Mohon tunggu...
Indria Salim
Indria Salim Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer

Freelance Writer, Praktisi PR di berbagai organisasi internasional (1990-2011) Twitter: @IndriaSalim IG: @myworkingphotos fb @indriasalim

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jangan Punya Anak Jika Tak Mampu Menyayangi Semestinya

14 Mei 2015   23:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:02 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_417494" align="aligncenter" width="477" caption="Foto penyelamatan anak/sumber"][/caption]

Airmata ini  menetes, membaca berita DI, anak berumur sepuluh tahun yang setelah mendapat perlakuan kekerasan, ditelantarkan oleh orang tua kandungnya sendiri. DI ini, sebulan menggelandang, tidur di pos jaga keamanan di kompleks rumahnya. Selama itu pula ia tidak masuk sekolah, dan hari-harinya dipenuhi dengan mondar-mandir bersepeda keliling kompleks rumahnya, di Perumahan Citra Gran Cibubur, Cluster Nusa Dua Blok E8 Nomor 37, sementara kebutuhan makan minumnya disediakan oleh tetangga yang bersimpati kepadanya. Anehnya, ketika ada tetangga yang mencoba menampung Dani, khususnya saat malam hari, maka orangtua Dani akan melabraknya. Orangtua Dani bersikeras, bahwa upaya itu merupakan caranya dalam mendidik anak.

[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Penyelamatan anak-anak korban penelantaran orang tua |Foto: Tribunnews Pekanbaru"]

Penyelamatan anak-anak korban penelantaran orang tua |Foto: Tribunnews Pekanbaru
Penyelamatan anak-anak korban penelantaran orang tua |Foto: Tribunnews Pekanbaru
[/caption] Tim Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya (PMJ) menggerebek rumah dan mengamankan orang tua, Utomo Purnomo dan Nurindra Sari, yang dilaporkan menelantarkan anak kandungnya, AD (10), dengan melarang masuk ke rumah dan tinggal di pos satpam komplek perumahan.

Saat ini DI, dan keempat saudara kandungnya (kakak dan adik) yang ditelantarkan orang tuanya, sementara sudah berada di rumah aman untuk atasi trauma. Ilma Sovriyanti dari Satgas Perlindungan Anak mitra Kementerian Sosial mengungkapkan, rumah aman berbasis keluarga  ini milik swasta atau organisasi dimana DI (8), kakaknya sikembar (10) dan dua adik perempuannya yang berusia 5 dan 3 tahun ditempatkan menjadi satu bersama keluarga baru. Jadi tidak akan ada yang dipisahkan satu sama lain.

Hal ini dimungkinkan setelah adanya kepedulian dan pelaporan, yang melibatkan kerjasama antara KPAI dan Team Gabungan SubditJatanras (Kejahatan dan Kekerasan) Polda Metro Jaya, serta seluruh komunitas Media dan Media Sosial (Facebook), dan warga sekitar.

Sungguh aneh dan membuat penasaran, mengapa orang tua tega melakukan hal ini, dan lebih parahnya – ditengarai bahwa orang tua DI melakukannya pada kelima anak-anaknya. DI adalah anak ke-tiga, kebetulan diduga yang paling sering menerima akibat tindak kekerasan ayahnya. Media berita online detik[dot]com, melansir bahwa Tim gabungan Polisi-KPAI-Kemensos mengamankan pasangan suami istri (orang tua DI), yang secara sengaja menelantarkan lima orang anaknya. Si ayah berprofesi sebagai dosen.

Kita tahu bahwa mendidik anak tidak selalu mudah. Setiap anak punya pembawaan masing-masing. Kadang tertangkap dalam pengamatan keseharian, anak-anak tidak selalu mudah diatur, dan anak yang berbeda -- tidak selalu memerlukan pola komunikasi yang sama dalam keluarga. Karakter dan kepribadian anak beragam.

Di pihak lain, tidak semua orang tua yang 'ketitipan amanah dengan adanya anak', punya pengetahuan yang memadai dalam hal pengasuhan dan pendidikan anak.

Memang, setiap orang tua pasti punya naluri mengasuh, membesarkan, dan mendidik anaknya sebaik yang mereka mampu. Ada yang penuh kesadaran berusaha memberikan pola pendidikan melalui contoh tindakan, ada yang dengan banyak memberikan nasihat, teguran, dan berbagai cara lainnya.

Saya menduga, sebagian orang salah kaprah memahami dan mencampur-adukkan pengertian pendidikan. Mereka mencampur adukkan pemahaman bahwa pendidikan itu langsung terkait pengajaran dan pendidikan yang dilakukan oleh guru di sekolah formal.

Ini menarik, karena ketika Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei yang lalu, banyak kita jumpai artikel yang merujuk pada Guru, dan penghargaan terhadap guru. Padahal, pendidikan itu tidak saja seharusnya ditimpakan kepada para guru. Pendidikan itu bahkan sejak bayi masih ada di dalam kandungan, lalu saat awal masa sepanjang balita, kemudian masa remaja dan seterusnya, tentu erat hubungannya dengan peran orang tua dan lingkungan keluarga.

Panjang kalau dibahas, ya. Semoga semua bisa mengambil hikmahnya.

Memberikan pendidikan untuk membentuk karakter yang solid, sungguh penting bagi tumbuh kembang anak untuk menyiapkan mereka menjadi manusia dewasa yang mandiri, percaya diri, memahami nila dan tata moral kehidupan, penuh kasih sayang, toleran, dan mampu menjadi bagian masyarakat yang berguna.

Anak-anak dengan dasar pembekalan moral yang kuat, besar kemungkinan menjadi anak-anak yang menikmati hidupnya sebagai orang yang bahagia dan mengalami kepuasan hidup – dan ini tidak selalu bisa diukur dari indikator material yang dicapainya.

Apa yang bisa diharapkan dari anak yang mengalami trauma masa kecil, dibully oleh orang tua kandungnya sendiri. Contoh kekerasan sudah ia alami sendiri secara pribadi. Masih remang, apa motif dan bagaimana keadaan kejiwaan orang tua anak-anak yang malang itu. Apakah mereka sekadar punya pemahaman keliru soal mendidik anak, atau mereka menganut paham sesat yang menghancurkan perkembangan anak, atau justru kejiwaan orang tua tersebut yang sudah rusak? Kita tidak bisa membuat asumsi, sampai semua penyelidikan oleh yang berwajib purna dan tuntas. Sebagai renungan kita semua, pendidikan terbaik adalah melalui contoh tindakan nyata. Contoh, contoh, dan tauladan --- itu yang perlu kita ingat sebagai orang tua yang sadar akan tanggung jawab mengemban amanat, dan menerima amanah dari Yang Maha Kuasa. Anak-anak kita, anak-anak yang berhak mendapatkan masa depan gemilang. Tugas orang tua, menyiapkan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas secara fisik, emosional, mental, dan spiritual. Salam Kompasiana. | Twitter: @IndriaSalim

Referensi:

Pekanbaru.tribunnes.com

News.detik.com

Poskotanews.com

Metro.news.viva.co.id

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun