Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Benarkah Ada "Penjajahan" dalam Dunia Pendidikan Indonesia?

16 Februari 2021   11:34 Diperbarui: 16 Februari 2021   12:04 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Seleksi SBMPTN. Sumber Kumparan.com

3. Sistem Seleksi Kurang Fair

Untuk bisa melanjutkan pendidikan di jenjang perguruan tinggi makan umumnya calon mahasiswa harus mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) untuk diterima di kampus Negeri di tanah air. Disini calon mahasiswa bisa mendaftar di 3 kategori yaitu kelas Saintek, Soshum dan Campuran. 

Jika menganalisa terkait materi yang diujikan, mereka yang mengambil kelas Saintek akan diujikan materi pelajaran matematika, IPA, Fisika, Kimia dan Biologi. Materi yang diujikan untuk kelas Soshum meliputi Sejarah, Sosiologi, Ekonomi, Geografi, dan Matematika. Sedangkan Campuran yang diuji adalah materi dari Saintek ditambah Soshum dengan penambahan materi bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. 

Disini jika calon mahasiswa mengambil jurusan Pendidikan Kedokteran sebagai pilihan pertama dan Manajemen di pilihan kedua. Maka dirinya perlu mengikuti tes SBMPTN Campuran. Tentu saja jika mengkalkulasi peluang persaingan, anak IPA pasti lebih unggul di kelas campuran. 

Anak IPS akan kewalahan menghadapi materi ujian Saintek seperti fisika, kimia dan biologi mengingat materi ini bukan bersifat hafalan namun pada teoritis pasti. Materi Soshum lebih banyak berupa hafalan dan studi kasus sehingga kita bisa belajar dari resume-an materi maka mampu memahami materi tersebut. 

Secara sederhana peluang anak IPA masuk ranah Soshum akan besar namun sebaliknya Anak IPS yang berkompetisi di kelas Campuran untuk masuk jurusan Saintek sangatlah kecil. Ini yang saya nilai terkesan kurang fair. 

Bandingkan dengan sistem seleksi di negara maju. Berdasarkan literatur yang saya baca dan kisah teman yang pernah tinggal di negara maju. Pendidikan di negara maju sudah lebih spesifik. Jika mereka ingin mengambil jurusan Soshum maka siswa harus mengambil jurusan Sosial saat sekolah. Begitupun sebaliknya. Ini untuk membuat seseorang spesifik dalam menentukan arah pendidikannya kedepan. 

-----

Melihat 3 hal diatas akhirnya saya memaklumi pernyataan teman kuliah saya mengapa mengatakan ada penjajahan terselubung di pendidikan Indonesia. Pastinya akan ada rasa kecewa bagi mereka yang gagal karena sangat ketatnya persaingan dalam merebut kursi di perguruan tinggi. Apalagi untuk ranah Soshum dimana mereka tidak hanya bersaing dengan sesama lulusan IPS semata namun juga IPA dan jurusan lainnya. 

Apakah sobat kompasiana punya pandangan lain? Ayo kita sharing di kolom komentar. 

Semoga bermanfaat

--HIM--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun