Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Raperda AIDS Tangsel, Apakah Kelak Ada Pasal-pasal Konkret Pencegahan HIV/AIDS?

21 Januari 2018   13:14 Diperbarui: 21 Januari 2018   13:13 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: impatientoptimists.org)

Ada juga pernyataan 'penyakit mematikan'. Ini salah karena belum ada kasus kematian pengidap HIV/AIDS karena HIV atau AIDS. Kematian pengidap HIV/AIDS terjadi di masa AIDS karena penyakit infeksi oportunistik, seperti diare, TB, dll.

Disebut juga 'agar terhindar AIDS'. AIDS tidak menular karena bukan penyakit dan tidak pula virus.

Disebutkan: " .... penularan dan penyebaran HIV/AIDS sangat rentan dan berisiko bagi sejumlah kelompok seperti LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender), pemakai Narkoba, dan penjaja seks." Ini pernyataan Anggota Komisi ll DPRD Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Shinta W Chairuddin.

Kerentanan dan risiko tertular HIV bukan karena orientasi seksual dan kelompok, dalam hal ini LGBT, tapi karena perilaku seksual orang per orang. Seorang heteroseksual bisa rentan dan berisiko tinggi tertular HIV kalau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom, di dalam dan di luar nikah, dengan perempuan yang berganti-ganti atau dengan perempuan yang sering ganti-ganti pasangan, seperti PSK.

Fakta menunjukkan kasus HIV/AIDS terdeteksi pada ibu-ibu rumah tangga. Itu artinya suami mereka melakukan perilaku seksual yang berisiko. Jika dikaitkan dengan rencana Pemkot Tangel membuat peraturan daerah (Perda) tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV-AIDS: Bagaimana dengan istri yang tertular HIV dari suami? Apakah ada sanksi hukum bagi suami?

Soalnya, Shinta berharap program-program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS ke depan dapat mempertimbangkan aspek hukum dan hak asasi manusia dengan tetap mengedepankan pemberdayaan, kemitraan, dan kesetaraan.

Yang terjadi sekarang adalah ibu-ibu hamil dianjurkan tes HIV, sementara suami mereka ada yang menolak tes HIV. Itu artinya suami ibu-ibu hamil yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS akan jadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat.

Risiko penularan HIV pada penyalahguna narkoba (narkotika dan bahan-bahan berbahaya) hanya terjadi jika narkoba dipakai dengan cara menyuntik dan alat suntik dipakai secara bersama-sama dengan bergiliran.

Pemakaian kata 'penjaja seks' tidak tepat karena PSK tidak menjajakan, maaf, vaginanya. Yang mencari PSK untuk berzina justru laki-laki, bahkan ada yang beristri. Lagi pula pemakain terminologi itu merendahkan harkat dan martabat manusia (Baca juga: Pemakaian Kata dalam Materi KIE AIDS yang Merendahkan Harkat dan Martabat Manusia).

Provinsi Banten sendiri sudah punya Perda AIDS yang diikuti oleh Kab Tangerang. Tapi, perda-perda itu tidak jalan karena pasal-pasal penanggulangan tidak menukik ke akar masalah yaitu cara-cara yang realistis dalam mencegah penularan HIV (Baca juga: Perda AIDS Prov Banten: Menanggulangi AIDS dengan Pasal-pasal Normatif).

Saat ini sudah ada 110 perda AIDS mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonsia, tapi semuanya hanya pada ranah moral yang tida bisa diaplikasikan sebagai bagian yang ril dari pencegahan HIV/AIDS di masyarakat. Celakanya, perda-perda itu hanya copy-paste sehingga nasib semua perda sama, termasuk kelak Perda AIDS Tangsel. *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun