Mohon tunggu...
Syaiful W. HARAHAP
Syaiful W. HARAHAP Mohon Tunggu... Blogger - Peminat masalah sosial kemasyarakatan dan pemerhati berita HIV/AIDS

Aktivis LSM (media watch), peminat masalah sosial kemasyarakatan, dan pemerhati (berita) HIV/AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

105 Bayi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Mengidap HIV/AIDS

16 Januari 2015   02:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:03 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14213242921541960695

”Penularan HIV/AIDS meluas di NTT. Namun, pemerintah setempat, terutama tingkat kabupaten, belum memberi perhatian serius dalam upaya penanggulangan virus itu,” kata Ketua Komisi Penanggulangan AIDS NTT, Husen Pancratius, dalam beritaEpidemi HIV. Penularan di NTT hingga Populasi Umum” (KOMPAS, 15/1-2015).

Husen benar. Bukan hanya di NTT, tapi di seluruh daerah di Nusantara terjadi hal yang sama. Tidak ada program yang sistematis dan konkret untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS.

Jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS di NTT sampai akhir tahun 2014 dilaporkan 3.014. Dari jumlah ini 105 bayi.

Penanggulangan yang realistis hanya menurunkan jumlah insiden infeksi HIV baru pada laki-laki melalui hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi pelacuran. PSK di sini disebut sebagai PSK langsung yaitu PSK yang kasat mata dan ‘praktek’ di lokalisasi pelacuran.

Intervensi yang dijalankan adalah program yang memajibkan atau memaksa laki-laki memakai kondom setiap kali melakukan hubungan seksual dengan PSK (Lihat gambar). Maka, pelacuran harus dilokalisir dengan regulasi sehingga germo atau mucikari membuka usaha dengan izin. Inilah yang bisa menjerat germo dengan sanksi hukum  jika terjadi pelanggaran terhadap regulasi.

Perilaku Berisiko

Regulasi yang dijalankan adalah germo mencacat nama-nama PSK yang praktek di “warung”-nya, PSK hanya boleh melayani laki-laki yang memakai kondom.

Secara berkala dilakukan tes IMS (infeksi menula seksual, seperti kencing nanah/GO, raja singa/sifilis, virus hepatitis B, klamidia, dll.) terhadap PSK. Jika ada PSK yang terdeteksi mengidap IMS itu artinya PSK tsb. melayani laki-laki yang tidak memakai kondom.

Germo diberikan sanksi sesuai dengan regulasi, misalnya, teguran, denda sampai kurungan.

Hanya dengan cara ini jumlah insiden infeksi HIV baru pada laki-laki bisa diturunkan yang kelak berdampak pada jumlah ibu rumah tangga yang tertular HIV kian berkurang.

Celakanya, tidak ada lpelacuran di NTT dan daerah lain yang dilokalisir dengna regulasi. Maka, program penanggulangan pun tidak akan efektif jika pelacuran tidak dilokalisir.

Selain melalui pelacuran dengan PSK langsung, insiden infeksi HIV baru pun akan terjadi pada laki-laki yang melakukan hubungn seksual dengan PSK tidak langsung (PSK yang tidak kasat mata, seperti cewek panggilan, ABG, ayam kampus, cewek kafe, cewek pub, cewek disko, cewek pemijat, cewek spa, cewek gratifikasi seks, dll.) dan waria

Hubungan seksual antara laki-laki dewasa dengan PSK tidak langsung dan waria terjadi sembarang waktu dan sembarang tempat sehingga tidak bisa diintervensi. Itu artinya insiden infeksi HIV baru terus terjadi.

Dalam berita disebutkan “ .... jumlah orang dengan HIV lebih banyak dari yang teridentifikasi. Itu karena masyarakat enggan menjalani tes HIV.” Tidak semua orang harus tes HIV karena tidak semua orang berperilaku yang berisiko tertular HIV.

Yang dianjurkan tes HIV adalah orang-orang dengan perilaku berisiko tertular HIV/AIDS, yaitu:

(1) Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang berganti-ganti, seperti kawin-cerai (dalam nikah), suka sama suka, perselingkuhan, dll. (di luar nikah) di wilayah NTT atau di luar wilayah NTT,

(2) Perempuan dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual dengan laki-laki yang berganti-ganti dengan kondisi laki-laki tidak memakai kondom, seperti kawin-cerai (dalam nikah), suka sama suka, perselingkuhan, dll. (di luar nikah) di wilayah NTT atau di luar wilayah NTT,

(3 Laki-laki dewasa yang pernah atau sering melakukan hubungan seksual tanpa kondom dengan perempuan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti PSK langsung dan PSK tidak langsung serta waria di wilayah NTT atau di luar wilayah NTT.

Yang jadi persoalan besar banyak orang yang sudah termakan mitos (anggapan yang salah) karena sejak awal epidemi HIV/AIDS di Indonesia (1987) pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat serta banyak kalangan lain selalu mengait-ngaitkan penularan HIV/AIDS dengan zina, pelacuran, homoseksual, penyimpangan seksual, dll.

Akibatnya, banyak orang yang merasa tidak melakukan hal di atas karena mereka tidak melacur dan tidak pula homoseksual. Mereka melakukan hubungan seksual suka sama suka, dalam bentuk perselingkuhan, bukan dengan PSK, tidak pula di tempat pelacuran sehingga mereka menganggap tidak akan tertular HIV/AIDS.

Mitos itulah yang harus dihapurkan dari pikiran masyarakat dan mereka diarahkan kepada tiga hal di atas yang merupakan “pintu masuk” HIV/AIDS.

Terkait dengan 105 bayi yang terdeteksi mengidap HIV/AIDS perlu juga dipertanyakan kepada KPA NTT: Apakah ayah 105 bayi itu sudah menjalani tes HIV?

Kalalau jawabannya TIDAK, maka ada 105 laki-laki pengidap HIV/AIDS di NTT yang menjadi mata rantai penyebar HIV/AIDS secara horizontal di masyarakat, al. melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah.

Perda AIDS NTT

Lagi pula tes HIV adalah upaya penanggulangan di hilir. Artinya, ditunggu dulu ada penduduk yang tertular HIV baru kemudian dilakukan tes HIV.  Segencar apapun tes HIV dilakukan kalau di hulu tidak ada program yang konkret untuk menurunkan jumlah insiden infeksi HIV baru, maka kasus-kasus baru HIV/AIDS akan terus terjadi, terutama pada laki-laki dewasa yang perilakunya berisiko yang melakukan salah satu atau lebih dari tiga perilaku di atas.

Intervensi lain yang bisa dilakukan Pemprov NTT adalah intervensi terhadap perempuan hamil yaitu dengan regulasi, bisa dalam bentuk peraturan daerah (Perda), yang mewajibkan perempuan hamil dan pasangannya menjalani konseling HIV/AIDS dan selanjutnya tes HIV. Sayangnya, dalam Perda AIDS Prov NTT sama sekali tidak ada program penanggulangan yang konkret dan sistematis. Hal yang sama juga berlaku pada perda-perda AIDS yang diterbitkan di: Kab Timor Tengah Selatan (TTS) dan Kab Belu.

Disebutkan bahwa pemerhati masalah HIV/AIDS NTT, Yos G Lema, mengingatkan, upaya penanggulangan HIV/AIDS di NTT butuh perhatian serius pemerintah setempat.

Celakanya, Yos tidak menyebutkan perhatian macam apa yang diperlukan agar penanggulangan HIV/AIDS berjalan dengan efektif.

Disebutkan lagi bahwa Yos juga mengakui penyebaran HIV/AIDS di NTT masuk kategori membahayakan. Alasannya, HIV/AIDS telah menjangkiti ibu rumah tangga, anak-anak, petani dan kaum muda yang belum menikah.

Kondisi di atas terjadi karena tidak ada intervensi terhadap laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan PSK langsung. Laki-laki yang beristri akan menularkan HIV secara horizontal ke istri atau pasangannya, selanjutnya jika istri tertular maka ada pula risiko penularan HIV dari-ibu-ke-bayi yang dikandung secara vertikal.

Yos pun megatakan: ”Penyebaran virus HIV merata mengikuti industri hiburan dan seks yang sampai pelosok, seperti praktik pijat tradisional plus dan warung remang-remang.”

Persoalan bukan pada industri hiburan dan seks, tapi pada laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan pekerja di industri hiburan seks. Selama kegiatan pelacuran tidak dilokalisir, maka selama itu pula praktek pelacuran menyebar di sembarang tempat dan sembarang waktu.

Ada pula pernyataan: “Instansi terkait diharapkan giat melaksanakan sosialisasi penggunaan kondom kepada populasi berisiko tertular HIV dan memberi informasi bahaya HIV di sekolah.”

Yang jadi persoalan besar dalam penyebaran HIV/AIDS adalah mata rantai penyebar. Mereka bukan anak-anak sekolah, tapi laki-laki dewasa. Maka, yang diperlukan bukan pemberian informasi tapi langkah-langkah yang konkret, al. intertenvsi berupa program kondom pada pelacuran.

Jika Pemprov NTT dan pemerintah kabupaten dan kota di NTT tidak menjalankan program penanggulanganyang konkret dan sistematis, maka penyebaran HIV/AIDS di NTT akan terus terjadi yang kelak bermuara pada “ledakan AIDS”. *** [Syaiful W. HarahapAIDS Watch Indonesia] ***

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun