Mohon tunggu...
Indra Agusta
Indra Agusta Mohon Tunggu... Wiraswasta - hologram-Nya Tuhan

Cantrik di Sekolah Warga, Suluk Surakartan dan Sraddha Sala

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Butterfly-effect Pandemi, Silang-sengkarut Logika

21 Mei 2020   04:14 Diperbarui: 21 Mei 2020   09:39 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Butterfly-effect Pandemi, Silang-sengkarut Logika| Dokumentasi pribadi

Lihat betapa kacaunya akhir-akhir ini. Tidak ada kesatuan dari pusat sampai ke desa, meskipun semuanya seolah berpartisipasi namun berjalan menurut kehendak pemangku wilayah masing-masing, belum lagi jika kita bicara soal kepentingan sepihak, memanfaatkan kesempatan selama wabah. 

Ya, kita kini menunjukkan asli kita, bangsa yang sedari dulu memang tidak pernah bersatu. Apalagi kini diuji untuk tetap bertahan.

Keputusan yang salah dan respon yang blunder mengakibatkan kekacauan di lintas sektor masyarakat. Mereka yang bertahan tentu punya kadar emosional masing-masing, disaat pekerjaan mereka hilang, bertahan dengan sisa uang, harus memenuhi banyak hal sementara sistem otoritas juga susah dicerna. Absurditas terjadi.

Efek-efeknya sekarang terjadi begitu saja bukan karena pemerintah tidak becus mengurusi negara, tetapi kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga jarak, dan meminimalisir kegiatan juga sama parahnya. Tenaga kesehatan kini yang menjadi tumbal dari semuanya, ketika angka terjangkit semakin tinggi kerja mereka berlipat dari yang berdiam dirumah sakit hingga turun ke desa-desa untuk memberi sosialisasi kepada masyarakat.

Sepanjang pertapaan ini cuman dua ketakutanku tenaga medis yang akan semau-maunya karena masyarakat dan kebijakan negara yang sama kacaunya, sisi lainnya tidak ada penjaminan hidup petani di masa krisis pangan padahal dua elemen ini adalah ujung tombak penanganan wabah.

Kita tahu presiden menyuruh menambah luasan sawah (yang tentunya di jawa soal lahan ini akan berbanding lurus dengan proyek kapital membuat beragam tender penghancuran lahan produksi seperti tol dsb). Tetapi siapakah yang menjamin kesejahteraan petani, para pahlawan di masa pandemi ini. 

Krisis pangan akan terjadi jika wabah bertahan berlarut namun tidak mungkin padi, jagung, ketela, sagu dan sayur-mayur dihasilkan dengan #dirumahsaja. 

Sementara mereka di masa ini adalah tonggak utama masyarakat tidak 'chaos', keamanan perut masyarakat berada pada keberlangsungan proses pertanian yang aman dari serangan wabah.

Petani kini setahuku di desa-desa masih tidak mendapat perhatian lebih dari otoritas desa, apalagi petugas kesehatan mereka hanya seperti robot yang didatangi manusia untuk berkeluh kesah, sementara kaum oportunis di dunia kesehatan memanfaatkan setiap kebijakan untuk mendaur keuntungan. Industri masker, hand sanitizer, tabung semprot, sampai surat bebas Covid-19 sebagai syarat mudik.

Kalau tahu akhirnya kebijakan pemerintah melonggarkan semua sisi seperti ini, mending sekalian dibebaskan sejak wabah ini ada. Pertama, buang-buang anggaran negara untuk penanganan serius wabah yang akhirnya dikontra-balik oleh negara sendiri. 

Kedua, masyarakat tidak dibikin "haus" bahkan "kaliren" sekalinya dilonggarkan seperti ini tentu respon mereka akan sangat menggebu-gebu. Tidak memicu munculnya otoritarian atas nama wabah yang kadang hanya menjadi alasan bagi beberapa oknum untuk memunculkan geliat arogansi dan budaya preman yang mereka simpan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun