Mohon tunggu...
Indra J Piliang
Indra J Piliang Mohon Tunggu... Penulis - Gerilyawan Bersenjatakan Pena

Ketua Umum Perhimpunan Sang Gerilyawan Nusantara. Artikel bebas kutip, tayang dan muat dengan cantumkan sumber, tanpa perlu izin penulis (**)

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Fusi Partai Sewarna, Andai...

15 Mei 2019   10:02 Diperbarui: 15 Mei 2019   11:01 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam teori transisi demokrasi, terdapat sejumlah prasyarat bagi negara-negara yang sudah (dianggap) menjalani tahapan konsolidasi demokrasi, pascarezim otoritarian. Di antaranya, tentara kembali ke barak (back to barrack) sebagai kelompok profesional, pemilihan umum sudah dijalankan minimal selama dua kali berturut-turut, dan partai-partai politik menjadi tumpuan dalam kontestasi politik.

Seluruh prasyarat itu sudah dicapai Indonesia. Keberadaan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam tubuh parlemen lokal dan nasional, otomatis berhenti pada tahun 2004. Agenda awal, anggota TNI/Polri masih diperbolehkan berada dalam tubuh parlemen nasional sampai tahun 2009. Pimpinan TNI dan Polri menarik perwakilan mereka itu lima tahun lebih cepat dari waktu yang semestinya.

Pemilihan umum? Indonesia sudah melakukan sebanyak lima kali, yakni 1999, 2004, 2009, 2014 dan 2019.

Boleh dikatakan, Indonesia adalah negara yang sudah mengalami konsolidasi demokrasi dengan kokoh. Kebebasan untuk mendirikan partai politik nasional dan partai politik lokal di Aceh, telah mewarnai perjalanan demokrasi. Jumlah partai politik yang menjadi peserta pemilu memang tidak sebanyak tahun 1999 dan tahun 2004, tetapi tiap tahun selalu ada partai politik baru.

Sebagai perbandingan, peserta pemilu 1999 adalah 48 (empat puluh delapan) partai politik. Tahun 2004, jumlah peserta pemilu berkurang setengahnya, tinggal hanya 24 (duapuluh empat) partai politik. Tahun 2009, jumlah peserta pemilu bertambah lagi menjadi 38 (tiga puluh delapan) partai politik nasional dan 6 (enam) partai politik lokal di Aceh.

Tahun 2014, jumlah peserta pemilu nasional berkurang menjadi 12 (dua belas) partai politik nasional dan 3 (tiga) partai politik lokal di Aceh. Terakhir, tahun 2019, jumlah partai politik nasional yang menjadi peserta pemilu bertambah lagi menjadi 16 (enam belas), sementara partai politik lokal di Aceh menjadi 4 (empat). 

Komponen yang mendirikan atau menjadi pimpinan partai politik bukan saja berasal dari kalangan politisi lama, melainkan juga kalangan purnawirawan tentara dan polisi, pengusaha nasional, agamawan, bahkan termasuk keluarga Cendana yang bergabung dalam Partai Berkarya dalam pemilu 2019. Baik kelompok lama atau baru, sama-sama bergabung dengan partai politik pilihan masing-masing. Organisasi kemasyarakatan juga berada di belakang sejumlah partai politik. Hal ini menunjukkan betapa Indonesia menjadi lahan subur bagi kehadiran partai politik dengan lintas ideologi, visi, misi dan program.

Kenaikan angka ambang batas parlemen nasional (parliamentary threshold) dari 3,5% pada pemilu 2014 menjadi 4%  dalam pemilu 2019, ternyata tak banyak berpengaruh. Jika yang berhasil lolos ke Senayan dalam pemilu 2014 berjumlah sepuluh partai politik, dalam pemilu 2019 ini tinggal sembilan. Dampak yang bakal lebih dahsyat adalah pemberlakuan parliamentary threhold secara nasional, mulai dari pusat hingga daerah, dalam pemilu 2024 nanti. Bukan turbulensi politik berupa pembelahan (divergensi) partai politik yang bakal terjadi dalam lima tahun ke depan, bisa jadi malahan penggabungan partai-partai politik secara alamiah (fusi -konvergensi) berdasarkan kesadaran politik para anggotanya. Mana saja partai yang bisa bergabung?

PARTAI HIJAU yang bergabung, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Bulan Bintang (PBB). Penggabungan menjadi satu partai masih menjadi pilihan objektif. Apalagi ketiganya sudah bekerja-sama dalam Koalisi Indonesia Kerja.

PARTAI BIRU punya empat peserta dalam pemilu 2019, yakni Partai Demokrat, Partai Nasdem, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Perindo.  Kesulitan bergabung bisa jadi terjadi dengan Partai Nasdem, tetapi optimisme layak dipupuk. Walau Partai Nasdem berada di seberang PAN dalam Pilpres 2014 dan Pilpres 2019, namun kekakuan komunikasi sama sekali tidak terjadi.

PARTAI KUNING menghadirkan tiga peserta, yakni Partai Golkar, Partai Berkarya dan Partai Hanura. Penggabungan ketiga partai ini bisa jadi paling dahulu dibandingkan dengan partai-partai berwarna lain. Semangat yang tertuang dalam Ikrar Panca Bhakti belum sepenuhnya luntur dalam diri seluruh tokoh penting ketiga partai ini.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun