Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Tanjakan Rawa Asem

22 Januari 2021   11:15 Diperbarui: 22 Januari 2021   11:18 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Misteri Tanjakan Rawa Asem (Foto: cocoparisienne via Pixabay)

MESKI harus menahan sakit, Dimin mencoba bangkit. Luka sayatan, pada perutnya terus mengeluarkan darah. Padahal, telah ia sumpal dengan baju sendiri. 

Perlahan-lahan, ia melangkah menuju cahaya di ujung jalan. Mulutnya seakan terkunci, tak sedikitpun kata keluar dari bibirnya yang kering. 

Pandangannya kian buram, wajahnya pucat pasi. Namun, ia terus melangkah. Dalam benaknya berharap, hangat mentari esok pagi menyentuh kulitnya. 

Semangat Dimin, tak berbanding lurus dengan kondisi tubuhnya. Iapun tumbang, terkapar di tengah jalan. Genangan darah mengalir deras. Ia tak bisa menahannya lagi.

Tak ada apapun, dalam pikiran Dimin. Tak ada siapapun yang melintas pada ingatan, selain nama Tuhan. Malam itu, iapun memejamkan mata. Harapan sirna, terkulai tanpa sisa tenaga.

Deretan pohon asem, dengan batang besar menjulang tinggi. Menjadi saksi bisu, peristiwa yang menimpa Dimin.

--

Suara reporter berita kriminal, mengisi lorong bercahaya lampu neon. Mengiringi sosok berbaju putih, lalu-lalang terburu-buru.

"Menurut data BPS, Terjadi 8.423 kejadian pencurian dengan kekerasan selama 2018."*

Dimin mulai membuka mata, samar-samar melihat sosok berbaju putih. Mengira itulah malaikat, dan ia sudah berada di akhirat.

Namun, ia tersadar sedang berbaring di ranjang empuk. Dengan suasana terang, tenang dan nyaman. Dimin tahu, ia tengah berada di rumah sakit.

"Pak, sudah siuman?" tanya perawat kepada Dimin.

"Mbak, apa nama rumah sakit ini?" tanya Dimin.

"Rumah Sakit Sehat Sentosa, Pak," jawab perawat.

Dimin hanya bisa tertegun, membiarkan perawat tersebut berlalu tanpa banyak bertanya. 

Meskipun masih tersisa satu pertanyaan, "siapa, yang membawaku ke rumah sakit."

Setelah dipindahkan ke ruang rawat inap, Dimin mulai kebingungan. Dengan apa, akan membayar biaya rumah sakit.

Tiba seorang pria, berambut gondrong dan bergaya seperti Andy /rif. Masuk ke bangsal tempat Dimin dirawat.

"Kenalkan, saya Zaldi. Panggil saja Jack," ucapnya.

"Mas, yang nolong saya?" tanya Dimin.

"Iya, saya yang bawa ke rumah sakit," jawab Jack.

"Namamu siapa? bisa kasih alamat keluarga? biar saya bantu kabarkan," tanya Jack 

Dimin berpikir keras, ia sama sekali tidak punya keluarga, atau pasangan. 

Ia tak yakin, teman-temannya mau menjemput ke rumah sakit. Namun, tiba-tiba terlintas nama Iwan rekan kerjanya.

"Saya Dimin, saya sudah tak punya keluarga," jawabnya.

Dimin dan Jack terlibat obrolan serius, mereka bercengkrama hingga jam besuk habis. Jack meletakkan sekeresek buah jeruk, dan pamit pulang.

"Yo wis, Mas istirahat baik-baik. Biaya pengobatan, sudahku bayar," ucap Jack.

Dimin berlinang air mata, kebaikan Jack sangat menyentuh di hatinya. Paling tidak, ia tahu kemana harus membalas budi. 

Tatapannya tak lepas dari Jack, melihat dewa penyelamat yang melangkah keluar bangsal. 

---

Suara reporter berita kriminal, kali ini terdengar di sebuah kedai kopi yang ramai pelanggan.

"Kawanan begal dibekuk aparat, di daerah pasar maling utara. Para pelaku, kerap menjalankan aksinya di daerah rawa asem. Seorang pelaku berinisial IW ditembak mati, karena berusaha melawan petugas."

"Alhamdulillah, akhirnya ketangkep!" ujar salah satu pelanggan.

Di tengah hiruk pikuk pelanggan, Jack terlihat santai dengan secangkir kopi. Duduk di meja paling pojok, ia terlihat memasang earphone. 

Jack, tengah berbicara pada seseorang, "B1 dilumpuhkan, B2 aman, saksi korban laporan lengkap, Ndan."

Cukup lama, Jack menanti respon. Iapun kembali berbicara, "Perintah?" ucapnya.

"Eksekusi!" tegas suara, di ujung telepon.  

"86!"                                

Sore itu di rumah sakit, Dimin sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Ia menatap haru pada bangsal tempatnya berbaring, selama lima hari mendapat perawatan.

Dimin, duduk di ujung lorong, berpakaian rapi. orang suruhan Jack memberikan baju, sandal dan celana untuk Dimin tadi malam.

Orang yang sama, selalu ia lihat menjaganya setiap hari. Padahal, ia sudah pasrah. 

"Mau pergi kemana, seluruh jalan telah tertutup."

Ingatannya melayang pada malam kejadian, saat aksi terakhirnya tanpa kawan-kawan. Nasib nahas, yang mendatangkan insyaf. Mendapatkan perlawanan, dari calon korban.

Derap langkah kaki, terdengar dari kejauhan. Dimin tersenyum menyambut Jack, iapun menarik nafas panjang. Perasaan lega, merasuki relung jiwanya.

"Sudah siap, Mas," tanya Jack.

"Sudah," jawabnya singkat.

"Mas Jack, kapan-kapan jenguk aku di penjara ya," pinta Dimin.

Jack tersenyum, iapun memasang borgol di kedua tangan Dimin. Dalam lorong rumah sakit, Jack berkata, "semua orang dapat melakukan kesalahan, dan semua kesalahan dapat diperbaiki."

***

Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama, tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.

*Referensi data: website badan pusat statistik

(Indra Rahadian 22/1/2021)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun