Mohon tunggu...
Indrato Sumantoro
Indrato Sumantoro Mohon Tunggu... Pemerhati Aspal Buton.

Pemerhati Aspal Buton.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Nasionalisme Aspal Buton

7 September 2025   08:30 Diperbarui: 7 September 2025   08:21 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengertian Nasionalisme. Sumber: nesabamedia.com

Kemerdekaan Indonesia bukan hanya tentang mengibarkan bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan. Kemerdekaan adalah janji untuk membangun bangsa dengan kekuatan sendiri, dari tanah dan kekayaan yang kita miliki sendiri. Aspal Buton adalah salah satu kekuatan itu, yang sejak lama menunggu untuk diangkat sebagai kebanggaan nasional. Namun anehnya, kita justru membiarkan kekayaan ini terus tertidur panjang, sementara kita mengemis aspal impor dari negeri orang.

Nasionalisme bukanlah kata indah di pidato 17 Agustus. Nasionalisme adalah tindakan nyata yang melindungi, mengolah, dan memanfaatkan sumber daya bangsa demi rakyat sendiri. Ketika kita mengimpor aspal, padahal punya Aspal Buton yang melimpah, itu bukan nasionalisme, itu pengkhianatan terhadap amanat kemerdekaan. Maka cinta tanah air harus dibuktikan, bukan diucapkan.

Petisi Aspal Buton Online melalui aplikasi Change.org hadir sebagai ujian bagi mereka yang mengaku nasionalis. Petisi ini bukan sekadar tanda tangan di dunia maya, tetapi simbol komitmen untuk menjadikan Indonesia swasembada aspal 2030. Menandatangani petisi ini berarti berdiri tegak membela sumber daya negeri. Menolak atau diam berarti memilih terus menjadi penonton penjajahan gaya baru.

Ironisnya, banyak yang mengaku cinta merah putih, tetapi ketika diminta dukungan untuk Aspal Buton, mereka menghilang. Padahal harga tanda tangan di petisi itu tidak sebanding dengan harga kedaulatan bangsa. Mereka rela menghabiskan waktu untuk isu-isu remeh temeh, namun enggan bergerak untuk sesuatu yang akan menghemat miliaran dolar impor aspal. Inilah nasionalisme setengah hati yang harus kita bongkar.

Aspal Buton bukan sekadar batuan bitumen di Pulau Buton. Ia adalah simbol kemandirian ekonomi, ketahanan infrastruktur, dan martabat bangsa. Jika kita mampu mengolahnya, kita bisa membangun jalan dari Sabang sampai Merauke tanpa harus menadahkan tangan ke luar negeri. Inilah esensi kemerdekaan yang sesungguhnya.

Presiden Prabowo Subianto kini berada di persimpangan sejarah. Di satu sisi, beliau pernah menulis tentang "Paradoks Indonesia" dan mengkritik ketergantungan pada pihak asing. Di sisi lain, peluang emas untuk membuktikan itu ada di depan mata: swasembada aspal dengan mengandalkan Aspal Buton. Pertanyaannya, apakah beliau akan mengambil langkah tegas atau hanya menjadi bagian dari paradoks itu sendiri?

Petisi Aspal Buton Online adalah kaca pembesar yang memperlihatkan siapa yang benar-benar nasionalis. Nama-nama yang tercatat di sana adalah bukti siapa yang mau berjuang dan siapa yang sekadar bicara. Bahkan rakyat biasa pun bisa menunjukkan nasionalismenya dengan satu klik tanda tangan. Jadi alasan apalagi yang dimiliki para pejabat untuk diam?

Pemerintah daerah, khususnya di Sulawesi Tenggara, seharusnya berada di garis paling depan perjuangan ini. Mereka yang hidup di tanah yang menyimpan harta karun aspal terbesar di dunia tidak boleh pasif. Mendukung petisi ini berarti mendukung masa depan rakyat Buton dan masa depan Indonesia. Sebaliknya, diam berarti menggadaikan potensi daerah demi kepentingan asing.

Nasionalisme Aspal Buton bukan hanya milik warga Buton. Ini adalah urusan seluruh rakyat Indonesia, karena jalan yang dibangun dari Aspal Buton akan menghubungkan seluruh nusantara. Bayangkan, kita mengendarai kendaraan di jalan yang 100% dibuat dari kekayaan negeri sendiri. Rasanya pasti berbeda dibanding melintas di jalan yang dibeli dari kantong negara lain.

Kita harus sadar, penjajahan masa kini tidak selalu datang dengan senjata dan tank. Penjajahan bisa datang dalam bentuk kontrak impor, hutang luar negeri, dan ketergantungan pada pasokan asing. Aspal impor adalah bentuk penjajahan yang paling halus, tetapi dampaknya mematikan kedaulatan ekonomi kita. Cukup sudah kita dibodohi dengan dalih kualitas dan efisiensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun