Mohon tunggu...
IWN Chang
IWN Chang Mohon Tunggu... Freelancer - Terserah Mau Panggil Siapa

Pecinta Tahu Bulet Dan Es Kelapa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tips Mendidik Anak Tunggal dari Sudut Pandang Anak Tunggal

17 Juli 2021   10:31 Diperbarui: 17 Juli 2021   10:44 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Hai? Kenalkan saya si Anak Tunggal, Dan ini sudut pandang saya tentang parenting anak yang sepertinya menyenangkan.

Saya dilahirkan di bulan juli tak ada insiden serius yang terjadi diulang tahun saya, hanya saat itu ada peristiwa "Peluncuran Satelit Palapa" tepat ditanggal saya lahir, hanya beda tahun. Lupakan satelit, karena saya pun tidak tau bagaimana kabar satelit itu sekarang. Parenting, sesuatu yang tabu untuk orang tua saya, beberapa hari lalu saya menegur seorang orang tua yang mendidik anaknya dengan cara yang menurut saya tak pantas, bagi saya memukul anak atas dasar apapun bukanlah hal yang baik, dan orang itu hanya mengatakan pada saya bahwa "Dia anak saya, hak saya memperlakukannya seperti apa, dan itu tanggung jawab saya" menarik di pernyataan kedua kan? 

Orang itu merasa bertanggung jawab atas anak nya namun tak mengerti arti tanggung jawab itu. Selidik punya selidik anak itu di marahi bukan karena nakal, melawan, atau bertengkar dengan teman sebaya, anak itu terkena masalah hanya karena orang tuanya mengangap anak ini terlampau manja dan malas, selidik punya selidik lagi, anak itu memang anak tunggal sama seperti saya, hingga manja juga sangat melekat dalam stigma masyarakat.

Dari kejadiaan itu saya mulai terpikir "Memangnya bagaimana seharusnya mendidik anak tunggal agar tidak seperti itu?" saya mulai bertanya pada orang tua saya, tentang bagaimana dulu saya di didik agar se-mandiri saya, mereka hanya menjawab seperti ini "Hanya ada tiga acara"

  •  Jangan jadikan anak Raja atau bahkan Ratu

Saya mungkin bukan anak yang luar biasa beruntungnya, saya hanya anak pedagang kaki lima dan dan buruh pabrik, di bully karena tak punya mainan yang teman saya punya sudah biasa, namun sadar atau tidak itu salah satu penyebab saya bisa seperti sekarang, saya terbiasa menjadi rakyat biasa yang memang harus bekerja keras untuk mendapat apa yang saya inginkan. Tapi kalo untuk di pikir ya, saya yakin orang tua saya bisa beli mainan saya yang mungkin paling baru, mengingat gaji ibu saya yang seorang buruh yang kebetulan sering sekali lembur, rasanya bisa membuat saya jadi anak hits pada masa itu, tapi orang tua saya tidak melakukan itu.

  •  Ajari tentang Bersosialisasi

Meski harus saya akui upaya orang tua saya yang satu ini gagal, tapi benar juga, saya introver, jarang bisa dekat dengan orang, pada masa kecil saya dulu teman saya bisa di hitung dengan sebelah tangan, tapi saya menikmati itu, orang tua saya tak pernah mempermasalahkan itu, bersosialisasi membuat saya sedikit tau bahwa tak semua keinginan bisa saya capai. Balik ke poin pertama, walau lingkungan pertemanan saya kecil, saya juga sering di bully, dan saya juga terdidik untuk tidak mengharuskan apapun yang orang lain capai untuk saya capai, seumur umur saya tidak pernah terlibat masalah soal perebutan, mulai dari mainan, sampai perebutan pasangan.

  • Jadikan anak terbuka tentang masalah pribadinya

Ini juga salah satu yang bisa di bilang agak gagal, sejauh ini jika masalah pribadi saya lebih nyaman bercerita ke sahabat sahabat saya yang lagi lagi bisa di hitung dengan jari tangan, tapi keterbukaan soal masalah dalam keluarga harus saya akui juga membuat saya tak menjadi anak yang egois, saya tau kapan orang tua saya tak punya uang, dan kapan punya uang, 

orang tua saya juga tak pernah sekalipun membuat saya merasa anak miskin, fun fact saya selalu punya mainan yang saya inginkan, tapi saat semua orang sudah mendapatkannya atau bahkan sudah bosan memainkannya, orang tua saya adalah orang tua paling terbuka soal masalah yang mereka hadapi, perlahan namun pasti itu tentu membuat saya mencoba untuk memahami tentang ekonomi dan prioritas menurut orang tak pantas di dengar oleh anak kecil. Jika kalian ingin tau seberapa efektif cara orang tua saya? Saya pernah tak jajan seminggu hanya demi membeli eskrim dalam tempat yang bermerek walls, dan saat itu saya masih berumur 6 tahun.

Sebenarnya hanya tiga poin di atas yang orang tua saya katakan, namun saya ingin menambahkan, jika saja saya jadi orang tua dari anak tunggal, saya akan melakukan satu poin lagi

  • Pelajari Kepribadian anak dan Pasion anak

Saya introver, namun sayang orang tua saya dulu tak mengerti apa itu introver, dan memperlakukan saya seperti anak ekstrover. Beberapa kali saya harus datang ke tempat ramai, namun saya tak seperti anak anak yang lain yang bisa langsung akrab dan bermain bersama, bagi saya melihat orang banyak saja sudah melelahkan dan ini harus bersosialisasi. 

Dan soal pasion, jujur, Matematika adalah pelajaran yang saya harap hilang dari muka bumi, sayangnya, ibu saya adalah lulusan terbaik SMEA jadi lah saya mendapat tekanan dalam mata pelajaran itu, bagi orang tua saya nilai utama ya MTK sudah, padahal nilai saya yang lain tak seburuk MTK, Bahasa Indonesia saya bagus, Bahasa Inggris pun bagus, hanya karena nila setitik rusak susu sebelanga. Karena mungkin dari dua hal tersebut membuat anak lebih nyaman bercerita dan yang paling penting bisa mengembangkan bakatnya, sastra juga bukan hal buruk kan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun