Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sambut Ramadan, Adakan Tradisi Munggahan Bersama di Kantor

5 Juni 2016   11:27 Diperbarui: 5 Juni 2016   12:47 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebagian Teman-teman Berpose Sehabis Munggahan |Dokpri

Anggaplah hari pertama makan sahur adalah Senin dinihari. Artinya Kamis pada minggu sebelumnya adalah hari terakhir kami sekantor makan siang bareng, kecuali sebagian dari kami yang tidak wajib menjalankan ibadah puasa Ramadan. Bagaimana dengan hari Jum’at jelang libur akhir pekan, lalu minggu berikutnya langsung memasuki bulan puasa? 

Di kantor saya dulu, ada sekitar 250-300an staff, karyawan, OB, termasuk Satpam dan Supir. Sebisa mungkin pada hari itu semua ikut dalam acara Munggahan. Munggahan,menurut beberapa teman penggagas acara di kantor, adalah sebuah tradisi yang dari tahun ke tahun diadakan oleh masyarakat di Jawa Barat. Tradisi ini khususnya untuk menyambut kedatangan Bulan Suci Ramadan, karenanya diadakan pada hari terakhir bulan Ruwah (Sya’ban). Dalam pelaksanaannya, untuk alasan ketersediaan waktu dan kepraktisan maka munggahan diadakan tidak tepat sehari menjelang bulan Ramadan, namun bisa juga pada dua atau tiga hari sebelumnya. Itu sepanjang yang Penulis ingat saat di kantor dulu.


Siapa saja yang hadir pada acara Munggahan?

Semua saja yang ingin dan bisa ikut serta. Artinya, acara itu diikuti baik oleh staf atau karyawan Muslim maupun non-Muslim. Kebetulan memang kantor Penulis komposisinya adalah multikultural, multi ras, multi kewarganegaraan, dan sebagainya.

Meskipun Munggahan konon adalah tradisi yang dikenal di Jawa Barat, kami tidak begitu mempedulikan hal itu. Kami semua hanya memahami bahwa yang penting adalah menyambut momen religius dari pemeluk beragama Muslim yang akan menjalankan ibadah puasa selama 30 hari.

Maka momen ini menjadi bermakna untuk berkumpul, bermaaf-maafan menjelang ibadah istimewa; mengungkapkan penghormatan dari non-Muslim kepada rekan Muslim; juga menikmati kebersamaan dalam banyak butir acaranya. Biasanya acara terdiri dari kata sambutan; doa syukur atas berkat Allah yang membuat kami bisa berada di satu tempat dalam keadaan sehat; lalu menikmati hidangan makanan yang biasanya kombinasi dari potluck (hadirin membawa sesuatu yang kemudian dikumpulkan dan dinikmati sebagai sajian bersama), dan makanan yang kita pesan dari kantin kantor atau katering; lalu ada doa penutup; kemudian salam-salaman antar hadirin.

Acara bersalam-salaman tak kalah mengesankan dibanding acara lainnya, termasuk makan-makan. Staf Muslim berdiri berjajar terus sampai seperti lingkaran besar. Lalu Staf non-Muslim mengantri menyalami mereka yang berjajar itu. Namun mereka yang sudah selesai disalami, gantian menyalami rekan di sebelahnya, lalu sebelah yang disebelahnya – begitu seterusnya. Ada pelukan juga tentunya sebagai ungkapan dukungan semangat dan ungkapan bermaaf-maafan bila itu antar sesama Muslim.

Dari berbagai sumber, Penulis menangkap beberapa hal penting dari Munggahan. Berikut di bawah ini adalah sebagian pemahamannya.

Apa itu Munggahan ?

Menurut Kamus Umum Bahasa Sunda (1992), munggah berarti hari pertama puasa pada tanggal satu bulan Ramadan. Secara filosofis, Munggah melibatkan proses naik (bergerak) secara lahiriah dan batiniah. Dalam konteks menyambut bulan Ramadan, terkandung makna “unggah kana bulan nu punjul darajatna”, artinya naik ke bulan yang luhur derajatnya. “Munggah”  mengandung makna perubahan, baik ragawi (menahan diri saat haus dan lapar) maupun batiniah (membersihkan pikiran dari hal-hal tercela, meningkatkan keimanan dan takwa, dsb.).

Seiring dengan perkembangan zaman, Munggahan oleh sebagian masyarakat terkesan dipahami sebagai acara makan bersama atau kumpul-kumpul bareng keluarga atau teman untuk menyambut bulan Ramadan. Meski tradisi munggahan mulai memudar, namun tampaknya esensi dan filosofinya masih banyak yang menjalaninya. Acara yang kental dengan rasa kebersamaan tersebut diharapkan bisa mempererat tali silaturahmi, saling menghargai dan menghormati satu sama lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun