Mohon tunggu...
Singgih S
Singgih S Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Tani Kebun di Desa Cimayasari, Subang.

Omo Sanza Lettere Disini http/www.kompasiana.com/satejamur

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Siasat Warga dan Pengusaha di Musim Hujan

20 Oktober 2019   10:21 Diperbarui: 20 Oktober 2019   13:56 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebun Rambutan Merangas, Gersang dan Langit mendung (Dokumentasi pribadi)

Begini...saya cukup lama kerja buruh kebun di klik disini, tentulah saya sering berinteraksi dengan warga tetangga atau terkadang   saya diajak menonton dangdut di tempat hajatan. 

Saat itu di musim penghujan tahun 2017 dan 2018, saya sempat berpikir ada hal yang tidak wajar saat ada warga yang dapat melaksanakan hajatan ketika daerah di sekitarnya hujan turun dengan deras, sedangkan tempat di mana warga tersebut melaksanakan hajatan terlihat tidak kena hujan dan menyisakan mendung serta rintik rintik hujan yang turun sedikit. 

Akhirnya rasa penasaran saya terjawab dari bisik-bisik warga sekitar, bahwa mereka yang melaksanakan hajatan ketika musim hujan, rata-rata mereka menggunakan jasa pawang hujan guna melancarkan hajatan yang mereka laksanakan. Hingga akhirnya hal tersebut membuat saya paham, bahwa di kala musim hujan sudah seharusnya turun, namun cuaca tetap cerah, maka tak jarang warga akan berceletuk seperti ini, "Pasti lagi ada hajatan."

Memang jasa pawang hujan dapat dikatakan perlu, apalagi jika acara hajatan dilaksanakan di desa, tentu waktu pelaksaan tidak hanya memakan waktu satu hari saja, namun lebih dari dua hari. Bahkan, bagi si pemilik hajat, persiapan pun dipersiapkan dengan lengkap, mulai dari pasang tarub di sekiling rumah, panggung besar untuk hiburan hingga bila perlu ada odong-odong juga beserta speakernya yang nantinya digunakan untuk arak-arak keliling kampung. 

Dari cerita hajatan tersebut, tentunya pawang hujan yang bekerja untuk acara hajatan yang dilaksanakan ketika musim hujan harus bekerja ekstra keras. Kehadiran pawang hujan pun tak hanya dimanfaatkan oleh pelaksana hajatan, bahkan pengusaha galian atau sedot pasir pun memerlukannya untuk bekerja 24 jam di sekitaran desa Cimayasari.

Obrolan pawang hujan terus berlanjut ketika saya, Mang Udin, dan Satun pulang dari salat Jumat. Di jalan, kami ngobrol terkait hujan yang tidak kunjung turun di bulan Oktober 2019, padahal seharusnya sudah masuk musim hujan. Mang Udin pun menyeletuk, "Jangan harap ada hujan dulu, Pak."

"Loh kenapa, Pak?", sahut saya,

"Lagi ada hajatan, Pak." Sahut Pak Satun.

"Pakai pawang hujan ya?" Tanya saya meyakinkan. 

Mereka pun menganggukan kepala dan mengiyakan sembari tertawa lirih dan menepuk pundak saya. Lalu, setelah obrolan itu, kamu pulang ke rumah masing-masing. Dan saya merasa kesal dan menggerutu dalam hati.

Tanah Retak-retak, Gersang. (Dok: Pribadi)
Tanah Retak-retak, Gersang. (Dok: Pribadi)

Sabtu di siang hari yang terik, pak Kadus Endang dan RT Cece mampir ke kebun, sembari mengeluhkan segala rasa heran saya mengenai cuaca yang tidak jelas ini, yang mana kadang mendung, lalu hilang dan terkadang gerimis, namun air yang jatuh hanya sedikit.

Wajah mereka tersunging senyum, "Lagi ada hajatan", tutur pak Kadus. Seketika saya tebak "Pakai pawang hujan?". Mereka mengiyakan. 

Lalu saya korek lebih jauh "Pak Kadus, Pak RT, dulu biasanya kalau hajatan, rata-rata dilaksanakan pas musim hujan atau kemarau?" Tanya saya.

Mereka menjawab, "Pas hujan pak".

"Berapa maharnya, pak?" Tanya saya.

Pak Kadus mengungkapkan ketika hajatan mantu, ia menyiapkan dana untuk jasa pawang hujannya hingga 5 juta Rupiah, sedang pak RT menyiapkan dana 3 juta Rupiah. Namun, dari yang mereka keluarkan, ternyata ampuh untuk mengusir hujan selama acara berlangsung. 

Saya pun menanyakan mahar warga lainnya termasuk pula pengusaha tambang pasir, Pak Kadus mengungkapkan bila warga kelas menengah menyiapkan mahar kisaran antara 10 - 20 juta. Bahkan pengusaha pasir dan sedot pasir pun menggunakan jasa pawang hujan yang disewa dari Banten yang biayanya hingga 15 hingga 20 juta per bulan. 

"Lumayan juga gaji orang pintar yaa. Di tambang pasir saja bahkan tidak sampai segitu,  celetuk saya, 

"Tapi capek loh, Pak. Sebab kan harus puasa bahkan sampai tidak tidur", ujar Pak Kadus.

Lantas saya pun membuka catatan di gadget, ternyata benar, dalam seminggu, hujan hanya turun hanya 1 hingga 2 kali saja. 

Dari obrolan tersebut, Pak Kadus pun menegaskan tidak ada jaminan juga memakai jasa pawang lalu hujan tidak turun, bila Allah sudah berkehendak, tidak ada yang bisa menahannya. 

Hujan yang sudah lama tidak turun, membuat saya prihatin pada akhirnya, sebab 

Begitu memprihatinkannya kemarau panjang di kebun gersang, tanah retak-retak, dedaunan rontok, pohon merangas sedang berbunga dan berbuah.

Menyampaikan pula rasa kawatir dan dugaan bila alam terusik, bisa jadi nanti saat turun hujan sangat deras disertai petir dan angin ribut, seperti yang pernah terjadi di musim hujan tahun lalu.  

Ada tujuh rumah yang terkena petir mulai dari jaringan listrik hingga barang elektroniknya hangus dan delapan rumah atapnya terkelupas di terjang angin ribut, bersyukur tidak memakan korban jiwa. 

Rambutan Binjai, merangas, sedang berbunga. (Dok. Pribadi)
Rambutan Binjai, merangas, sedang berbunga. (Dok. Pribadi)

Terlihat Awan Mendung, Tidak Hujan. Dok. Pribadi
Terlihat Awan Mendung, Tidak Hujan. Dok. Pribadi
Hal tersebut dibenarkan pak RT sembari menyebut nama dan lokasi rumah yang terkena musibah sembari menyebut nama-nama warganya. (19/10/2019).

Namun, apakah musibah dan jarangnya hujan terkait jasa pawang hujan / orang pintar yang mengusik tatatan alam semesta disekitarnya, Wallahu a'lam bis-shawab. 

Saya selalu ingat pesan Bapak (Alm) Al-Fatehah, dimanapun jadi buruh belajarlah dari alam + warga sekitarnya dan selalu ingat dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. (SS) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun