara ini.

Jika 521 ibu rumah tangga yang mengidap HIV/AIDS itu tidak menjalani program pencegahan HIV/AIDS dari-ibu-ke-bayi yang dikandungnya, maka bisa dibayangkan jumlah bayi yang lahir dengan risiko tertular HIV/AIDS.

Jumlah ibu rumah tangga sebanyak 521 itu hanya yang terdeteksi, sementara di masyarakat masih ada ibu rumah tangga pengidap HIV/AIDS yang tertular dari suaminya tapi tidak terdeteksi.

Pertanyaan yang sangat mendasar untuk Wagub Riau adalah: Apakah suami 521 ibu rumah tangga yang mengidap HIV/AIDS itu menjalani tes HIV sesuai dengan standar prosedur operasi tes HIV yang baku?

Kalau jawabannya TIDAK, maka bencana yang jauh lebih besar mengancam kehidupan masyarakat Riau karena para suami itu jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. *

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun