Mohon tunggu...
Indy Jehana Khawarizmi
Indy Jehana Khawarizmi Mohon Tunggu... Pelajar

Suka mencoba hal baru yang bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Cegah Kebocoran Dana Melalui Optimalisasi Pembayaran Pajak Secara Digital

1 September 2025   00:19 Diperbarui: 1 September 2025   00:47 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pembayaran pajak telah berkontribusi lebih dari 82,1% terhadap penerimaan negara. Pada tahun 2025 ini pemerintah menargetkan penerimaan pajak untuk mencapai Rp2.189,3 triliun, dengan target  kontribusi mayoritas berasal dari pajak penghasilan (PPh) sebesar 55,2%. Pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar 43,2%. Disisi lain PBB dan pajak lainnya hanya menyumbang 1,6%. Berdasarkan laporan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), Kementrian keuangan melaporakan pembayaran pajak pada tahun 2025  telah mencapai sekitar 50% dari target tahunan sampai dengan semester I  2025 dengan nominal Rp1.420 trillun.

Seiring dengan teknologi digital yang semakin meluas di seluruh Negara Indonesia sampai menjangkau ke pelosok-pelosok desa, Direktor Jendral Pajak (DJP) telah memfasilitasi pembayaran pajak secara elektronik guna memudahkan dan memberikan kenyamanan terhadap wajib pajak dalam melakukan pembayaran pajak melalui peraturan Nomor PER-26/PJ/2014 yang mulai diterapkan pada 13 Oktober 2015 dengan menerapkan e-billing. E-Billing merupakan sarana untuk melakukan pembayaran pajak berupa tagihan yang harus dibayarkan dengan memanfaatkan media handphone (hp) sebagai alat untuk melakukan pembayaran menggunakan dompet digital sebagai sarana pembayaran secara online, untuk meningkatkan kemudahan dalam pembayaran tanpa harus pergi ke Bank, kantor Pos maupun melalui kantor cabang.

Disamping itu, fakta di lapangan sebagian wajib pajak di Indonesia masih menggunakan sistem manual dengan mendatangi Kantor Pelayanan pajak (KPP) untuk mengambil formulir yang telah disediakan dan mengisi formulir SPT Tahunan  yang meliputi data penghasilan, harta, hutang, maupun daftar keluarga yang menjadi tanggungan wajib pajak tersebut, dan bagi wajib pajak yang memiliki laporan keuangan harus melampirkan laporan laba rugi dan neraca. Formulir yang telah diisi dengan lengkap wajib ditandatangani oleh wajib pajak. Tahap selanjutnya wajib pajak datang untuk mengambil nomor antrean di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan menyerahkan berkas kepada petugas pajak di loket untuk diproses. Setelah itu petugas pajak akan memberikan bukti SPT Tahunan yang sudah ditandatangani oleh petugas kepada wajib pajak sebagai tanda proses pelaporan SPT Tahunan melalui sistem manual telah selesai. Tentunya pembayaran pajak melalui sistem manual ini kurang efektif jika dibanding dengan pembayaran pajak secara elektronik yang dinilai lebih praktis dan fleksibel karena wajib pajak dapat melapor serta membayar pajak kapanpun dan dimanapun tanpa perlu mengantri di kantor pajak hanya dengan menggunakan media handphone (HP) yang terkoneksi dengan internet wajib pajak dapat melakukan pembayaran pajak lebih cepat dan praktis. Namun sayangnnya sebagian wajib pajak masih ada saja yang merasa enggan untuk menggunakan system elekronik ini karena belum memiliki pemahaman yang memadai mengenai sistem pembayaran pajak secara digital. Padahal anda hanya perlumengunduh Aplication Service Provider (ASP) yang telah disediakan oleh Direktor Jendral Pajak (DJP) di website resminya. Anda bisa mengunjungi website nya dengan mengklik Uniform Resource Locator (URL) atau link berwarna biru ini https://pajak.go.id/id/aplikasi-page. Sebelum dapat melakukan pembayaran pajak dengan sistem elektronik anda perlu datang ke kantor pajak untuk membuat dan mengaktifkan Electronic Filling Identification Number (e-Fin) agar dapat membuat akun DJP secara online untuk mencetak kode billing. Kode billing diterbitkan melalui system e-billing berupa kode identifikasi untuk pembayaran pajak yang akan dilakukan dengan menggunakan dompet digital atau yang biasa dikenal dengan e-wallet. 

            Tahukah anda? 2 tahun yang lalu Indonesia pernah mengalami kebocoran dana dari kegiatan shadow economy sebesar 23,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB), berdasarkan hasil analisa organisasi Ernest and Young Global Shadow Economy Report 2025. Lantas apa itu shadow economy? Shadow economy 'ekonomi bayangan' merupakan sebuah aktivitas ekonomi yang dilakukan secara legal dan illegal namun tidak dilaporkan dan tidak terdaftar secara resmi oleh otoritas negara sehingga aktivitas ini tidak terdeteksi oleh negara dan terhindar dari pajak dan regulasi. Terdapat 4 Kategori aktivitas yang termasuk kedalam aktivitas  Shadow economy  yaitu aktivitas produksi bawah tanah, produksi ilegal, produksi sektor informal, dan produksi rumah tangga yang termasuk salah satu  jenis Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan omzet lebih dari Rp500 juta/tahun.

Dalam menangani aktivitas ini diperlukan langkah langkah strategis seperti

  • memperketat pengawasan transaksi digital yang tersimpan diluar negeri oleh penduduk Indonesia dengan memanfaatkan Layanan Informasi dan Investigasi Fiskal (FIOD).
  • Diadakannya sebuah situs khusus untuk siapapun agar dapat melaporkan dugaan terkait aktivitas Shadow economy kepada pihak berwenang atas penanganan pajak, guna memperluas akses yang Direktor Jendral Pajak (DJP) dalam menyelidiki atau melacak praktik aktivitas Shadow economy. 
  • Memperketat aturan mengenai pengungkapan secara sukarela, dengan cara memberikan denda lebih tinggi jika Kantor Pajak  yang  menemukan sendiri penghasilan atau aset yang tidak terdaftarkan secara resmi dibandingkan pengungkapan penghasilan atau aset secara sukarela.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun