Mohon tunggu...
Indra Hutapea
Indra Hutapea Mohon Tunggu... Blogger

yakinlah bahwa hidup ini indah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menguji Peluang Dedi Mulyadi di Pilpres 2029: Populer, Tapi Cukupkah?

19 Mei 2025   19:28 Diperbarui: 19 Mei 2025   21:54 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KDM ( Indra Hutapea)

Dedi Mulyadi kembali masuk radar politik nasional setelah kemenangannya dalam Pilgub Jawa Barat 2024. Kepemimpinannya yang dikenal merakyat, serta keaktifannya di media sosial, memunculkan wacana bahwa ia layak masuk gelanggang Pilpres 2029. Namun, apakah semua itu cukup untuk menjadikannya calon presiden yang serius? Atau hanya euforia media sosial yang belum tentu sejalan dengan kekuatan politik nyata?

Kekuatan KDM: Gaya Populis dan Jejak Elektoral
Dedi memang punya modal penting: popularitas yang tinggi, basis kuat di Jawa Barat provinsi dengan jumlah pemilih terbesar dan karakter yang mampu menjembatani berbagai kelompok masyarakat. Dalam Pilgub Jabar 2024, ia unggul telak dengan citra sebagai pemimpin "blusukan" yang paham rakyat kecil.

Ia juga lihai memanfaatkan media sosial untuk membangun persepsi publik. Di era politik pencitraan, ini jelas kekuatan. Tapi dalam konteks Pilpres, popularitas saja tidak menjamin dukungan politik yang solid.

Kelemahan: Basis Politik Lemah di Tingkat Nasional
Meski dekat dengan Partai Gerindra, posisi KDM di level pusat masih terbilang lemah. Ia bukan tokoh sentral di partainya, apalagi di level koalisi nasional. Tak seperti tokoh-tokoh nasional lain Anies Baswedan, Ridwan Kamil, atau tokoh militer seperti Andika Perkasa, KDM belum punya posisi tawar kuat di pusat kekuasaan.

Untuk masuk bursa capres, KDM memerlukan dukungan partai besar atau koalisi kuat. Sementara saat ini, belum ada sinyal resmi dari partai manapun yang akan mengusungnya ke pentas nasional. Apalagi, internal Gerindra kemungkinan masih mengusung kader utama mereka sendiri atau membentuk aliansi strategis yang belum tentu menyertakan KDM.

Risiko Populisme Kosmetik
Citra "pemimpin rakyat" yang dibangun Dedi lewat media sosial patut diapresiasi, tapi juga perlu dikritisi. Sejauh mana kebijakan-kebijakan populernya benar-benar menyelesaikan akar masalah masyarakat? Apakah pendekatan-pendekatan simbolik seperti mengunjungi rumah-rumah warga atau menegur siswa yang bolos sekolah cukup untuk mengangkat kualitas pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan?

Ada kekhawatiran bahwa pendekatan populis KDM hanya efektif di tataran elektoral daerah, tetapi tidak cukup sistemik jika dibawa ke level nasional yang lebih kompleks dan penuh kompromi politik.

Tantangan Elektabilitas dan Persepsi Elit
Meski punya basis di Jawa Barat, elektabilitas KDM secara nasional masih jauh tertinggal dibanding tokoh-tokoh lain. Survei nasional selama 2024--2025 belum menempatkan namanya dalam lima besar. Di sisi lain, persepsi elit terhadap KDM masih campur aduk: ia dianggap cerdas dan energik, tapi juga terlalu oportunis, bahkan "terlalu Jawa Barat-sentris" untuk memimpin negara sebesar Indonesia.

Kesimpulan: Capres Potensial, Tapi Belum Strategis
KDM jelas merupakan sosok yang menarik dan potensial, tapi menjadi capres 2029 bukan hanya soal popularitas dan keberhasilan di satu provinsi. Ia perlu membuktikan kemampuan membangun jejaring nasional, memperluas pengaruh di luar Jawa Barat, dan mengartikulasikan visi kebangsaan yang lebih sistemik. Tanpa itu, KDM hanya akan menjadi tokoh daerah dengan pengaruh media sosial yang besar tapi gagal menembus kerasnya pentas Pilpres.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun