Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Tampang Boyolali" Bisa Dianggap Cemoohan Berbau Marginal

4 November 2018   16:28 Diperbarui: 4 November 2018   16:27 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Spanduk pada aksi unjuk rasa warga Boyolali (4/11) yang menentang pernyataan Prabowo tentang 'tampang Boyolali' (Sumber: Ragil Ajiyanto/detikcom)

" ... Saya juga bingung, kalau saya bercanda dipersoalkan. Kalau saya begini dipersoalkan, begitu dipersoalkan." Ini pernyataan Capres No Urut 2 Prabowo Subianto seperti dikutip kompas.com, 4/11-2018.

Soal canda ini merebak ketika Prabowo pidato pada peresmian Posko Badan Pemenangan Prabowo-Sandi Kabupaten Boyolali, Jawa Tenngah (30/10-2018). Ketika itu Prabowo mengatakan: "Kalian kalau masuk, mungkin kalian diusir. Tampang kalian tidak tampang orang kaya, tampang-tampang kalian ya tampang orang Boyolali ini. Betul?" kata Prabowo kepada para pendukungnya (detiknews, 4/11-2018).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan canda adalah kelakar; senda gurau; seloroh. Yaitu perkataan yang bersifat lucu untuk membuat orang tertawa (gembira). Disebut juga lawak, olok-olok, seloroh dan senda gurau yang menggelikan hati dan membuat yang mendengarnya tertawa.

Masalahnya adalah objek yang dijadikan candaan. Jika menyangkut pribadi yang bersifat privasi tentulah bukan objek untuk bahan kelakar. Misalnya, sifat-sifat pribadi dan kondisi fisik atau disablitas. Orang tua dan keluarga pun tidak pantas jadi bahan candaan. Tentu saja yang paling penting adalah soal suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).

Ketika canda sudah menyerang fisik, pribadi, keluarga, SARA, dll. itu sudah pada posisi merendahkan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Pada gilirannya canda itu pun merupakan perbuatan yang melawan hukum dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).

Dalam beberapa posting-an di Facebook ada saja yang mengomentari dengan cara-cara yang tidak etis. Misalnya, seorang cewek mengatakan: "O, pembela gay, ya. Sudah tua perbanyak ibadah." Padahal, yang saya tulis adalah fakta, sekali lagi fakta. Di posting-an lain ada yang sebut: Rupanya Bapakmu dulu tidak azankan kau waktu lahir. Tapi, akhirnya saya sampai pada kesimpulan: mereka tidak bisa mencari kelemahan posting-an untuk ditanggapai atau dikriti maka pribadi jadi sasaran.

Di bidang kedokteran informasi tentang penyakit dan tindakan dokter merupakan rahasia jabatan yang ada di medical record, lebih dikenal sebagai 'status'. Ini hanya boleh diketahui atau dibaca oleh dokter dan pasien ybs. Kalau ada yang perlu dikerjakan perawat, maka dokter menuliskan di kertas di luar 'status'. Celakanya, di Indonesia 'status' dibaca juga oleh tenaga administrasi dan perawat.

Apaka kita bisa menempatkan diri sebagai korban (objek) ketika kita sebagai subjek  memanggil seseorang dengan kekurangan fisiknya: He, Pincang; atau He, jelek lu. Dst.

Adalah hal yang sulit bagi subjek untuk berdiri pada sisi objek dengan compassion yaitu menaruh rasa iba, rasa haru atau belas kasih.

LP3Y "Yogya" menyebut compassion sebagai empati yang diterapkan dalam peliputan dan penulisan berita HIV/AIDS. Soalnya, bahkan sampai sekarang banyak berita HIV/AIDS yang tidak memikirkan dampak buruk berita terhadap Odha (Orang dengan HIV/AIDS). Dalam KBBI disebutkan empati (psi) adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.

Ketika kecil dahulu alm, Dainang (ibu) selalu mengatakan: "Ingat, jangan biasakan mengejek orang lain!" Saya ingat betul dan sampai sekarang terbayang raut wajah kemarahan Dainang jika ada di antara anak-anaknya yang mengejek orang lain yang lewat di depan rumah. "Hadiah"-nya adalah cubitan di sekitar pusar.

Nah, bagi seseorang candaan dianggap bahan kelakar, tapi bagi orang lain merupakan ejekan yang menjurus ke cemoohan sebagai penghinaan bahkan dianggap sebagai ujaran kebencian. Dengan menyebutkan 'tampang orang Boyolali' diusir kalau masuk hotel bisa dianggap meminggirkan orang Boyolali. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun