Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dinkes Cianjur Abaikan Perilaku Seksual Suami Penular HIV/AIDS

23 Desember 2019   23:16 Diperbarui: 23 Desember 2019   23:34 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: downtoearth.org.in)

Dinkes (Cianjur, Jawa Barat-pen.) Imbau IRT (Ibu Rumah Tangga-pen.) Rutin Melakukan Tes VCT Deteksi HIV. Ini judul berita di Antara, 23 Desember 2019. Dari judul berita ini saja ada beberapa hal yang tidak mencerahkan, yaitu:

Pertama, bukan tes VCT tapi tes HIV. VCT adalah sistem atau cara melakukan tes HIV yaitu secara sukarela dengan konseling sebelum dan sesudah tes.

Kedua, yang perlu rutin tes HIV adalah laki-laki yang perilaku seksualnya berisiko tinggi tertular HIV, al. sering melakukan hubungan seksual tanpa memakai kondom dengan perempuan yang berganti-ganti (di dalam atau di luar nikah) dan dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK) langsung atau PSK tidak langsung.

PSK dikenal dua tipe, yaitu:

(1). PSK langsung adalah PSK yang kasat mata yaitu PSK yang ada di lokasi atau lokalisasi pelacuran atau di jalanan, dan

(2), PSK tidak langsung adalah PSK yang tidak kasat mata yaitu PSK yang menyaru sebagai cewek pemijat, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, anak sekolah, ayam kampus, cewek gratifikasi seks (sebagai imbalan untuk rekan bisnis atau pemegang kekuasaan), PSK high class, cewek online, PSK online, dll.

Ketiga, dengan menyasar IRT untuk tes rutin sudah menyuburkan stigma (cap buruk) terhadap perempuan karena dikesankan perilaku mereka berisiko tertular HIV.

Keempat, judul berita ini tidak sensitif gender karena memojokkan IRT (baca: perempuan).

Disebutkan alasan mengimbau IRT agar tes HIV rutin adalah " .... karena dari 168 Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) baru sepanjang tahun 2019, 40 persen diantaranya ibu rumah tangga."

Yang jadi persoalan besar di sini adalah suami dari 67 IRT itu tidak menjalani tes HIV sehingga mereka jadi mata rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam atau di luar nikah. Ini yang luput dari perhatian Dinkes Cianjur, Jawa Barat.

Laporan kasus HIV/AIDS di Cianjur disebutkan dari tahun 2005 sampai 2016 tercatat ada 655, tahun 2017 tercatat ada 168, tahun 2018 dengan total 124 (elshinta.com, 15/9-2019). Maka, dari tahun 2005-2018 ada 947 kasus HIV/AIDS. Sedangkan tahun 2019 dilaporkan 128 kasus. Sehingga kumulatif kasus HIV/AIDS di Cianjur 1.075.

Dikatakan oleh Pengelola Program HIV/AIDS Dinkes Cianjur, Cicih Kurniasih: "Selama ini karena tidak memeriksakan diri sejak dini membuat kaum hawa dengan mudah tertular. Sehingga kami mengimbau ibu rumah tangga secara rutin memeriksakan diri dan melakukan tes VCT."

Pernyataan di atas benar-benar tidak masuk akal. IRT tertular HIV/AIDS bukan karena tidak memeriksakan diri, tapi karena perilaku seksual suami mereka yang berisiko tinggi tertular HIV/AIDS sehingga ketika suami mereka tertular HIV/AIDS ada risiko penularan HIV/AIDS ke IRT melalui hubungan seksual. Ini terjadi karena suami-suami itu tidak menyadari diri mereka tertular HIV/AIDS karena tidak ada tanda-tanda, ciri-ciri atau gejala-gejala khas AIDS pada fisik dan keluhan kesehatan.

Kalau saja Cicih dan wartawan yang menulis berita ini memahami epidemi HIV/AIDS dengan baik, maka berita ini justru diarahkan untuk menyasar suami-suami yang perilaku seksualnya berisiko tinggi tertular HIV/AIDS.

Yang dianjurkan tes HIV rutin adalah suami-suami yang perilaku seksualnya berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, bukan ibu-ibu rumah tangga.

Dibagian lain ada pernyataan Sekretaris Komisi Perlindungan AIDS (KPA) Cianjur, Hilman, yang menilai risiko penularan HIV/AIDS pada pasangan suami istri dapat diminimalisir pada tahun 2020 dengan cara setiap calon pengantin diwajibkan melakukan tes VCT sebelum menikah.

Tes HIV terhadap calon pengantin bukan vaksin. Biar pun hasil tes HIV pada calon pengantin negatif itu tidak jaminan selama hidup dalam ikatan nikah suami akan tetap HIV-negatif. Soalnya, bisa saja suami melakukan perilaku seksual berisiko tertular HIV.

Baik Cicih maupun Hilman sama sekali tidak menyinggung perilaku sebagian laki-laki yang gemar membeli seks kepada PSK. Atau mereka ini menganggap di wilayah Kabupaten Cianjur tidak ada lagi pelacuran karena tidak ada lokasi atau lokalisasi pelacuran.

Secara de jure tidak ada lagi lokalisasi pelacuran yang dibina Dinas Sosial, tapi secara de facto tidak bisa dipungkiri transaksi seks dalam bentuk pelacuran terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu dengan berbagai modus, termasuk prostitusi online.

Selama Pemkab Cianjur tidak punya program riil untuk memaksa laki-laki dewasa memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK, maka selama itu pula insiden infeksi HIV baru terjadi pada laki-laki.

Selanjutnya laki-laki yang tertular HIV/AIDS akan menularkan HIV/AIDS ke istrinya. Jika istrinya tertular HIV/AIDS, maka ada pula risiko penularan HIV/AIDS ke janin yang dikandung istrinya kelak terutama pada saat persalinan dan menyusui dengan air susu ibu (ASI).

Penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam atau di luar nikah, terjadi secara diam-diam karena warga Cianjur pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi tidak menyadari dirinya mengidap HIV/AIDS. Ini akan bermuara pada 'ledakan AIDS'. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun