Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

PN Denpasar Patahkan Supremasi Kulit Putih

6 Februari 2019   17:52 Diperbarui: 6 Februari 2019   18:09 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: peacesupplies.org)

*Vonis terhadap WN Inggris penampar petuas Imigrasi naikkan martabat Bangsa Indonesia di mata dunia

Perempuan Inggris penampar petugas imigrasi divonis penjara di Bali. Ini judul berita "BBC News Indonesia" (6/2-2019). Ini lompatan besar karena selama ini kalangan 'kulit putih' atau 'bule' ditempatkan sebagai 'tamu terhormat', terutama di sektor pariwisata, terutama di Bali. Sedangkan di Batam perlakuan yang berlebihan diberikan kepada tamu WN Singapura dan Malaysia.

Supremacism adalah cara menempatkan satu ras tertentu, dalam hal ini 'kulit putih', terutama Eropa Barat, Australia dan Amerika, sebagai orang yang lebih unggul dari bangsa Indonesia sehingga berhak memperoleh perlakuan khusus walaupun pada posisi dan porsi yang sama dengan bangsa lain, dalam hal ini Indonesia. Dalam KBBI yang ada adalah supremasi yang disebut sebagai "kekuasaan tertinggi (teratas)".

Perlakuan khusus kepada 'bule' sangat kental dalam pelayanan di sebagian besar sarana pariwisata di Bali.

"Morning, Sir." Itulah sapaan karyawan di restoran sebuah hotel berbintang empat di Sanur, Denpasar, Bali, sambil membungkukkan badan menyilakan dengan dua tangan. Karyawan cewek tadi mengikut pasangan bule yang hanya memakai celana pendek dan kaos kutang serta sandal jepit itu ke meja yang dituju pasangan bule itu.

Ketika saya yang memakai sepatu, celana panjang dan kemeja yang dimasukkan karyawan di pintu restoran tadi menyapa pun tidak. Bahkan buang muka. Hanya petugas di meja yang bertanya: "Dari kamar berapa, Pak." Nadanya pun seperti interogasi.

Hanya itu. Selebihnya? Self service. Sedangkan pasangan bule tadi langsung ditawari minuman sambil memberikan senyuman dan 'keramahan' sambil membawa dua teko berupa pilihan kopi dan teh.

Padahal, saya adalah tamu yang menginap beberapa malam di hotel itu karena ada pelatihan yang juga dilangsungkan di salah satu ruang meeting hotel tsb. Ironis.

Yang wajar-wajar sajalah. Toh pembayaran sama. Kecuali bule itu bayar berlipat ganda, tapi itu pun tidak dikenal di pelayan secara umum kecuali room services dan dari kamar suite.

"Bang, kita jangan bikin pelatihan Jumat sampai Minggu, ya." Inilah permintaan teman dari sebuah LSM di Batam, Kepri. Rupanya, pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu semua kegiatan yang berkaitan dengan pariwisata di Batam hanya melayani tamu-tamu dari Singapura dan Malaysia. Bahkan, dulu mereka hanya mau menerima ringgit dan dolar Singapura.

Auj-e Taqaddas (tengah). (Sumber: BBC News Indonesia/ DETIK.COM/ADIT)
Auj-e Taqaddas (tengah). (Sumber: BBC News Indonesia/ DETIK.COM/ADIT)
Maka, ketika Esthar Oktavi, ketua majelis hakim yang mengadili terdakwa di PN Denpasar, memvonis Auj-e Taqaddas, 43, seorang perempuan WN Inggris, yang menampar seorang petugas Imigrasi dengan kurungan penjara enam bulan merupakan titik balik dari supremacism yang selama ini jadi bagian dari kehidupan di Bali. Sedangkan jaksa penuntut umum (JPU) I Nyoman Triarta Kurniawan menutut Taqaddas dengan pasal 212 KUHP dengan pidana satu tahun penjara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun