Beberapa hari lalu rekan kerja saya curhat kesal dengan suaminya. Sang suami menginformasikan bahwa dirinya menerima sebuah amplop dari seseorang yang sempat dibantu olehnya. Si suami menfotokan amplop tersebut dan terlihat cukup tebal. Ternyata isinya adalah "ucapan terimakasih" berupa uang senominal 1,5 juta.Â
Apa yang membuat rekan kerja saya kesal?Â
Si suami menambahkan informasi bahwa dirinya menolak menerima amplop tersebut dan mengembalikan amplop tersebut kepada si pemberi. Alasannya karena dirinya membantu dengan ikhlas dan apa yang dilakukan memang menjadi tanggung jawabnya.Â
Ternyata ini bukan kejadian pertama. Saat Natal sebelumnya, si suami mendapatkan kiriman parcel makanan dari seorang kenalan. Betapa terkejutnya ternyata di dalam parcel ada bungkusan yang berisi uang sebanyak 5 juta.Â
Reaksi si suami pun tertebak. Dirinya langsung menghubungi si pemberi parcel dan bermaksud mengembalikan parcel dan uang tersebut.Â
"Yakin Pi, dikembalikan? " Kata Rekan saya menegaskan lagi
"Iya, Papi masih sanggup beli pengganti parcel. Uang juga masih bisa dicari"Â
Seperti itulah sepenggal dialog yang diceritakan rekan saya saat itu.Â
Saya pun tertawa melihat rekan saya cerita sambil menunjukan ekspresi kekecewaan. Disatu sisi, rekan saya menunjukan sisi seorang istri yang juga manusia biasa dimana mudah tergoda jika mendapatkan rejeki instan.Â
Disisi lain saya salut dengan sikap suaminya yang memiliki prinsip hidup jujur meskipun istrinya bisa jadi ngambek karena menolak rejeki instan yang ada di depan mata.Â
Bagi sobat Kompasiana yang pernah menonton film Habibie & Ainun yang diperankan oleh Reza Rahardian dan Bunga Citra Lestari (BCL). Ada salah satu scene dimana Pak Habibie menolak 1 koper berisi uang sebagai pelicin dari vendor untuk suatu proyek.Â
Tolakan tersebut karena Pak Habibie ingin berlaku adil dan vendor bisa mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Nyatanya sikap jujur seperti ini masih mendapatkan ancaman dari pihak-pihak yang tidak suka terhadap sosok terlalu jujur dan lempeng.Â
Inilah yang mendasari saya menyatakan bahwa bersikap jujur sangatlah susah pada jaman sekarang dimana banyak orang ingin bertindak instan dan menganggap uang dapat menyelesaikan segalanya.Â
Apa penyebabnya?Â
1. Jujur Dianggap Munafik
Kita kini hidup dimana orang jujur akan dijauhi dan dianggap munafik. Tidak dipungkiri sebagai manusia biasa, kita membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan tersebut.Â
Ketika ada orang menolak diberikan uang instan untuk membantu suatu kepentingan akan langsung dianggap munafik. Apalagi ketika si pemberi paham betul jika orang tersebut membutuhkan uang tersebut untuk memenuhi kebutuhannya.Â
Saya pun masih bingung kenapa orang seperti ini dianggap munafik padahal bisa jadi si orang ini memiliki prinsip kuat tidak akan menerima sesuatu yang bertentangan dengan nurani atau prinsipnya.Â
Misalkan anti menerima uang sogokan, anti menerima uang yang bukan haknya, anti mendapatkan sesuatu secara tidak halal dan sebagainya. Nyatanya label munafik mudah sekali disematkan pada mereka yang berusaha hidup secara lurus dan sesuai agama.Â
2. Tidak Mensyukuri Rejeki
Siapapun pasti senang jika mendapatkan rejeki berbentuk uang apalagi jika diterima dengan cara halal. Namun ketika seseorang menolak uang sogokan atau uang ucapan terima kasih langsung dianggap menolak rejeki.Â
Mungkin respon kecewa yang ditunjukan rekan kerja saya pada suaminya didasarkan pemikiran ini. Uang 5 juta yang diselipkan dalam parcel serta 1,5 juta sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu seharusnya menjadi suatu rejeki tidak terduga.Â
Bisa jadi uang tersebut bisa digunakan untuk bi baju baru, membeli bahan masakan yang enak atau traveling 1 keluarga. Nyatanya si suami menolak uang tersebut bukan bermaksud menolak rejeki namun karena dirinya merasa ia tidak berhak atas uang tersebut dan niatnya ingin membantu secara ikhlas.Â
3. Kejujuran Adalah Ancaman
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pernah menceritakan kisah saat dirinya menjavat sebagai DPR RI. Saat itu banyak hal yang bertentangan dengan hati kecilnya seperti saat dirinya menuliskan kisah perjalanan anggota DPR ke Maroko.
Berdasarkan situs berita yang saya baca, Ahok menceritakan bagaimana perwakilan anggota DPR RI melakukan kunjungan ke Maroko untuk kunjungan kerja justru berakhir berantakan karena lebih didominasi terkait jalan-jalan. Nyatanya kunjungan kerja tersebut menggunakan anggaran dana dari rakyat yang jumlahnya tidak sedikit (berita lengkap klik disini).Â
Tulisan Ahok ini menjelaskan sedikit kisah bahwa terlalu jujur pun bisa menjadi ancaman. Saya yakin tulisan Ahok ini semakin membuka kelakuan oknum perwakilan rakyat yang menyalahgunakan kepercayaan dan anggaran rakyat. Kejujuran seperti ini bisa menjadi ancaman bagi rekannya yang dalam kasus ini adalah oknum dari anggota yang "nakal".
4. Jujur Dianggap Sok Suci atau Sok Pahlawan
Saya pernah membaca kisah dimana seorang ibu menyampaikan protes karena banyak kecurangan yang terjadi selama Ujian Nasional (UN) di tempat sekolah anaknya. Si ibu selalu mengajarkan anaknya untuk jujur dalam bertindak termasuk dalam mengerjakan soal UN.Â
Nyatanya kritikan dirinya terhadap pelaksanaan UN yang tidak jujur serta membiarkan siswa didik berlaku curang dengan menyontek atau mendapatkan jawaban dari pihak-pihak tertentu.Â
Ironisnya sikap si ibu dianggap sok suci atau sok pahlawan bagi orang tua murid lainnya. Justru si ibu dan anak mendapatkan kecaman, ancaman dan perlakuan diskriminatif akibat sikap protesnya ini.Â
Sangat banyak sekali fenomena sosial dimana ketika kita ingin menyampaikan sesuatu kebenaran atau mengungkapkan kesalahan yang berhubungan dengan banyak orang justru dianggap sok suci atau pahlawan kesiangan. Jadi siapkan mental kuat jika ingin berkata jujur.Â
5. Tidak Ada Solidaritas
Seorang teman saya yang berprofesi sebagai guru pernah bercerita bahwa ada beberapa rekan guru yang menyelewengkan dana BOS yang seharusnya untuk membantu operasional sekolah.
Teman saya menolak untuk tanda tangan ataupun menerima dana BOS yang bukan semestinya. Alhasil teman saya dianggap tidak solidaritas dan justru "dikucilkan" oleh oknum seprofesinya.Â
Ketika ada hal ketidaksesuaian dilakukan oleh banyak pihak dan seakan telah menjadi kesepakatan bersama. Namun muncul sosok yang bertentangan dengan kebiasaan yang dilakukan oleh para oknum maka bisa dianggap sebagai bentuk anti solidaritas. Ini karena apa yang dilakukan adalah untuk kepentingan bersama meskipun yang dilakukan adalah hal salah.Â
***
Saya tidak memungkiri bahwa menjadi orang jujur di jaman sekarang justru memiliki beban moral dan tantangan yang sangat besar. Bisa jadi sikapnya yang ingin jujur akan mendapatkan tentangan dari orang terdekat, teman atau bahkan keluarganya sendiri.
Kisah yang saya paparkan dalam artikel ini tidak bermaksud menyudutkan suatu pihak atau profesi tertentu. Saya hanya berusaha memaparkan bahwa di sekitar kita ada fenomena sosial yang sering menyudutkan pihak-pihak yang ingin bersikap jujur.Â
Dalam lubuk hati terdalam, saya mengapresiasi dan salut terhadap orang yang berteguh pada prinsip hidup jujur. Ini karena saya pun bisa jadi seperti oknum nakal yang mudah terlena jika mendapatkan sesuatu secara instan. Namun saya menjadikan kisah orang jujur sebagai inspirasi agar kelak bisa sejujur dan seberani mereka untuk berprinsip dalam ajaran agama.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H