Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Andil PSK Tidak Langsung Dorong Penyebaran HIV/AIDS di Denpasar

26 November 2010   02:16 Diperbarui: 9 Januari 2019   09:49 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: forensicmag.com)

HIV/AIDS. Hei Man, Hati-hati Jajan PSK di Denpasar.” Ini judul berita di kompas.com (23/11-2010). Disebutkan: Komisi Penanggulangan AIDS Kota Denpasar mengungkapkan bahwa dari 1.500 wanita pekerja seks komersial yang tercatat di kota itu, 20 persen di antaranya terindikasi mengidap HIV/AIDS. Sri Mulyanti, asisten koordinator KPA Kota Denpasar, mengatakan, selain mengidap HIV/AIDS, ada beberapa pekerja seks yang juga mengidap penyakit infeksi menular seksual (IMS).

Selama ini data dan fakta terkait HIV/AIDS dan IMS (infeksi menular seksual, seperti GO (kencing nanah), sifilis (raja singa), klamidia, virus hepatitis B, dll.) di kalangan pekerja seks komersial (PSK), khususnya PSK langsung (PSK di lokalisasi atau lokasi pelacuran), tidak dikaitkan dengan realitas sosial. Akibatnya, masyarakat tidak menyadari epidemi IMS dan HIV.

Untuk mengaitkan data terkait kasus IMS dan HIV di kalangan PSK terhadap epidemi di masyarakat dapat disimak dari jumlah kasus IMS yang terdeteksi di puskesmas atau rumah sakit. Yang dikhawatirkan adalah laki-laki yang terdeteksi mengidap IMS bisa saja sekaligus juga tertular HIV karena ada kemungkinan PSK yang mengidap IMS juga sekaligus mengidap HIV.

Laki-laki ‘Hidung Belang’

Ada dua kemungkinan terkait dengan kasus IMS dan HIV di kalangan PSK.

Pertama, kasus IMS dan HIV di kalangan PSK ditularkan oleh laki-laki ‘hidung belang’ penduduk lokal Denpasar (asli dan pendatang). Jika ini yang terjadi maka prevalensi (perbandingan antara yang mengidap dan tidak mengidap) IMS dan HIV di masyarakat sudah besar. Laki-laki yang menularkan IMS dan HIV kepada PSK akan menjadi mata rantai penyebaran di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Kedua, kasus IMS dan HIV di kalangan PSK sudah terjadi sebelum PSK tsb. ’praktek’ di Denpasar. Artinya, PSK itu tertular di luar Denpasar. Bisa di Bali atau di laut Bali. Jika ini yang terjadi maka laki-laki penduduk Denpasar (asli dan pendatang) berisiko tertular IMS dan HIV atau dua-duanya sekaligus jika melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan PSK.

Sayang, dua fakta itu tidak dipahami masyarakat karena informasi terkait dengan epidemi IMS dan HIV sering tidak akurat sehingga masyarakat tidak memahami risiko yang mereka hadapi. Dalam kaitan inilah diperlukan berbagai upaya agar penyebaran IMS dan HIV tidak meluas. Yayasan Kerti Praja Denpasar sudah lama menangani PSK langsung melalui pendekatan yang humanis. Setiap hari Jumat PSK ’dijemput’ staf yayasan. Kesehatan mereka, terutama IMS, diperiksa di klinik yayasan. Jika terdeteksi mengidap IMS mereka diobati dan sekaligus dikonseling agar tidak menularkan kepada orang lain. Mereka juga dibekali dengan kondom.

Hal itu dilakukan, seperti dituturkan oleh Prof Dr DN Wirawan, ketua yayasan, untuk memutus jembatan penyebaran IMS dan HIV dari masyarakat ke PSK dan sebaliknya dari PSK ke masyarakat melalui laki-laki ’hidung belang’. Tapi, tidak jarang banyak yang mencibir. Bahkan, ada wartawan yang menuding Prof Wirawan sebagai ’pelindung pelacur’. Rupanya, Pak Wartawan, itu tidak memahami langkah yang ditempuh yayasan sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran IMS dan HIV dalam kaitannya dengan kesehatan masyarakat.

Persoalan yang dihadapi yayasan adalah PSK itu tidak mempunyai posisi tawar yang kuat ketika berhadapan dengan laki-laki ’hidung belang’ yang menolak memakai kondom. Ini terjadi karena germo memihak tamu. Germo tidak takut karena mereka tidak bisa dijerat secara hukum. Berbeda dengan di Thailand. Germo memegang izin usaha. Jika germo salah maka izin usaha dicabut. Akibatnya, germo akan memihak kepada PSK.

Disebutkan pula oleh Sri Mulyanti: "Berdasarkan data tersebut, kami terus melakukan pemantauan secara rutin dan berkala terhadap para pekerja seks yang ada di wilayah Denpasar. Sebab, kami takut penularan HIV semakin besar melalui mereka." Lagi-lagi langkah ini hanya ’menembak’ PSK. Padahal, kuncinya adalah pada laki-laki ’hidung belang’. Maka, yang perlu disasar adalah laki-laki agar mereka selalu memakai kondom jika kencan dengan PSK.

Sri Mulyanti menambahkan: ”.... para pekerja seks menjadi salah satu potensi terbesar penyebaran HIV/AIDS di ibu kota Provinsi Bali ini. Karena perilaku mereka paling berisiko menularkan atau  sebaliknya tertular virus mematikan tersebut.” Ini pun jelas tidak akurat karena yang menyebarkan HIV adalah laki-laki ’hidung belang’. Laki-laki ini adalah: (a) yang menularkan IMS dan HIV kepada PSK, dan (b) yang tertular IMS dan HIV dari PSK.

Alat Kontrasepsi

Tapi, karena HIV/AIDS sering dilirik dari aspek moral maka yang disalahkan tetap saja PSK. Padahal, laki-laki yang menularkan HIV kepada PSK atau yang tertular dari PSK bisa sebagai suami, pacar, selingkuhan, PIL, lajang, atau duda akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal di masyarakat. Ya, ini pun luput dari perhatian karena HIV/AIDS dikaitkan dengan moral. Karena PSK dikesankan ’tidak bermoral’ maka merekalah yang menjadi pihak yang disalahkan.

Disebutkan pula: "Karena itu pihaknya tidak henti-hentinya melakukan penyuluhan tentang bahaya virus HIV/AIDS, serta menyarankan kepada mereka untuk menggunakan alat kontrasepsi saat melakukan hubungan seks." Ini bisa menyesatkan karena tidak semua alat kontrasepsi (untuk mencegah kehamilan) bisa mencegah penularan IMS dan HIV. Yang bisa mencegah kehamilan, IMS dan HIV adalah kondom.

Celakanya, penolakan terhadap kondom terjadi secara besar-besaran di berbagai kalangan. Di Papua, misalnya, ada pendeta yang menentang kondom. Kalau Pak Pendeta itu bisa menjamin ummatnya tidak akan pernah melakukan perilaku berisiko, maka dia boleh saja menolak kondom. Tapi, kalau Pak Pendeta tidak bisa menjamin, maka apa yang bisa ditawarkan Pak Pendeta untuk mencegah penularan HIV?

Dalam berita disebutkan ada tempat yang diindikasikan terdapat PSK yang mengidap HIV. Tapi, ada fakta yang luput dari perhatian yaitu PSK tidak langsung. Mereka ini adalah ’cewek bar’, ’mahasiswi’, ’anak sekolah’, WIL, ’ibu-ibu rumah tangga’, ’pemijar’ di panti pijat plus-plus, dll. Yang mendorong penyebaran IMS dan HIV adalah PSK tidak langsung ini.

Kasus HIV yang terdeteksi pada 11 anggota TNI yang tergabung dalam Pasukan Perdamaian PBB di Kamboja (1996), misalnya, diperkirakan tertular dari PSK tidak langsung karena ada kemungkinan mereka sudah dibekali dengan larangan agar tidak melacur. Celakanya, prevalensi HIV di kalangan PSK tidak langsung di Kamboja ketika itu juga besar sehingga probabilitas (kemungkinan) kencan dengan PSK tidak langsung yang mengidap HIV juga cukup besar.

Itulah sebabnya informasi yang akurat diperlukan dalam meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap IMS dan HIV. Selama materi informasi tetap dibalut dengan norma, moral dan agama maka selama itu pula masyarakat tidak memahami cara-cara penularan dan pencegahan yang konkret. Akibatnya, penyebaran IMS dan HIV terus terjadi. Kita tinggal menuai hasilnya kelak karena kasus-kasus HIV yang tidak terdeteksi akan menjadi ’bom waktu’ ledakan AIDS. *[Syaiful W. Harahap] *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun