Mohon tunggu...
Toni Indrawan
Toni Indrawan Mohon Tunggu... Petani - Penggiat Pertanian

Mahasiswa Agroekoteknologi, Faperta Unram. Mengambil spesialis Hama dan Penyakit Tanaman.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan featured

Mengapa Indonesia Masih Impor Kedelai dan Bagaimana Strategi Meningkatkan Produksi Kedelai Dalam Negeri?

3 Februari 2020   15:00 Diperbarui: 4 Januari 2021   13:06 7008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tahu dan kedelai. (Sumber: margouillatphotos via kompas.com)

Tulisan ini berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh berbagai pihak, baik dalam seminar maupun forum-forum diskusi, tidak lepas juga dari sosial media. Pertanyaan yang sama yaitu, "Mengapa kita masih impor kedelai, sedangkan kita adalah negara agraris?"

Volume Produksi dan Impor Kedelai Dalam Negeri

Konsumsi kedelai nasional yang terus mengalami peningkatan dan tidak dapat diimbangi oleh pertumbuhan produksi kedelai domestik, membuat pemerintah terpaksa mengimpor kebutuhan kedelai dari luar negeri. 

Trend impor kedelai Indonesia memang menunjukkan peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2018, total impor kedelai mencapai 2,38 juta ton atau 4,4% dari total impor tahun sebelumnya yang mencapai angka 2,27 juta ton.  

Di samping itu, produksi kedelai domestik yang rendah belum memenuhi kebutuhan akan kedelai dalam negeri. Data Badan Pusat Statistik (BPS, 2018) melaporkan total produksi kedelai dalam negeri hanya sebesar 982.598 ton, sedangkan kebutuhan kedelai nasional mencapai 3,36 juta ton. Hal ini menyebabkan terjadinya defisit 2,38 juta ton yang harus dipenuhi pemerintah melalui kegiatan impor. 

Dari data tersebut, kita bisa nalisa secara logika bahwa untuk memenuhi konsumsi kedelai nasional, memang kita harus memenuhinya dengan jalan impor. Kedelai dengan total produksi dibawah 1 juta ton tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi kedelai nasional yang mencapai 3,38 juta ton.

Kendala dalam Peningkatan Produksi Kedelai

Wacana pemerintah yang ingin mewujudkan swasembada kedelai tidak berjalan mulus. Fluktuasi produksi kedelai nasional tidak dapat mencapai diatas 1 juta ton sampe akhir tahun 2018. Seharusnya, dengan melihat geliat konsumsi kedelai nasional yang begitu besar harus diimbangi dengan peningkatan produksi kedelai dalam negeri. 

Akan tetapi, mimpi itu tidak dapat terwujud karena beberapa hambatan. Menurut Dosen Ahli Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Ir. I Ketut Ngawit, MP mengatakan bahwa Nawacita Indonesia untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri serta sebagai upaya untuk mengurangi impor dihadapi oleh dua hambatan utama. 

Pertama adalah masalah tidak tersedianya lahan yang khusus untuk produksi kedelai dan yang kedua adalah kondisi tanah yang masam (pH tanah rendah).

Tidak seperti padi yang memiliki  luasan panen yang besar, kedelai merupakan komoditas sampingan yang dibudidayakan oleh masyarakat. Seperti yang  kita ketahui, padi merupakan komoditas tanaman pangan yang dominan dibudidayakan oleh petani seluruh Indonesia. Tak heran, luas panen padi terbilang cukup besar. 

Badan Pusat Statistik (2018) mencatat luas panen dan produksi beras pada tahun 2018 mencapai 9,54 juta hektar. Jika dibandingkan dengan kedelai, komoditas ini tidak mempunyai lahan khusus untuk intensif dibudidayakan.

Kedelai merupakan tanaman yang tumbuh optimal pada kisaran pH atau kemasan tanah netral. Kemasan tanah untuk pertumbuhan kedelai antara 6,0-7,0. Pada pH dibawah 4,5, kedelai masih dapat tumbuh, namun tidak akan sebaik pada pH sekitar netral. 

Kondisi tanah yang masam, terlebih lagi pada musim hujan merupakan ancaman bagi produksi kedelai. Curah hujan yang tinggi menyebabkan pencucian berbagai unsur hara yang dapat menurunkan kemasaman tanah. 

Tidak hanya itu juga, lahan yang diolah secara intensif, seperti bekas tanam padi biasanya memiliki residu pupuk an organik seperti pupuk ZA, Urea, Amonium Sulfat, KCL dan ZK yang masih terbenam di tanah. 

Faktor drainase yang kurang baik juga dapat menyebabkan kemasaman tanah karena tanah dapat tererosi. Kedelai pada kondisi lingkungan yang masam tidak akan menunjukkan pertumbuhan yang optimal. Oleh karena itu, diperlukan solusi untuk menaikkan pH tanah sampai pada kisaran netral melalui aplikasi pengapuran.

dokumen pribadi
dokumen pribadi
Kendala yang lain yang menghambat produksi kedelai dalam negeri adalah karena kedelai bukan merupakan komoditas tanaman pangan utama yang dibudidayakan petani. 

Banyak petani yang menjadikan padi sebagai komoditas utamanya. Bahkan ada beberapa petani yang tidak menerapkan pola rotasi tanam, dengan kata lain hanya menanam padi sepanjang tahun. 

Di Amerika Serikat, terdapat lahan khusus untuk komoditas kedelai, bahkan pengusahaan produksinya menggunakan mekanisasi yang luar biasa. Di dalam negeri, kedelai terkadang dijadikan tanaman tumpang sari dengan jagung, dan tanaman lainnya.

Solusi Meningkatkan Produksi Kedelai untuk Mengurangi Impor

Sudah seharusnya memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi. Kementrian Pertanian pada periode ini berambisi untuk mewujudkan swasembada kedelai pada tahun 2020. 

Bukan tak mungkin untuk direalisasikan, tetapi potensi Sumber Daya Alam Indonesia yang kaya dapat mendukung nawacita ini.

1. Potensi Lahan Kering yang Luas

Fakta menunjukkan, terdapat sekitar 191,01 juta hektar lahan sub-optimal yang tidak termanfaatkan. Angka ini sungguh besar sekali apabila mampu mengoptimalkan potensinya. Terdapat 144 , 47 juta hektar lahan kering yang tersebar di seluruh Indonesia. 

Dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional yang dicanangkan tercapai pada tahun 2045, potensi lahan kering ini harus dimanfaatkan. Di Provinsi Nusa Tenggara Barat, terdapat sekitar 1,8 juta hektar lahan kering. Lahan seluas ini dapat menunjang Ketahanan pangan wilayah apabila berhasil dimanfaatkan.

Sekarang, pemerintah mempunyai solusi untuk meningkatkan produksi kedelai, yaitu dengan Ekstensifikasi Lahan/meningkatkan luas Tanam kedelai dengan memanfaatkan potensi lahan kering. 

Luas lahan yang sesuai untuk tanaman pangan adalah 25 juta hektar, dan di NTB luas lahan yang sesuai untuk tanaman pangan sekitar 300.000 hektar. Angka yang cukup fantastis.

2. Pengapuran

Ini adalah solusi untuk menaikkan pH tanah agar tidak terlalu masam. Metode ini bisa diaplikasikan pada lahan bekas tanam padi yang tergenang. Karena kedelai menghendaki pH netral untuk tumbuh optimal. Menaikkan pH tanah dipenuhi dengan penambahan unsur Kalsium (Ca) pada tanah.

Tidak hanya pengapuran, untuk menaikkan pH tanah juga bisa menggunakan Biochar dari limbah pertanian. Biochar adalah arang hayati yang mengandung karboh hitam stabil dari hasil pembakaran limbah pertanian, seperti tempurung kelapa, kulit kakao, batang tembakau, dll dalam keadaan rendah oksigen atau tanpa oksigen. Biochar mampu menaikkan pH tanah sampai kisaran 6,5.

3. Menjadikan kedelai sebagai komoditas utama tanaman pangan selain padi dan jagung

Petani di Nusantara tidak membudidayakan kedelai secara intensif, melainkan kedelai dijadikan sebagai tanaman sampingan/tanaman sela. 

Sehingga, inilah yang menyebabkan produksi kedelai setiap tahun tidak meningkat signifikan, bahkan tidak pernah menembus angka diatas 1 juta ton per tahun. 

Seandainya kedelai dijadikan tanaman utama disamping padi dan jagung, maka bisa dipastikan akan dapat memenuhi kebutuhan kedelai nasional yang mencapai 3,36 juta ton.

Konklusi

Indonesia adalah negara kaya, dengan kekayaan sumber daya alamnya seharusnya bisa menjadi negara yang mandiri. Penulis sangat mendukung program pemerintah melalui Kementerian Pertanian untuk mewujudkan Swasembada Kedelai pada tahun ini. Nawacita ini bukan semata angan-angan saja. Lihatlah! Bagaimana luasnya lahan sub-optimal kita untuk mendukung peningkatan produksi kedelai.

25 juta hektar potensial untuk produksi tanaman pangan yang mampu mencukupi 260 juta penduduk ini. Di NTB Sendiri, 1,8 juta hektar dengan 300.000 hektar siap dikelola untuk peningkatan tanaman pangan.

Untuk meningkatkan produksi kedelai dan sebagai upaya mengurangi ketergantungan kedelai dari negara lain, maka pemerintah harus melakukan ekstensifikasi lahan, dimana lahan kering memiliki prospek yang besar untuk dikembangkan. Berbagai langkah untuk meningkatkan produksi kedelai adalah:

1. Peningkatan luas panen melalui ekstensifikasi lahan kering

2. Pengelolaan kemasaman tanah melalui aplikasi pengapuran dan Biochar

3. Menjadikan kedelai sebagai komoditas tanaman pangan budidaya strategis, disamping padi dan jagung.

Apabila pemerintah dan stakeholder lainnya berambisi meningkatkan produksi kedelai yang saat ini hanya mencapai kurang dari 1 juta ton melalui peningkatan luas lahan pengusahaan kedelai, perbaikan kondisi tanah dan menjadikan kedelai sebagai komoditas utama budidaya tanaman pangan.

Maka Insya Allah, besar harapan pada tahun-tahun yang akan datang, kita tidak akan lagi impor kedelai dari negara lain bahkan berpotensi menjadi negara pengekspor kedelai terbesar menyaingi India, Cina, Brazil dan Amerika Serikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun