Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Mengapa Semakin Dewasa Semakin Berkurang Teman Kita?

20 November 2021   13:07 Diperbarui: 20 November 2021   14:09 2239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang Wanita Yang Merasa Kesepian. Sumber Jawa Pos

Saat kecil dulu orang tua berpesan, carilah teman sebanyak mungkin. Pesan inilah yang menjadi pegangan ketika berada di lingkungan baru. Berusaha mencari teman sebanyak mungkin untuk mengobrol, saling membantu atau bahkan mempeluas jaringan. 

Tidak jarang akhirnya muncul kumpulan teman khusus yang dinamai geng. Ada geng Ijo Lumut (Ikatan Jomblo Lucu dan Imut), Geng CC Uda (Cewek Cantik, Unik dan Menggoda), Geng Copot (Cowok Playboy Otentik) atau Geng Gang Sapi bentukan Engkong Felix Tani dan beranggotakan Pak Rudy Gunawan. Hehe

Ironisnya seiring bertambah usia, tanpa disadari teman kita akan berkurang satu persatu. Ada dengan alasan sibuk, punya teman lain, sudah menikah, sudah tidak sejalan atau ternyata ditinggal oleh teman untuk selamanya (meninggal). 


Di atas adalah sepenggal video yang menggambarkan realita kehidupan dimana dulu banyak memiliki teman namun perlahan mulai terasa asing dan kemudian menghilang. 

Seorang teman kuliah pernah membuat sebuah postingan. Dirinya merasa sedih karena teman-teman saat kuliah sudah banyak berubah. Untuk kumpul bareng saja mustahil apalagi jika mengulang keseruan di masa kuliah dulu. Teman saya merasa kecewa kenapa waktu justru membuat banyak temannya menghilang. 

Keceriaan Bersama Para Sahabat. Sumber Grid.id
Keceriaan Bersama Para Sahabat. Sumber Grid.id

Saya pun mencoba menghitung seberapa banyak teman masa kuliah yang masih dekat hingga sekarang. Dulu saat kuliah teman saya sangat banyak. Teman angkatan saja ada 100 orang lebih ditambah teman lintas angkatan, jurusan dan fakultas hingga teman masa organisasi. 

Kini jika dihitung teman masa kuliah yang masih intens interaksi ternyata kurang dari 10 orang. Ketika membuat status di sosial media pun, mereka hanya jadi pengamat saja tanpa ada interaksi personal.

Pertemanan Bersifat Dinamis, Benarkah? 

Saya akui ini benar. Ada banyak kondisi dan faktor yang membuat kita kehilangan teman terdekat seiring bertambah usia. 

Saya punya teman angkatan yang sangat seru diajak bercanda. Bahkan ketika tugas kuliah pun sering bentuk kelompok bareng. Sejak menikah, ia membatasi dirinya. Kini ketika diajak kumpul pun, teman saya ini nyaris tidak bisa datang. 


Ada kisah lain dimana 2 sahabat akhirnya saling membenci dikarenakan faktor percintaan. Dimana mereka mencintai sosok yang sama dan membuat hubungan jadi renggang hingga sekarang.

Ada sahabat yang memilih putus hubungan silahturahmi karena dikecewakan. Si sahabat berhutang dan yang bikin kesal, si sahabat amnesia terhadap hutangnya. 

Teman Dekat Yang Kemudian Menghilang. Sumber Greatmind
Teman Dekat Yang Kemudian Menghilang. Sumber Greatmind

Disini saya percaya bahwa sahabat bisa jadi musuh dan musuh pun bisa jadi sahabat. Tidak percaya?

Dulu saat Pak Jokowi maju sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ada hubungan erat dengan Pak Prabowo yang jadi salah satu pihak pengusung di Pilgub. Namun saat momen Pilpres dimana Pak Jokowi menjadi rival Pak Prabowo. Dikabarkan hubungan mereka sempat renggang. 

Kini hubungan sudah membaik dimana Pak Prabowo menjadi salah satu punggawa yang mengambil bagian pada Kabinet Indonesia Maju. Ini karena waktu menciptakan banyak kondisi. 

Faktor lain penyebab lingkaran pertemanan semakin menyempit karena kita sudah melakukan filterisasi. Mana saja yang masih satu aliran, satu pemikiran dan satu kesamaan. Ketika menyadari ada yang tidak sesuai maka otomatis akan ter-filter dalam diri. 

Ini sangat terasa, jika dulu pertemanan di masa kuliah karena didasari oleh angkatan sama. Namun setelah mengalami konsentrasi keilmuan, teman mulai berkurang secara otomatis. 

Setelah lulus pun kembali terjadi filterisasi dimana yang bertahan hanyalah teman yang satu visi. Saya lebih nyambung dengan teman suka bahas traveling dan hobi. 

Ketika ada yang bahas percintaan, hang out ke mall, hingga pencapaian yang berlebihan. Saya seakan kurang nyambung dan jadi silent reader di group. 

Salah kah Jika Perteman Kita Terbatas? 

Setiap orang pasti punya penilaian dan jawaban masing-masing terhadap pertanyaan ini. Secara personal tidaklah salah karena semakin dewasa kita hanya ingin fokus dengan segala sesuatu yang sejalan. 

Bagi saya lebih baik punya 1 atau 2 teman saja namun satu frekuensi dibandingkan ratusan namun saya tidak nyaman berada diantara mereka. 

Ada kalimat bijak dari teman, "semakin dewasa, kita berusaha ingin menikmati hidup bukan lagi terjebak pada kegiatan haha-hihi semata"

Wajar ketika dalam satu tongkrongan dimana kita sudah berusia di atas 30 tahun. Ketika ada seorang kawan yang masih suka bergosip atau jahil dengan teman lain. Tiba-tiba ada celetukan, "apaan sih childish banget."

Celetukan ini tanda bahwa apa yang dulu terasa asyik dan seru tapi semakin bertambah usia maka pola pikir pun berbeda. Akhirnya muncul istilah, ah loe udah gak asyik lagi. 

Tidak ada yang salah karena kembali lagi waktu bisa merubah segalanya termasuk minat, cara berpikir dan penentuan prioritas hidup. 

Kita tidak bisa menyalahkan perubahan karakter atau sikap dari teman yang dulu begitu dekat. Sama seperti tubuh kita yang tiap hari akan bertambah tinggi, bertambah gemuk atau bertambah keriput maka seperti itu pula sikap dan karakter yang juga akan ikut berubah. 

Saya teringat seorang sahabat berkomentar, saya lebih nyaman kondisi saat ini. Hanya ada sedikit teman. Saya tidak lagi pusing dengan drama-drama pertemanan. Teman yang saat ini masih ada sudah cukup untuk membuat saya menikmati hidup dan berkembang. 

Disini saya anggap teman bukan lagi diukur dari sisi kuantitas namun kualitas dari teman itu sendiri.

Meskipun hanya memiliki 1 teman tapi dari sisi omongan nyambung dan bisa untuk saling berbagi sudah terasa cukup.

Teringat kisah di film dimana ada sekelompok geng cewek yang terdiri dari 4 orang. Di depan mereka terlihat sebagai teman yang akur dan tampak saling support. Nyatanya di belakang, mereka saling menjatuhkan, saling menggosipkan bahkan ada yang menikung pasangan sahabat sendiri. 

Tapi kan bisa seperti pepatah, hilang 1 tumbuh 1000.

Sejatinya pepatah itu tidak salah karena ada karakter yang sangat mudah mendapatkan teman. Bahkan jika kehilangan 1 teman bisa mendapatkan banyak teman pengganti. 

Orang yang memiliki sifat ekstrovert sangat paham kondisi ini dimana ia tidak akan kesusahan beradaptasi dengan orang dan lingkungan baru. 

Tapi jika ditanyakan secara mendalam, orang ekstrovert pun tentu akan melakukan filterisasi mana saja orang yang bisa dianggap sahabat dan yang sebatas teman ngobrol. 

***

Jangan pernah merasa rendah diri ketika menyadari bahwa semakin dewasa justru teman berkurang dan terasa cuek. Sangat berbeda ketika dulu pertama kali kenal. 

Kondisi ini lumrah terjadi oleh siapapun termasuk saya personal. Hal yang perlu digarisbawahi adalah meski kini pertemanan menjadi sempit tapi pastikan teman itu adalah teman yang tepat untuk sharing dan berbagi. 

Untuk apa banyak teman jika hanya jadi benalu atau penonton semu story status kita. 1 teman tapi sudah dianggap keluarga sendiri lebih berharga daripada ratusan teman yang ternyata sudah tidak 1 frekuensi lagi. 

Semoga Bermanfaat

--HIM--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun