Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Indonesia Tanpa Papua, Apa Kata Dunia?

3 Mei 2021   15:36 Diperbarui: 3 Mei 2021   15:41 1239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Jayapura, Papua. Via travel.tribunnews.com

Pada tahun 2018, sebanyak 31 pekerja Trans Papua tewas dalam serangan KKB. Menyusul aksi-aksi teror KKB yang "mengatasnamakan" seluruh rakyat Papua tersebut. Tak lama, pada 8 April 2021, KKB membakar 3 sekolah dan menewaskan 2 orang guru. 

Aneh rasanya, saat aktivis HAM berkata, peristiwa yang dilakukan KKB terhadap pekerja Trans Papua di Nduga dan guru di Boega adalah pelanggaran HAM serius, tetapi kini justru kecewa akan label teroris yang diputuskan pemerintah pada organisasi tersebut.

Kekhawatiran menutup ruang dialog dan stigma teroris pada rakyat sipil, cukup masuk akal. Namun, bukankah label teroris pada ISIS tidak membuat umat Islam sedunia mendapat label serupa. Dan bukankah, dialog hanya dapat dilakukan pada pihak yang menempuh jalan damai. 

"Tak ada istilah freedom fighter bagi mereka yang membunuh warga sipil, toh."

Nyatanya, OPM atau KKB dan organisasi sempalannya semacam UNLWP, bukanlah representasi keseluruhan rakyat Papua. 

Ketika seseorang di luar sana mengaku-ngaku presiden Papua barat, hanya karena mendapat dukungan Vanuatu. Respon masyarakat Papua justru menolaknya. Ironis, penolakan juga datang dari OPM.

Bahkan organisasi internasional di bawah level PBB, yakni Unrepresented Nations and Peoples Organization (UNPO) mendepak OPM dari keanggotaan sejak tahun 2008. Meskipun masih menjadi corong propaganda OPM di lini masa resmi mereka.

Lantas, bagaimana dengan kasus rasisme yang kerap dialami masyarakat Papua. Apakah cukup untuk mendukung sebuah aksi separatis? 

Pertama-tama mari sadari, bahwa dukungan untuk penuntasan kasus HAM, ketimpangan ekonomi, sosial, pendidikan dan pembelaan pada korban rasisme yang dialami oleh masyarakat Papua. Bukanlah sebuah bentuk dukungan terhadap keinginan OPM. 

Kompleksitas yang terjadi pada isu Papua, membuat pemerintah harus berhati-hati menarik garis kebijakan di wilayah paling timur Indonesia. 

Ditambah kepentingan politik dan ekonomi negara-negara lain, yang "sok" ikut campur urusan dalam negeri. 

Mungkin sebagian kita berpikir, jika rasisme kerap dialami sebagian besar suku bangsa di Indonesia. Namun bagi masyarakat Papua, hal itu sudah sangat menggangu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun