Pajak berganda dapat memiliki dampak yang merugikan, baik bagi wajib pajak maupun perekonomian secara keseluruhan. Beberapa dampak yang mungkin terjadi antara lain:
- Bea Biaya Tambahan: Pajak berganda menyebabkan wajib pajak harus membayar pajak lebih dari sekali atas pendapatan atau transaksi yang sama, sehingga menimbulkan beban pajak yang berlebihan. Contohnya, seorang pengusaha yang melakukan transaksi lintas batas antara dua negara dapat dikenai pajak oleh kedua negara tersebut atas pendapatannya, menyebabkan biaya tambahan yang signifikan.
- Ketidakpastian Hukum: Pajak berganda menciptakan ketidakpastian hukum karena wajib pajak sulit untuk mengetahui kewajiban pajak yang sebenarnya atas suatu transaksi atau pendapatan. Contohnya, jika dua negara memiliki definisi yang berbeda tentang tempat kediaman pajak, wajib pajak mungkin kesulitan untuk menentukan negara mana yang seharusnya memungut pajak atas pendapatannya.
- Gangguan pada Investasi dan Perdagangan: Pajak berganda dapat mengganggu investasi dan perdagangan karena menciptakan lingkungan bisnis yang tidak stabil dan tidak dapat diprediksi. Contohnya, perusahaan asing mungkin enggan untuk berinvestasi di suatu negara jika mereka harus membayar pajak ganda atas pendapatannya, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi dan perdagangan internasional.
- Ketidakadilan Pajak: Pajak berganda dianggap tidak adil bagi wajib pajak karena mereka harus membayar pajak lebih dari sekali atas pendapatan atau transaksi yang sama. Contohnya, seorang individu yang memiliki properti di dua negara mungkin harus membayar pajak atas properti tersebut di kedua negara tersebut, meskipun pendapatan yang dihasilkan dari properti tersebut sama.
Bagaimana Solusi untuk Mengatasi Pajak Berganda?
Untuk mengatasi masalah pajak berganda, diperlukan langkah-langkah yang tepat dari pemerintah dan otoritas pajak. Beberapa solusi yang dapat diambil antara lain:
- Koordinasi antara Otoritas Pajak > Contoh: Sebuah negara memiliki otoritas pajak pusat dan otoritas pajak daerah yang berwenang untuk mengumpulkan pajak. Untuk mencegah pajak berganda, otoritas pajak pusat dan daerah perlu berkomunikasi secara teratur dan berkoordinasi dalam menentukan kewajiban pajak bagi wajib pajak yang beroperasi di wilayah mereka. Misalnya, jika sebuah perusahaan memiliki operasi di berbagai daerah di negara tersebut, otoritas pajak pusat dan daerah perlu menyelaraskan penetapan kewajiban pajak agar tidak terjadi tumpang tindih.
- Peningkatan Kepastian Hukum > Contoh: Otoritas pajak menyediakan panduan yang jelas dan transparan tentang aturan perpajakan yang berlaku, termasuk prosedur pemeriksaan dan kewajiban pajak. Dengan demikian, wajib pajak dapat lebih yakin dalam memahami kewajiban mereka dan menghindari kesalahan yang dapat menyebabkan pajak berganda. Sebagai contoh, Indonesia telah mengeluarkan panduan resmi, seperti Peraturan Direktur Jenderal Pajak, yang memberikan arahan mengenai penerapan aturan perpajakan yang berlaku.
- Penyelarasan Kebijakan Perpajakan > Contoh: Pemerintah pusat dan daerah mengadopsi kebijakan perpajakan yang seragam atau setidaknya saling mendukung satu sama lain. Misalnya, dalam hal pengenaan pajak atas properti, pemerintah pusat dan daerah dapat menetapkan tarif pajak yang serupa atau setidaknya mengkoordinasikan penentuan nilai pajak agar tidak terjadi tumpang tindih atau pengenaan pajak ganda.
- Penguatan Sistem Perpajakan > Contoh: Pemerintah melakukan investasi dalam pengembangan infrastruktur perpajakan, seperti sistem informasi perpajakan yang terintegrasi dan efisien. Dengan infrastruktur yang kuat, otoritas pajak dapat lebih efektif dalam mengelola data wajib pajak dan mencegah terjadinya kesalahan dalam pengenaan pajak. Sebagai contoh, India telah meluncurkan proyek GSTN (Goods and Services Tax Network) untuk mengelola sistem pajak barang dan jasa yang terintegrasi secara efisien di seluruh negara.
Dengan mengambil langkah-langkah ini, diharapkan dapat mengurangi risiko pajak berganda dan menciptakan lingkungan perpajakan yang lebih stabil dan adil bagi semua pihak yang terlibat.
Sumber Referensi:
- Bird, R. M., & Gendron, P. P. (2007). The VAT in Developing and Transitional Countries. Cambridge University Press.
- DDTCNews. (2023, May 18). Mengenal Pajak Berganda dan Contoh Kasusnya. https://news.ddtc.co.id/mengenal-pajak-berganda-dan-contoh-kasusnya-1794431Â
- Journal FH UNSRI. (n.d.). THE MODEL PREVENTION ON DOUBLE TAXATION AGREEMENT. Â http://journal.fh.unsri.ac.id/index.php/SLCon/article/download/794/295
- Konsultan Pajak Surabaya. (n.d.). Pengantar Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Tax Treaty. https://konsultanpajaksurabaya.com/pengantar-persetujuan-penghindaran-pajak-berganda-p3b-atau-tax-treaty
- Ministry of Finance, Republic of Indonesia. (2023). Annual Report on Taxation.
- Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). (2019). Addressing the Tax Challenges of the Digitalisation of the Economy: Policy Note by the OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS. OECD Publishing.
- Scholar UNAND. (n.d.). BAB 1 (Pendahuluan). Â http://scholar.unand.ac.id/209404/2/BAB%201%20%28Pendahuluan%29.pdf