Kota Surabaya pun menjadi alas tikar sosok penting yang menjadi bingkai ideologis para pendiri Republik Indonesia, yakni Haji Oemar Said  (HOS) Tjokroaminoto, Pemimpin Sarekat Islam yang bergelar "Raja Jawa Tanpa Mahkota". Di Gang Paneleh VII Nomor 29-31, tepi Sungai Kalimas, terletak rumah Tjokroaminoto yang disewakan.Â
Di rumah itu sejumlah tokoh berguru dan berdebat kala muda: Sukarno, Semaoen, Alimin, Darsono, Musso, dan Sekarmadji Maridjan Kartosuwirdjo. Kartosuwirdjo adalah keponakan Mas Marco Kartodikromo, seorang tokoh pers yang menjadi inspirasi utama Pramoedya Ananta Toer dalam menulis tetralogi Pulau Buru.
Di rumah itu juga KH Ahmad Dahlan, dan KH Mas Mansyur sering bertukar pikiran, pun bersama Tan Malaka, Ernest Douwes Dekker, hingga Haji Agus Salim.Â
Rumah yang mempertemukan beragam aliran pemikiran dalam pergerakan politik. Rumah yang mempersatukan anak-anak belasan tahun, lalu mereka juga yang saling berhadapan ketika kemerdekaan bangsa berhasil diraih.Â
Semula mereka saling mengasuh, mengasihi, dan terjebak dalam kemelut sejarah sebagai tokoh yang saling menyingkirkan.Â
Surabaya juga dikenal sebagai Kota Pahlawan dalam Perang Kemerdekaan, 10 November 1945. Masyarakat dengan kultur terbuka. Sukarno meresmikan Universitas Airlangga Sembilan tahun kemudian, yakni tanggal 10 November 1954.Â
Dibandingkan dengan Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung dan Universitas Gajah Mada, kiprah alumnus Universitas Airlangga masih belum banyak mewarnai panggung kenegaraan...
*) Serial tulisan pembuka bertajuk "KRONIK AIRLANGGA HARTARTO: Jurnal Kehidupan Sang Nahkoda Armada Panca Bakti" buah pena Indra J Piliang. Â