Mohon tunggu...
Indra Andrianto
Indra Andrianto Mohon Tunggu... Guru - #MerawatIngat

Penulis Buku Kumpulan Opini #MerawatIngat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Catatan Bingung No.5: Socrates dan Nasi Jinggo

16 Desember 2020   17:40 Diperbarui: 6 Juli 2023   18:10 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makanan enak, baju indah dan segala kemewahan. Itulah yang kau sebut kebahagiaan, namun aku percaya suatu keadaan dimana orang tidak mengharapkan apa pun adalah kebahagiaan tertinggi. - Socrates (469 SM - 399 SM)

Kalian yang hidup di Bali ntah dalam hal ini sedang menjalani studi (perkampusan), bekerja, berlibur ataupun memang penduduk asli pulau Bali pasti mengenal yang namanya nasi Jinggo. Pengertian nasi Jinggo silahkan bisa telusuri di mbah Google (siapa tau terjamah di wikipedia wkwkwkw) yang jelas nasi Jinggo satu familia dengan nasi kucing di Jogja, salah satu bedanya mungkin pada harga (bukan harga diri). 

Sudah empat kali saya ke Jogjakarta harga nasi Kucing masih sama yakni kisaran tiga ribu sampai lima ribu rupiah,  sedangkan nasi Jinggo itu harganya pukul rata lima ribu rupiah diseluruh daerah di Bali (tidak berpatokan pada UMR setempat). Dari judul diatas tentu membuat kita bertanya,  kenapa ada nama Socrates yang bersanding dengan nasi Jinggo? Apa Socra gemar makan nasi Jinggo di Athena? Mari kita bingung sama-sama. Sebab bingung menandakan bahwa kita sedang berpikir.

Jika kita membaca tulisan Plato dalam karya buku-bukunya, baik itu Apologia ataupun Republik serta karya-karya yang lain pasti akan menemukan filsuf bernama Socrates didalamnya. Sebab hampir semua karya Plato selalu melibatkan pemikiran Socrates mengingat bahwa Plato merupakan murid dari Socrates, jadi banyak pemikiran-pemikirannya yang dipengaruhi oleh gaya berpikir Socrates.

Socrates hidup di Athena, dari seorang ayah yang berprofesi sebagai pemahat patung dan ibunya yang berprofesi sebagai bidan. Dibalik nama besarnya Socrates tidak satupun melahirkan karya tulis namun Socrates tidak lepas dari karya tulis muridnya yakni Plato dan Xenophen. Socrates identik dengan objek filsafat manusia yang menjadi cikal bakal Filsafat Etika dan Epistemologi sehingga dalam konteks sekup bidang tersebut Socra menjadi filsuf yang menitikkan pada sumber etika, filsafat moral dan filsafat dalam konteks umum. 

Sebagai seorang filsuf tentunya memiliki keunikan tersendiri baik pengalaman maupun cara berpikir yang beda dari manusia pada umumnya. Dalam tulisan David Melling yang berjudul Jejak langkah pemikiran Plato, akan kita temui tentang sedikit perjalanan guru dari Plato tersebut. Bahwa Socrates pernah ditanya terkait cara belajarnya dan cara Ia mencari pengetahuan dimana Socrates suka sekali melakukan dialog dengan para petani dan pemulung.  

Lantas Socrates bukan malah malu ataupun gengsi dengan pertanyaan tersebut, dengan bangga justru ia menjawab bahwa "setiap manusia itu terlahir sama ibaratkan sebuah donat yang semua dicetak dalam bentuk cetakan donat yang sama namun ketika donat tersebut matang donat tersebut bervariasi bentuknya. Ada yang bulatnya tidak beraturan dan ada yang bulatnya sempurna namun donat-donat tersebut sama bahan dan cetakannya, cuma setelah matang perlu diperbaiki bentuknya agar bulatnya seragam dan sama. Seperti itulah manusia"

Kebijaksanaan sejati datang ke masing-masing dari kita ketika kita menyadari betapa sedikit kita memahami tentang kehidupan, diri kita sendiri, dan dunia di sekitar kita.

Pada titik ini Socrates tidak memposisikan dirinya untuk menjadi pintar seperti kaum sofis di Athena namun untuk lebih bijaksana dengan mencari dan menggali pengetahuan dari setiap orang yang Ia temui di Athena (siapapun itu), baik itu kelas bangsawan maupun sekelas pemulung atapun petani. Semua sama-sama memiliki pengetahuan yang perlu Socrates maknai dan itu sangat penting baginya.

Lalu apa hubungannya dengan nasi Jinggo dengan Socrates yang menjadi judul dalam tulisan ini.  

Nasi Jinggo,  Socrates Banget... 

Jadi begini, saya menemui orang-orang dengan keterbatasan hidup yang ada pada masyarakat kecil. Namun mereka berjiwa luhur, mereka berpenampilan sederhana, tidak difasilitasi pemerintah dalam makanan sehari-hari,  tidak bermobil namun mereka pandai bersyukur dan suka membantu sesamanya. Mereka juga tidak sibuk melakukan korupsi karena tidak ada yang bisa dikorupsi,  tidak ada yang bisa ditipu karena yang mau ditipu status kelas sosialnya setara dengan dirinya tidak ada kelas atas di sekelompok dan lingkungan orang-orang itu jadi dapat dipastikan secara ekonomi mereka sama. Mereka adalah orang-orang yang setiap malam kutemui di angkringan Nasi Jinggo, mereka makan malam dengan harga nasi lima ribu ruliah. Di angkringan tersebut terjadi obrolan tentang apa yang harus dikerjakan besok hari agar dirinya bisa tetap bisa bertahan hidup meskipun berpenghasilan kecil ditengah zaman yang serba sulit namun tidak tertutup celah mereka untuk selalu bersyukur pada apa yang mereka yakini. 

Dalam konteks hal tersebut, kajian ikhlas dan tidak mengeluh adalah jiwa yang dibangun oleh Socrates dan selalu ditekankan kepada muridnya yang bernama Plato, bahwa janganlah mengeluh atas segala sesuatu yang terjadi.  Begitu pula pada mereka yang hampir setiap malam kutemui di angkringan nasi jinggo. Dan juga dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang setiap malam kutemui di angkringan nasi jinggo tidak rakus akan ambisi yang ingin sekali kaya namun dengan yang seikitpun mereka sudah bisa bersyukur seperti yang Socrates katakan pada Plato:

Semakin sedikit keinginan kita, semakin kita menyerupai para Dewa.

Makanan enak, baju indah dan segala kemewahan. Itulah yang kau sebut kebahagiaan, namun aku percaya suatu keadaan dimana orang tidak mengharapkan apa pun adalah kebahagiaan tertinggi.

Jadi, kesimpulan sederhananya dari apa yang ditulis dalam tulisan ini bukan Socrates makan nasi jinggo atapun di Athena ada yang berjualan nasi Jinggo.  Namun lebih pada nilai-nilai filosofis yang menjadi pandangan Socrates yang hidup pada sekeliling orang-orang yang setiap malam ketemui di angkringan nasi jinggo. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun