Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

AIDS di Jawa Barat, Penanggulangan Hanya Andalkan Sosialisasi dan Kampanye

8 Juli 2019   09:11 Diperbarui: 8 Juli 2019   09:23 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam berita tidak ada penjelasan faktor risiko utama penularan HIV/AIDS terhadap hampir 50.000 warga Jabar. Jika faktor risiko utama adalah hubungan seksual yang berisiko pada hertoseksual, yaitu hubungan seksual tanpa kondom dengan seseorang yang sering ganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks komersial (PSK), maka yang diperlukan adalah intervensi untuk menjalankan program kepatuhan memakai kondom bagi laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK.

Dok Pribadi
Dok Pribadi
Persoalan besar adalah praktek transaksi seks yang melibatkan PSK langsung dan PSK tidak langsung terjadi di sembarang tempat dan sembarang waktu sehingga tidak bisa dilakukan intervensi.

PSK sendiri dikenal ada dua jenis, yaitu:

(a). PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata, seperti yang mangkal di tempat pelacuran atau mejeng di tempat-tempat umum, dan

Mitos Bukan PSK

(b). PSK tidak langsung yaitu PSK yang tidak kasat mata. Mereka ini 'menyamar' sebagai anak sekolah, mahasiswi, cewek pemijat, cewek pemandu lagu, ibu-ibu, dll. Dalam prakteknya mereka ini sama dengan PSK langsung sehingga berisiko tertular HIV/AIDS.

[Baca juga: Tertular HIV karena Termakan Mitos "Cewek Bukan PSK"]

Sebesar apa pun anggaran tidak akan berguna untuk melakukan intervensi terhadap laki-laki yang melakukan hubungan seksual berisiko (tidak memakai kondom) dengan PSK langsung dan PSK tidak langsung karena mereka tidak bisa dijangkau (Lihat Gambar).

Dok Pribadi
Dok Pribadi
Sedangkan diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap Odha (Orang dengan HIV/AIDS) justru terjadi di hilir yaitu terhadap warga yang sudah menjalani tes HIV dengan hasil positif. Yang diperlukan adalah penanggulangan di hulu agar ada penurunan jumlah warga yang tertular HIV.

[Baca juga: Hari AIDS Sedunia 1 Desember 2015: Insiden Penularan HIV Baru Terus-menerus Terjadi]

Orang-orang yang terdeteksi HIV-positif tidak ototmatis memerlukan obat, seperti obat antiretroviral (ARV). Odha baru minum obat ARV jika hasil tes CD4 di bawah 350. Sedangkan obat untuk penyakit-penyakit infeksi oportunistik, seperti diare, ruam, TB, dll. tersedia secara luas di puskesmas dan rumah sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun