Mohon tunggu...
Indrato Sumantoro
Indrato Sumantoro Mohon Tunggu... Pemerhati Aspal Buton.

Pemerhati Aspal Buton.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kenapa Kita Takut Swasembada Aspal 2030? Jawabannya Ada di Pulau Buton

21 September 2025   07:30 Diperbarui: 21 September 2025   07:24 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buton sudah menyiapkan jawabannya. Cadangan aspal alam yang melimpah menunggu tangan-tangan pekerja lokal. Teknologi bersih dan efisien telah diuji di berbagai negara. Ketakutan bahwa kita belum siap adalah kebohongan yang terus dipelihara.

Bayangkan dampaknya bila Buton menjadi pusat hilirisasi aspal nasional. Lapangan kerja baru, devisa terselamatkan, dan Indonesia berdiri tegak sebagai pemilik jalan yang sesungguhnya. Tidak ada alasan teknis yang bisa menghalangi, kecuali ketakutan politik. Dan ketakutan politik hanya bisa dilawan dengan keberanian politik.

Ketika pemimpin daerah berani mendorong petisi, suara nasional justru sunyi. Publik sibuk pada isu receh media sosial, lupa bahwa kedaulatan jalan adalah tulang punggung ekonomi. Ketakutan kolektif ini adalah penyakit mental bangsa. Penyembuhannya hanya satu: kesadaran bahwa kita bisa.

Swasembada aspal bukan hanya proyek infrastruktur. Ia adalah ujian kemerdekaan sejati di abad ke-21. Kita pernah menolak penjajahan bersenjata, mengapa kini tunduk pada penjajahan aspal? Ketakutan ini menyingkap rapuhnya nasionalisme praktis kita.

Solusinya sederhana: tetapkan Buton sebagai pusat industri aspal nasional dengan mandat presiden. Dorong investasi, pastikan pembiayaan, dan wujudkan Swasembada Aspal 2030 sebagai keputusan politik, bukan sekadar target teknokrat. Semua prasyarat ada di depan mata. Kita hanya menunggu keberanian di puncak kekuasaan.

Indonesia tidak kekurangan sumber daya, hanya kekurangan nyali. Ketakutan itu sama sekali tidak beralasan karena jawabannya sudah terang-benderang ada di Pulau Buton. Setiap tahun kita menunda, setiap tahun pula kita membayar harga ketakutan. Para generasi mendatang akan menagih pertanggungjawaban.

Waktunya menutup buku ketakutan dan membuka bab kedaulatan. Presiden harus berbicara tegas, bukan memberi janji samar. Buton telah menyiapkan karpet hitam kemerdekaan infrastruktur. Jika sekarang pun kita terus ragu, sejarah akan menulis: Indonesia memiliki kekayaan aspal tak tertandingi, tetapi mengapa Presidennya sendiri yang gentar memanfaatkannya?.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun