Mohon tunggu...
Indra Ayodia
Indra Ayodia Mohon Tunggu... -

mempelajari sesuatu...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perseteruan Antara Ya dan Tidak, Fatwa "Haram" Poco-poco di Malaysia

18 April 2011   03:28 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:42 1047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia sebagai pemilik kebudayaan dan tradisi tarian poco-poco tidak mempermasalahkan tarian tersebut. Tetapi negara bagian Perak, Malaysia, menyatakan tarian itu haram. Rentak suara tabuhan gendang yang mengeluarkan bunyi nan riang. Lirik lagu yang unik khas suatu daerah di wilayah Indonesia membuat hati menjadi riang dan badan menjadi sehat saat tubuh mulai bergoyang meingikuti irama tari poco-poco. ”Balenggang patapata. Ngana pe goyang pica-pica. Ngana pe bodi poco-poco…,” begitu penggalan lirik lagu yang berjudul Poco-poco gubahan seniman Ternete berdarah Ambon, Arie Sapulette. Lagu ini populer setelah dinyayikan dinyanyikan pesohor Yopie Latul. Bagi masyarakat Yospan, Papua dan Wayase, Ambon tarian poco merupakan sebuah tradisi. Bahkan tak banyak daerah dari timur Indonesia mengklaim sebagai asal poco-poco. Namun dari mana asalnya, tarian yang digemari seluruh masyarakat Indonesia tidak menjadi penting. Gerakan tarian poco-poco yang sangat mudah dilakukan yaitu dua langkah kecil ke kanan, kembali ketempat, lalu mundur satu atau dua langkah ke belakang, kemudian maju ke depan sambil berputar dengan mengikuti irama gendang. Namun tak disangka tarian poco-poco difatwakan haram bagi umat muslim melalui keputusan para ulama dalam Jawatankuasa Fatwa Negeri Perak, Malaysia lihat keputusan fatwa negeri jiran (selengkapnya lihat boks). Ulama Negara bagian Perak, Tan Sri Harussani Zakaria, dalam memberikan fatwa haram tarian poco-poco hanya memakai dua hal yang yang dijadikan alasan. Pertama, dia menilai bahwa pelarangan tarian impor dari Indonesia itu karena poco-poco mirip tarian pemujaan roh di Jamaika. Lebih jauh, alasan kedua dia sampaikan bahwa gerak dalam tarian poco-poco yang mengerakkan kaki ke depan, ke kiri, ke kanan dan ke belakang dianggap mengandung elemen Kristiani, membentuk salib, simbol religius Kristiani.  Akibat dari fatwa yang dikeluarkan oleh Jawatankuasa Fatwa Negeri Perak, Malaysia menjadi polemik di negeri jiran dan mendapatkan tanggapan keras dari ulama setempat dan juga di Indonesia. [caption id="attachment_103088" align="alignleft" width="200" caption="Tan Sri Zakaria"][/caption] Meski banyak pihak yang mengatakan, tak ada alasan Poco-poco diharamkan, namun Mufti (ulama) Perak, Tan Sri Harussani Zakaria tetap kukuh memegang pendapatnya bahwa Poco-poco haram. Ia menyarankan poco-poco diganti tarian lokal, zapin atau joget. Harussani, lebih lanjut mengatakan bahwa berdasarkan hasil identifikasi ke Departemen Warisan Nasional terkait asal-usul Poco-poco. Berdasarkan itu dia kemudian mengatakan bahwa tarian seperti itu muncul pertama kali di Jamaika dan terkait pemujaan roh. "Elemen ini jadi alasan jelas, mengapa umat muslim tak sepatutnya ikut berpartisipasi dalam tarian itu," kata dia seperti dimuat New Straits Times, Jumat 1 April 2011 lalu. Tidak hanya itu, sebelumnya dia juga pernah menyebutkan, gerakan Poco-poco mengandung elemen Kristiani.  "Ketimbang Poco-poco, mengapa tidak menarikan tarian lokal Malaysia," tambah dia sembari menegaskan, tak bakal ada konflik jika umat muslim menarikan tarian Melayu. Ditambahkan dia, pelarangan ini dihasilkan dari rapat dewan fatwa Februari 2011 lalu. Meski pelarangan belum mengikat saat ini, pihaknya akan segera mendaftarkannya menjadi fatwa. Namun belum lagi didaftarkan, pusat pemerintahan Malaysia di Putrajaya, Deputi Menteri di Kantor Perdana Menteri, Datuk Dr. Mashitah Ibrahim sudah angkat bicara.  “Jika didaftarkan menjadi fatwa, larangan tersebut hanya akan berlaku di Perak,” ujarnya. Menurut dia, situasi sangat berbeda di negara bagian lainnya. Ia menambahkan tak ada alasan larangan tersebut di bawa ke dewan Fatwa Nasional. "Sejauh yang saya lihat, ini hanya variasi tarian, dalam gerakan dan lagu," ungkapnya. Meskipun demikian, Masihtah menegaskan kecuali ada keluhan terkait Poco-poco, tarian itu tak akan dilarang di negara bagian lain. "Sebuah fatwa hanya dikeluarkan jika ada aplikasi oleh sultan dari sebuah negara bagian, mufti, atau pengaduan dari masyarakat." Fatwa itu keluar setelah warga Malaysia mulai menggemari tarian poco-poco. Tarian itu ditarikan secara meluas di Malaysia oleh semua kalangan, termasuk polisi, tentara, guru, siswa, selebriti, bahkan tokoh politik. Bahkan ketua Ketua Pemuda Barisan Nasional, Khairy Jamaluddin mempertanyakan pelarangan itu. "Jika dilakukan untuk olahraga, tanpa tujuan tertentu, apa salahnya?" kata dia, yakin warga Malaysia tak menganggapnya mengandung elemen Kristen atau pemujaan roh. [caption id="attachment_103090" align="alignleft" width="264" caption="khalid Samad PAS"]

1303097258594899398
1303097258594899398
[/caption] Sementara itu partai PAS – partai yang selama ini keras dalam menerapkan syari’ah Islam di Malyasia - bersikap berbeda soal poco-poco. Seperti diungkapkan anggota biro politik pusat PAS, Khalid Samad, mendeskripsikan putusan poco-poco haram sebagai tindakan 'konyol' dan 'sama sekali tak bisa diterima'. "Orang melakukan Poco-poco hanya olahraga, tak ada urusan keyakinan di dalamnya," kata dia seperti dimuat The Star. Lantas seperti apa penilian ulama yang ada di Indonesia? Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal, Ali Mustafa akhirnya angkat bicara dalam menanggapi adanya fatwa haram tarian asal Indonesia tersebut. Dia menganggap bahwa poco-poco mubah atau dibolehkan. "Pada dasarnya hal-hal yang berkaitan dengan sifat tarian poco-poco sebagai bagian dari olah raga dan senam itu bersifat mubah, asal tidak ada gerakan yang mengumbar syahwat dan pecampuran perempuan dan laki-laki," kata pengurus MUI yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal, Ali Mustafa seperti dikutip, detik.com. Jumat dua pekan lalu. Menurutnya, sampai kini belum ada keluhan dari masyarakat untuk memintakan fatwa mengenai tari itu. MUI pun tidak akan melakukan penelitian. "Kita belum mendengar adanya keluhan dari masyarakat tentang gerakan tarian poco-poco, sehingga dalam waktu dekat tak akan melakukan penelitian tentang tarian poco-poco," terangnya. Mengenai fatwa di negara tetangga tersebut dinilainya bisa saja ulama di sana menemukan adanya gerakan yang memancing sesuatu. "Mungkin ada unsur-unsur gerakan yang terdapat di dalam tarian poco-poco versi Malaysia yang tak terdapat di versi Indonesia, sehingga memancing ulama Negeri Perak untuk mengeluarkan fatwa," tuturnya. Selaras dengan pendapat Ali, Ketua MUI, Ma’ruf Amin juga menilai larangan tari Poco-poco yang dikeluarkan Pejabat Islam negara bagian Perak, Malaysia belum dapat ditanggapi serius oleh MUI. “Kesimpulan fatwa atas suatu persoalan mesti melalui proses pendalaman masalah (tahqiq) terlebih dahulu. Membuat hukum harus dipelajari dan diteleti,” katanya. Ma’ruf juga mengatakan bahwa pada saat ini pihaknya belum pernah menerima permintaan fatwa (istifta) terkait hukum tarian Poco-poco. Karenanya, Poco-poco yang dipersoalkan oleh Pejabat Islam Malaysia tersebut belum pernah dibahas di Komisi Fatwa MUI. “Belum dibahas di MUI,”ungkap dia. Dalam kasus tarian Poco-poco, lanjut Ma’ruf masih diperlukan adanya ditahqiq atau pencarian unsure-unsur yang mengakibatkan pelarangan. Jika yang diindikasikan adalah karena terdapat unsure ritual Kristen, maka perlu dibahas lebih mendalam. Pasalnya, hukum menyerupai (tasyabbuh) dengan serupa (syibh) dalam Islam itu jelas sangat berbeda. Menurutnya, apa yang dikamsud dengan kategori menyerupai terdapat kesengajaan meniru sedangkan syibh tidak ada hubungan dengan perkara yang serupa. Baik tasyabbuh ataupun syib penting pula diteliti akan indikasi penyimpangan. “Dimana letak penyimpangannya baru bisa diambil keputusan,’ tandasnya. Dengan demikian, Ma’ruf tegas mengatakan, dalam Islam hukum tarian pada dasarnya sama dengan nyanyian. Selama tidak mengundang hal-hal kemaksiatan dan kemungkaran seperti mengumbar hawa nafsu, erotisme, atau membuka aurat maka diperbolehkan. Meskipun begitu, MUI sendiri belum pernah membahas secara khusus hukum tarian termasuk Poco-poco. Apalagi, dalam sejarah dijelaskan Nabi Muhammad pernah melihat tarian Afrika. “Tapi bisa saja hukum tarian berubah selama indikasi penyimpangan ditemukan,”pungkasnya.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun