Mohon tunggu...
Indra Andrianto
Indra Andrianto Mohon Tunggu... Guru - #MerawatIngat

Penulis Buku Kumpulan Opini #MerawatIngat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Catatan Bingung No.5: Socrates dan Nasi Jinggo

16 Desember 2020   17:40 Diperbarui: 6 Juli 2023   18:10 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nasi Jinggo,  Socrates Banget... 

Jadi begini, saya menemui orang-orang dengan keterbatasan hidup yang ada pada masyarakat kecil. Namun mereka berjiwa luhur, mereka berpenampilan sederhana, tidak difasilitasi pemerintah dalam makanan sehari-hari,  tidak bermobil namun mereka pandai bersyukur dan suka membantu sesamanya. Mereka juga tidak sibuk melakukan korupsi karena tidak ada yang bisa dikorupsi,  tidak ada yang bisa ditipu karena yang mau ditipu status kelas sosialnya setara dengan dirinya tidak ada kelas atas di sekelompok dan lingkungan orang-orang itu jadi dapat dipastikan secara ekonomi mereka sama. Mereka adalah orang-orang yang setiap malam kutemui di angkringan Nasi Jinggo, mereka makan malam dengan harga nasi lima ribu ruliah. Di angkringan tersebut terjadi obrolan tentang apa yang harus dikerjakan besok hari agar dirinya bisa tetap bisa bertahan hidup meskipun berpenghasilan kecil ditengah zaman yang serba sulit namun tidak tertutup celah mereka untuk selalu bersyukur pada apa yang mereka yakini. 

Dalam konteks hal tersebut, kajian ikhlas dan tidak mengeluh adalah jiwa yang dibangun oleh Socrates dan selalu ditekankan kepada muridnya yang bernama Plato, bahwa janganlah mengeluh atas segala sesuatu yang terjadi.  Begitu pula pada mereka yang hampir setiap malam kutemui di angkringan nasi jinggo. Dan juga dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang setiap malam kutemui di angkringan nasi jinggo tidak rakus akan ambisi yang ingin sekali kaya namun dengan yang seikitpun mereka sudah bisa bersyukur seperti yang Socrates katakan pada Plato:

Semakin sedikit keinginan kita, semakin kita menyerupai para Dewa.

Makanan enak, baju indah dan segala kemewahan. Itulah yang kau sebut kebahagiaan, namun aku percaya suatu keadaan dimana orang tidak mengharapkan apa pun adalah kebahagiaan tertinggi.

Jadi, kesimpulan sederhananya dari apa yang ditulis dalam tulisan ini bukan Socrates makan nasi jinggo atapun di Athena ada yang berjualan nasi Jinggo.  Namun lebih pada nilai-nilai filosofis yang menjadi pandangan Socrates yang hidup pada sekeliling orang-orang yang setiap malam ketemui di angkringan nasi jinggo. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun