Mohon tunggu...
Singgih S
Singgih S Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Tani Kebun di Desa Cimayasari, Subang.

Omo Sanza Lettere Disini http/www.kompasiana.com/satejamur

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Sudarjo Pawang Tyto Alba si Pengendali Inflasi Daerah

11 Agustus 2016   13:09 Diperbarui: 11 Agustus 2016   14:18 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Depan Rumah Darjo (tengah) rimbun pohon Pare, 9/8/2016 (dokpri)

“Alhamdulillah, Gapoktan Sumber Makmur dua kali musim panen produktivitas padi meningkat tajam dan bahkan tertinggi di Cilacap, kini setiap satu hektar bisa mencapai 9,5 ton dibandingan tiga tahun yang lalu paling 4,5 Ton/HA.” ungkap Darjo dengan bangga. Tentu keberhasilan ini tidak lepas dari adanya Rubuha dalam jumlah yang ideal di areal persawahan hingga aman dari serangan hama tikus.

Keberhasilan tersebut menjadi kebanggaan tersendiri bagi KPw BI Purwokerto sebagai Team Pengendali Inflasi Daera (TPID) turut memberi dukungan serta membantu Rubuha, tidaklah sia-sia. Dengan kenaikan produktivitas padi petani turut serta mengendalikan inflasi daerah, sebagaimana diungkapkan Kepala Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan KPw BI Purwokerto, Djoko Juniwarto dalam setiap kesempatan “Program Rubuha Tyto Alba predator alami hama Tikus, jelas sangat membantu pemerintah dalam mengendalikan inflasi dari sektor pertanian terutama komponen beras yang memiliki andil cukup besar, bahkan sudah kami reduplikasi di berbagai desa di Banyumas,” ungkapnya.

Namun, setelah Rubuha terpasang ternyata tidak serta merta si Tyto Alba mau menempati sarangnya, burung unik ini sebelum menempati sarangnya beserta pasangan setianya, terlebih dahulu mengamati dan menjadikan tempat singgah dahulu. Proses alami ini perlu waktu agak lama.

“Tak ada jalan lain untuk mempercepat proses penghunianya kami memindahkan sepasang indukan sekaligus beserta anaknya,” ungkap Darjo. Lebih lanjut Darjo mengungkapkan ternyata lebih efektif karena mau tidak mau sepasang indukan akan kembali ke Rubuha untuk memberi makan anaknya dalam kurun waktu 4 bulan, akhirnya secara alami terbiasa dengan sarang barunya.

Ternyata persoalannya belum tuntas, mengingat setiap tahun masa kawin dan bertelor si Tyto Alba pada bulan April dan September, setelah itu anaknya dirawat hingga usia 4 bulan. Persoalan baru timbul, setelah anaknya pandai terbang oleh induknya diusir dari kandangnya supaya mandiri, namun yang terjadi sering dijumpai anak Tyto Alba muda jatuh di bawah kandang. Lalu rekan petani yang mengetahui, menangkap mereka dan menyerahkan anakan Tyto Albanya, sebagaimana didukung dengan adanya Peraturan Desa (PERDES) Maos Kidul, berupa larangan berburu dan menangkap Tyto Alba yang ditemukan.

“Lagi-lagi hal ini menginspirasi kami dan dibantu KPw BI Purwokerto untuk membuat penangkaran guna menampung anakan Tyto Alba yang terlantar, sebelum mereka mampu berburu secara mandiri,” ujar Darjo yang berpegang pada ‘Komunikasi – Koordinasi – Solusi’ dalam mengatasi masalah, membawa berkah, gayung pun bersambut KPw BI Purwokerto menyalurkan bantuan sebesar Rp 50 juta tunai guna membangun penangkaran tersebut.


Penangkaran Alba Tyto di Maos Kidul, Selasa 9/8/2016 (dokpri)
Penangkaran Alba Tyto di Maos Kidul, Selasa 9/8/2016 (dokpri)
Kini penangkaran berdiri dengan megah di belakang balai desa Maos Kidul, luas 6 x 9 meter, tinggi 7 meter dan dilengkapi pula dengan tempat logistik/persediaan berupa tikus hidup makanan Tyto Alba muda sebelum mereka mampu mandiri berburu, mengingat sifat mereka yang kanibal bila kekurangan persediaan makanannya.

Darjo sedang menunjukkan lobang memasukkan Tikus di tempat logistik (dokpri)
Darjo sedang menunjukkan lobang memasukkan Tikus di tempat logistik (dokpri)
Dalam kandang ada 8 ekor Tyto Alba, yang terlihat 3 ekor berumur 2,5 bulan sedang lima ekor ada di kandang atas. Mereka sedang ditangani oleh Darjo bertindak sebagai pawangnya hingga tiba saatnya siap mereka akan dilepas mengawal areal sawah dari serangan hama tikus untuk ketahanan pangan.

Darjo menunjukkan 3 ekor Tyto Alba muda calon predator tikus (dokpri)
Darjo menunjukkan 3 ekor Tyto Alba muda calon predator tikus (dokpri)
Gapoktan Sumber Makmur mengelola Rubuha sebagai predator alami hama tikus dan penangkaran Tyto Alba menjadikan Desa Maos Kidul, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap ini mulai terkenal sebagai sentra Tyto Alba jenis Serak Jawa.

Keberhasilan Darjo dan kawan-kawan, menarik berbagai kalangan dari berbagai daerah, mereka pada datang bertamu mulai dari kelompok tani, perguruan tinggi, Mahasiwa serta anak-anak SMA dan SMK Pertanian. Kini banyak desa yang meminta Darjo membuatkan Rubuha dengan isinya.

Bahkan keberhasilan Tyto Alba sebagai salah satu ‘pasukan’ pengendali inflasi, mendorong KPw BI Purwokerto untuk mereduplikasi serupa di wilayah lainnya, “Kami mereplikasi di Enam Desa di Banyumas, dengan jumlah rata-rata 12 unit di setiap desa,” ungkap Djoko, dan salah satu realisasi sudah saya tulis klik disini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun