Mohon tunggu...
Indra Agusta
Indra Agusta Mohon Tunggu... Wiraswasta - hologram-Nya Tuhan

Cantrik di Sekolah Warga, Suluk Surakartan dan Sraddha Sala

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Wabah: Maling, Urban-Survivor, dan Krisis Pangan

22 April 2020   07:02 Diperbarui: 22 April 2020   10:50 1389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: nobility.org

Wabah belum usai, meningkat drastis hari ke hari, kasusnya, kematiannya. Semua membawa konsekuensi apa yang sudah dimulai harus segera diteruskan dengan banyak hal, banyak kemungkinan. Jalanan lengang, terminal sepi namun bola salju resesi terus menggeliat. 

Memasuki hari ke-45 sejak wabah ini sejak gegap gempita virus mulai mendapat perhatian dari pemerintah. Setelah keputusan-keputusan yang dibuat hanya bersifat normatif, bahkan blunder kini setelah himbauan-himbauan tanpa solusi aktual harus mengurai akibat serius.

DIPAKSA MUDIK

Tidak ada penjaminan berskala besar terhadap seluruh penduduk yang terdampak seperti yang tercantum di konstitusi. 

Akhirnya semua orang di kota-kota besar yang lebih dulu mendapat efek langsung wabah usahanya tutup, toko kelontong tutup, warteg dan Rumah Makan Padang juga tutup begitu cerita kawan saya di Jogja dan Jakarta. Sekolah, kantor, perusahaan dan mal-mal sepi mematikan bakul kopi sachet-an yang berkeliling menggunakan sepeda.

Tidak hanya itu, beberapa pabrik di kawasan industri mulai menurunkan produksinya, menghilangkan jam lembur, jam kerja berubah, buruh dirumahkan secara berkala sampai benar-benar hanya diam di kost-an mereka masing-masing. 

Hal ini kemudian menimbulkan kelesuan ekonomi mikro di seputar pabrik dan kawasan industri, banyak orang memilih memiliki anjuran pemerintah karena wabah terus meluas dan angkanya secara signifikan terus naik.

Pelaku usaha transportasi, hotel, guest-house, rental-travel, taxi, sewa motor dan mobil, bisnis pariwisata, oleh-oleh, pertunjukan seni, konser, perhelatan teater dan pengamen jalanan semua sepi. Trafik lalu lintas yang lengang, berakibat telak pula pada pom-bensin, juga bapak-bapak penjual melon di lampu merah.

Lalu ancaman datang, virus terus mewabah mengetuk pintu-pintu penjaga rumah, otoritarian sipil menjadi lebih beringas di kota-kota dan terus merembet di desa-desa, sementara penghasilan terus berkurang, banyak orang kemudian “dipaksa mudik” oleh keadaan. 

Karena memang mau makan apa di kota besar, mahasiswa tidak mungkin bertahan di kos, karena usaha orang tua mereka juga mulai sepi. Selain karena sekolah dan kuliah bergeser ke bentuk daring, mereka bisa lebih berhemat dengan pulang ke rumah.

Arus besar kepulangan berlangsung, puluhan ribu manusia kembali ke desanya, himbauan untuk tetap di tempat tanpa jaminan hanya seperti buih di laut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun