Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Urgensi Reshuffle Kabinet

7 Juni 2019   03:56 Diperbarui: 8 Juni 2019   07:41 1764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Calon presiden Joko Widodo menyampaikan rasa bahagia di hadapan massa pendukungnya yang memenuhi Gelora Bung Karno, Jakarta, Sabtu (13/4/2019) sore. (Foto: Dokumen Pribadi)

Kalau tidak ada peristiwa hukum yang diluar batas normal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal melakukan perombakan (reshuffle) kabinet terbatas usai pembacaan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (RI) menyangkut sengketa Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres). Tentu apabila keputusan MK RI itu tetap memenangkan pasangan Jokowi - Ma'ruf Amin. 

Andaipun terjadi perubahan perolehan suara, cukup dibutuhkan selisih 1 (satu) suara lebih banyak bagi Jokowi - Ma'ruf dibandingkan dengan Prabowo Subianto - Sandiaga Salahuddin Uno.

Sinyalemen reshuffle sudah dihembuskan secara sayup dari Istana Negara. Namun, pokok persoalannya bukan terkait dengan pekerjaan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Kabinet akan gampang bergoyang, apabila rujukan reshuffle atau tidak adalah pemanggilan pejabat setingkat menteri sebagai saksi dalam penyidikan atau persidangan. Sebelum mendapat status sebagai tersangka, menteri-menteri yang bersangkutan masih berkedudukan sama di depan hukum dibandingkan dengan menteri-menteri yang lain.

Mengapa reshuffle penting? 

Diperlukan dasar pemikiran dan argumentasi yang lebih kuat lagi. Apabila diumumkan awal bulan Juli 2019, dengan asumsi amar putusan MK dibacakan sesuai jadwal, masa kerja kabinet kurang dari empat bulan. 

Pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sekaligus anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dilakukan pada tanggal 1 Oktober 2019, bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila. Sementara pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih dilakukan tanggal 20 Oktober 2019. Susunan kabinet yang membantu presiden dalam menjalankan roda pemerintahan bisa dilakukan hari itu juga, atau beberapa hari sesudahnya.

Namun, jadwal itu adalah kalender normal. Sesuatu yang biasa-biasa saja. Yang diluar normal, tentu reshuffle sebelum agenda itu berjalan. Setidaknya, terdapat lima alasan untuk segera dilakukan reshuffle kabinet.

Pertama, Jokowi memberikan pesan yang kuat bahwa kabinet bisa dirombak kapan saja. Jika terdapat menteri yang berkinerja buruk, atau melanggar kode etik yang sudah digariskan, atau menyimpang dari etika pemerintahan moderen, atau berlindung untuk kepentingan pribadi; kapan saja bisa diganti. 

Sudah bukan zamannya lagi memberikan kesempatan kedua, ketiga apalagi keempat, guna memperbaiki diri. Tidak perlu ada lagi pidato pembelaan diri atau apologia ala Socrates.

Kedua, Jokowi menegaskan diri sebagai presiden yang sudah mampu menjadi diri sendiri. Tidak ada lagi ikatan yang kuat dengan figur lain, atau partai politik pengusung, atau kelompok kepentingan berkekuatan naga hingga dracula, atau inner circle yang mendikte. 

Sebab dalam periode kedua yang diperjuangkan dengan sangat berat ini, Jokowi bukan hanya menunjukkan diri sebagai pelayan bagi pemilihnya, melainkan juga pemegang amanah dari pemilih yang tidak memilihnya sama sekali. Jokowi memerintah, sekaligus menjahit luka-luka selama masa kampanye.  

Ketiga, Jokowi benar-benar menunjukkan diri sebagai seseorang yang sedang membangun reputasi serius yang akan dijadikan warisan (legacy) bagi generasi nanti. Apabila berhasil melewati periode lima tahun ke dua, Indonesia setidaknya sudah membangun pola pemerintahan sepuluh tahun kedua pascapilpres pertama tahun 2004. Susilo Bambang Yudhoyono menjalankan dekade pertama. 

Artinya, siapapun yang bakal terpilih menjadi presiden tahun 2024-2029 nanti, kemungkinan besar akan mendapatkan kesempatan untuk memenangkan kontestasi kedua hingga 2029-2034. Siklus pemerintahan lima tahunan (fixed term) yang dianut, secara praktek dijalankan orang yang sama sebagai pucuk Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan selama sepuluh tahun.

Keempat, Jokowi langsung memberikan beban tambahan kepada kabinet hasil reshuffle, yakni menyambungkan visi dan misi yang sudah diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai acuan. 

Visi dan misi itu hanya akan menjadi macan kertas semata, apabila tidak diubah menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2019-2024. Ibarat melakukan operasi plastik, visi dan misi itu adalah "daging dan kulit luar yang mati" yang disambungkan dengan sel-sel tubuh yang hidup. Bukan hanya berapa banyak undang-undang yang patut direvisi, tetapi juga berapa banyak yang dilahirkan utuh. 

Begitu juga dukungan anggaran, kelembagaan, hingga sinergi dengan pemerintahan daerah, pemerintahan desa, hingga pemerintahan kelurahan. Otomatis, akan terdapat sejumlah undang-undang yang disahkan oleh DPR RI pada bulan November dan Desember 2019.

Kelima, Jokowi langsung memberikan semacam try out kepada anggota-anggota kabinet dalam kompetisi yang sehat. Tidak ada lagi waktu untuk menyesuaikan diri, apalagi segala macam upacara sembah sujud yang justru memperkuat feodalisme. 

Jokowi bisa langsung memberikan penguatan, pengayaan dan kompas yang terarah kepada perjalanan armada kabinet periode 2019-2024. Berbeda dengan periode pertama, Jokowi perlu mengaktivasi Tim Transisi selama beberapa bulan, termasuk dalam melobi anggaran tahun pertama. 

Dalam periode kedua, tidak perlu lagi tim seperti itu. Jokowi bukan lagi sosok yang hendak memimpin organisasi yang sama sekali baru, tetapi justru menjadi nahkoda yang sudah mengarungi pelbagai terjangan ombak dan badai.

All president men! 

Dari sisi sumber daya manusia, Jokowi memiliki lebih banyak kebebasan untuk merekrut siapapun untuk dijadikan menteri. Hampir tidak ada beban dan tekanan dari pihak manapun, baik kalangan profesional maupun politisi, baik dalam atau luar negeri. 

Walau sebagian publik masih menolak, jumlah warga negara yang ingin segera menikmati realisasi program yang ditawarkan selama kampanye jauh lebih banyak. Apalagi, Jokowi identik dengan kerja, kerja dan kerja. 

Hampir seluruh relawan yang berasal dari kalangan kampus memberikan simbolisasi itu dalam bentuk jaket, ikat kepala, bandana atau karikatur kepada Jokowi dalam setiap deklarasi. Jokowi juga acapkali menyebut bahwa tanggung-jawab sebagai presiden kurang tepat diberikan kepada orang yang masih ingin coba-coba dalam menjalankan pemerintahan.

Dalam sejumlah wawancara, Jokowi sudah menyebutkan kriteria menteri yang bakal masuk kabinet. Satu-satunya yang bakal dipertahankan adalah Mochamad Basoeki Hadimoeljono. 

Sulit bagi siapapun untuk tak bersetuju dengan pilihan pertama Jokowi ini. Basoeki, kelahiran 5 November 1954, adalah menteri yang bersifat primus inter pares. Nama kedua yang disebut Jokowi adalah Bahlil Lahadia, kelahiran 7 Agustus 1976. Bahlil sudah menjadi "legenda hidup" bagi banyak anak muda dengan kisah hidup yang pelik.  

Pilihan nama yang lain? Sudah bisa dibuka ke publik. Tinggal dicocokkan dengan empat nama yang sudah ada, yakni Jokowi, Ma'ruf Amin, Basoeki Hadimoeljono dan Bahlil Lahadia. 

Empat sosok yang barangkali kurang gagah, dibandingkan dengan generasi baru yang sudah lebih tinggi, tampan dan bergizi. Empat nama yang punya keahlian khusus yang lebih dari satu. Plus multitasking. Empat nama yang sudah berbuat, bukan hanya berbual. Empat nama yang bisa lebih sering pakai kain sarung, dengan senyum yang tak terpaksa, ketimbang berjas rapi.

Empat nama yang mengejawantahkan filosofi, paradigma, hingga operasionalisasi Jokowinomics, plus Ma'rufnomics. Jika memang punya kesamaan dengan keempat nama itu, bisa jadi punya peluang lebih besar untuk masuk kabinet. Kalau lebih banyak perbedaan? Tetap punya peluang, mengingat nomenklatur kabinet pun tak sama...

Jakarta, 07 Juni 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun