Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Si Gembala Sapi

15 April 2021   10:35 Diperbarui: 15 April 2021   10:36 2832
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Nah, masuk!" ucap Si Anak. Ia melihat seekor ikan masuk ke dalam bubu. Tak menunggu lama, ia lekas melompat ke sungai dan mengambil bubu miliknya. 

"Nah, benar. Ibuku akan memasak ikan hari ini," seru Si Anak, seraya berlari membawa ikan. 

Gembala menggiring sapi-sapi pulang ke kandang. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang nenek pencari kayu bakar. Tumpukan kayu bakar yang di ikat pada punggung, berceceran di jalan. Sang nenek tidak menyadari, meski bebannya semakin ringan. 

Gembala mengambil kayu bakar tercecer dan mengumpulkan kembali. Iapun mengikuti sang nenek ke rumah, dan meletakkan tumpukan kayu bakar tersebut di depan halaman sang nenek. Kemudian melanjutkan perjalanan. 

Saat keluar dari halaman rumah sang nenek, gembala melihat ada seorang kakek berdiri di tepi ladang sambil menggenggam sebilah bambu. Iapun memberi salam dan melewati sang kakek. Namun, dalam hati bertanya-tanya.

"Kenapa kakek itu selalu berdiri di tepi ladang setiap petang?"

Akhirnya, ia berbalik arah dan memberanikan diri bertanya, "wahai kakek, untuk apa sebilah bambu itu? Dan kenapa kakek berdiri di sini setiap hari? Bukankah sudah petang, dan saat ini waktunya pulang." 

"Sudah dua kali aku gagal panen, babi hutan selalu datang merusak ladang di sore hari," jawab Sang Kakek. 

Ia pamit dan kembali membawa sapi-sapi berjalan pulang. Dilewatinya sebuah rumah reyot di pinggir jalan. Seorang bapak tengah termenung di balai bambu. 

Tatapan bapak itu kosong, seperti sedang bersedih. Gembala tahu, bapak tersebut dikenal warga, sebagai orang paling miskin di desa. Entah kenapa. Padahal warga desa, seringkali membantu. 

Gembala pulang dengan perasaan heran. Dua pekan ia tinggal di desa ini dan menikmati suasana desa yang asri. Warga desa sangat ramah dan baik hati. Mereka terbiasa hidup mandiri, meski sederhana dan bersahaja. Sikap saling menghargai, menghormati dan tolong menolong, seakan menjadi cerminan perilaku warga desa. 

Namun, untuk urusan minta meminta bantuan. Warga desa, seakan enggan sebelum berusaha sendiri memenuhi kebutuhan hidupnya. Semua ada dan tersedia di desa ini. Surga untuk semua. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun