Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kapal Pengawas Perikanan RI, Lengkapilah dengan Meriam dan Helikopter

9 April 2016   11:33 Diperbarui: 9 April 2016   21:22 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, mengoperasikan 35 kapal pengawas perikanan. Dengan kecepatan 25 knots kemampuan kapal ini pun sangat terbatas karena tidak akan bisa mengejar kapal maling ikan (illegal fishing) yang tertangkap di layar radar jika jaraknya jauh. Kapal maling ikan itu akan bebas jika mereka ngacir ke luar garis Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 200 mil dari garis pantai Indonesia.

Untuk itulah kita berharap Bu Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti) menyiapkan kapal pengawas yang dilengkapi dengan landasan helikopter. Ini sangat perlu untuk mengejar maling ikan yang selama ini merendahkan harkat dan martabat Bangsa Indonesia di laut. Bahkan, ada kapal maling ikan yang melawan dengan menembaki kapal pengawas.

"Dengan adanya Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia (SKIPI) kita tidak main-main, kita serius menjaga laut kita," ujar Susi (kompas.com, 8/4-2016). Untuk itulah pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, mengoperasikan empat kapal pengawas baru itu ORCA 01, ORCA 02, ORCA 03 dan ORCA 04 (kompas.com, 8/4-2016).

Dengan tambahan ini PSDKP mengoperasikan 35 kapal pengawas. Tapi, dengan luas laut Indonesia yang mencapai 3.273.810 km persegi amatlah tidak asuk akal bisa diawasi oleh 35 kapal pengawas. Dengan jumlah kapal yang terbatas itu adalah mustahillah bisa mengawasi pergerakan maling ikan di laut Indonesia. Cakupan radar 35 kapal pengawas ini sangat kecil jika dibandingkan dengan luas lautan Indonesia.

Dalam kegiatan kampanye dan pidato pelantikan sebagai presiden dengan wakil Jusuf Kalla,  Presiden Joko Widodo selalu menegaskan bahwa Indonesia harus menjaga kedaulatan maritim Indonesia. Hal ini sangat aktual karena ulah maling ikan dan sikap negara tetangga yang melihat Indonesia dengan sebelah mata.

Buktinya, kerugian Indonesia akibat pencurian ikan mencapai ratusan triliun rupiah. Dalam hitung-hitungan Bus Susi kerugian Indonesia akibat illegal fishing mencapai 20 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 240 triliun per tahun (detikfinance, 1/12-2014).

Ulah negara tetangga yang dengan seenaknya membangun mercu suar di perairan Indonesia di Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, juga merupakan pelecehan terhadap kedaulatan negara Indonesia. Syukurlah, lima hari sebelum Jokowi dilantik jadi presiden tiang pancang mercu suar itu dirobohkan sendiri oleh Malaysia (Malaysia Tahu Jokowi Akan Keras: Mercusuar Tanjung Datu Pun Dirobohkan, youtube, 21/10-2016).

Jika secara politis kapal pengawas perikanan tidak boleh memakai senjata berat, seperti meriah, dan tidak pula boleh membawa helikopter, maka Bu Susi perlu menjalin kerja sama dengan membuat kesepakatan dengan Ditjen Bea Cukai, Satpol Air Polri, TNI-AU dan TNI-AL berupa kerja sama mengejar kapal maling ikan. 

Atau disebut kapal patroli sehingga bisa dipersenjatai karena kapal Bea Cukai juga dipersenjatai. Paling tidak ada awak kapal patroli sebagai penyidik PNS yang diberi izin memakai senjata laras panjang yang otomatis. 

Ketika kapal pengawas perikanan mendeteksi ada kapal maling ikan yang akah kabur, kapal pengawas tadi meminta bantuan langsung ke pengakalan TNI-AL jika diperkirakan kapal patroli atau kapal perang TNI-AL bisa mengejar kapal maling ikan itu. Tapi, kalau analisis kapal pengawas menunjukkan kapal maling dalam hitungan menit akan segera melewati garis ZEE, maka tidak ada pilihan lain selain meminta bantuan ke TNI-AU untuk mengerahkan pesawat tempur atau helikopter tempur dari pangkalan terdekat.

Karena jumlah kapal pengawas yang sangat terbatas, maka cara yang pernah disampaikan Presiden Jokowi yaitu memanfaatkan drone merupakan pilihan yang masuk akal. Lagi pula drone tidak bisa disogok atau disuap. Layar utama akan menunjukan pergerakan kapal-kapal di lautan Indonesia. Melalui identifikasi akan dikenal kapal maling ikan. Drone adalah pesawat tanpa awak yang dikendalikan dengan sebuah remote control, dilengkapi dengan GPS (Global Positioning System) sebagai navigasi, dan lock position, remote drone dapat digantikan dengan smartphone menggunakan aplikasi yang dapat diunduh di playstore menggunakan koneksi wifi direct, drone biasanya memiliki 3 (youtube, 17/2-2016)

Dengan komando pusat pengendali kapal maling ikan pun akan segera disergap oleh satu kapal pegawas jika memungkinkan, kapal patroli Bea Cukai, kapal perang TNI-AL, dan jika diperlukan pesawat atau helikopter tempur TNI-AU dikerahkan mengejar kapal maling ikan yang menjarah kekayaan luat Indonesia. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun