Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Perkosaan dalam Perkawinan dan Biseksual Jauh Lebih Serius daripada Zina dan Homoseks

15 Desember 2017   09:10 Diperbarui: 15 Desember 2017   13:24 4425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: thedailybeast.com)

"Coba Pak Hakim bayangkan. Sedang berlabuh kok selalu dipaksa berlayar." Inilah alasan seorang perempuan yang menggugat cerai di salah satu Pengadilan Agama di Sumatera Utara awal tahun 1980-an.                                         

Bingung, kan?

Itu salah satu bentuk kekerasan seksual yang terjadi di dalam ikatan perkawinan yang sah. Rupanya, suami perempuan itu selalu memaksa hubungan seksual ketika si istri sedang menstruasi.

Sepele? Ya boleh-boleh saja ada yang beranggapan seperti itu. Tapi, bagi sebagian perempuan hubungan seksual ketika sedang menstruasi tidak nyaman walaupun tidak ada larangan dari aspek norma, moral, agama dan hukum secara eksplisit. Dari aspek kesehatan ada risiko kematian karena udara bisa masuk melalui pembuluh darah yang terbuka ketika menstruasi.

Memaksa istri melayani hubungan seksual ketika istri sedang menstruasi merupakan kejahatan seksual dalam perkawinan, tapi hal ini luput dari perhatian karena ada saja anggapan bahwa perempuan, dalam hal ini istri, tidak bisa menolak permintaan suami karena bagi sebagian laki-laki perempuan ditempakan sebagai sub-ordinat. Posisis perempan (istri) jadi kian terpuruk pada masyarakat patriarkhat (Baca juga: Patriarkat Menghadang Peran Perempuan).

Sekelompok guru besar yang menyebut diri sebagai Aliansi Cinta Keluarga (AILA) melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar zina, kumpul kebo dan hubungan seksual sesama jenis masuk dalam ranah pidana di KUHP. MK menolak permohonan ini.

Kelompok itu mengabaikan perilaku sebagian suami yang melakukan kekerasan seksual terhadap istri dalam perkawinan dan lebih mementingkan persoalan pribadi orang per orang. Perempuan yang dipaksa melakukan hubungan seksua pada saat menstruasi merupakan salah satu contoh konkret kekerasan seksual suami terhadap istri.

Kekerasan seksual lain yang sering terjadi adalah suami yang memkasa istri melakukan seks oral dan seks anal. Ini pun luput dari perhatian karena terjadi dalam ikatan pernikahan yang sah.

Masalah besar yang dihadapi para istri sekarang adalah suami yang menularkan IMS (infeksi menular seksual yaitu penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah, seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, klamidia, virus kanker serviks, virus Hepatitis B, dll.) dan HIV/AIDS atau kedua-duanya sekaligus.

Survei Kemenkes tahun 2012 menunjukkan 4,9 juta perempuan di Indonesia mempunyai suami yang jadi pelanggan pekerja seks komersial (PSK). Dilaporkan 6,7 juta laki-laki jadi pelanggan PSK (Baca Juga: Hari AIDS Sedunia: Kelahiran Jutaan Bayi di Indonesia Dihantui AIDS dan "Stunting"). Maka tidak mengherankan kalau kemudian sampai September 2014 dilaporkan ada 6.539 ibu rumah tangga yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS (nasional.republika.co.id, 15/1-2015).

Yang tidak masuk akal adalah selalu saja perempuan yang jadi objek penyuluhan IMS dan HIV/AIDS. Di beberapa daerah digerakkan ibu-ibu rumah tangga untuk menanggulangi HIV/AIDS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun