Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Senja, Menanti di Pantai Losari

23 Desember 2020   10:50 Diperbarui: 29 Desember 2020   19:35 1310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (sumber: unsplash.com/@monkeyoutside)

MAKASSAR, sore itu berpayung lembayung. Di antara hiruk-pikuk lalu lintas kota. Bunyi klakson pete-pete--angkutan kota, bersahutan menelan gelak tawa sepasang kekasih. Senja dan Fajar yang tengah dimabuk asmara.

"Senja Tenri Putri, naik'mi," ucap Fajar pada Senja, memintanya agar duduk di atas motor yang tengah mereka dorong.

Senja masih saja asyik membantu mendorong motor Fajar, yang mogok karena kehabisan bensin. Hari itu, senyum dan tawa tak henti-hentinya ia lemparkan pada Fajar.

"Aih, Kanda Fajaruddin. Istirahat'mi," pinta Senja. 

Mereka duduk di tepi pantai Losari, setelah Fajar memarkirkan motornya di atas trotoar jalan. Menikmati langit senja dan angin laut yang bertiup mesra di sore itu.

"Lepas alas kakita, turun'mi ke air," ajak Senja, seraya menarik tangan Fajar. 

Genap tiga tahun mereka memadu kasih, tinggal menunggu waktu yang tepat untuk melangsungkan ikatan suci. Jika tak ada aral melintang, Fajar akan datang meminang senja dalam dua bulan kedepan. 

Awal pertemuan mereka cukup unik, tiga tahun lalu di depan gerbang Masjid Al Markaz Al islami Jenderal M.Yusuf. 

Saat itu, Fajar tak sengaja menemukan sebuah dompet, saat ia baru saja selesai menunaikan shalat Jum'at di sana. Dengan itikad baik, ia mengantarkan dompet tersebut kepada pemiliknya. Namun ia tak begitu hafal alamat yang yang tertera pada KTP.

Hingga tersesat, berputar-putar di sekitar Jalan Sunu. Maka iapun bertanya pada siapapun yang pertama dilihat. Kebetulan, Senja yang saat itu tengah membeli jalang kote di pinggir jalan, adalah orang yang ia tanyakan arah alamat. Tak jauh.

Senja percaya saja, saat diminta mengantar pada alamat yang di tuju. Merekapun berboncengan sampai di depan rumah pemilik dompet yang ditemukan Fajar.

Pemilik dompet berkata, "Puang Allah Subhana Wa'atala mapale'ki."

Rasa haru dan syukur pemilik dompet, membuat Fajar dan Senja terenyuh. Karenanya mereka bersyukur, dapat mengembalikan dompet tersebut pada pemiliknya.

Mereka akhirnya berkenalan, saling bertukar nomor telepon dan mulai menjalin komunikasi. Hingga pertemuan kedua, membawa keduanya pada biduk asmara.

Di perkebunan teh Malino, selesai kegiatan pendakian bersama gunung Bawakaraeng oleh mahasiswa pecinta alam. Fajar tak sengaja menemukan Senja, yang tengah tertinggal dari teman-temannya.

Senja yang kepayahan untuk berjalan, saat itu tengah mengikuti tour wisata. Dalam rangka perpisahan sekolah. Ia kesulitan menuju bus jemputan wisata yang akan mengantar mereka pulang.

Dengan sigap, Fajar menggendongnya sampai di pintu bus tersebut. Dan dapat dipastikan, teman-teman Senja berteriak histeris dan heboh. Menduga Senja tengah di gendong oleh kekasihnya.

Ilustrasi Senja Menanti di Pantai Losari by Pixabay
Ilustrasi Senja Menanti di Pantai Losari by Pixabay

Momen itu, yang selalu mereka berdua lekatkan pada ingatan. Mengenang pertemuan oleh takdir dan berharap, berjodoh hingga akhir hayat.

"Dinda, lusa. Kanda ada pekerjaan di Surabaya." Ucap Fajar.

"Tiga bulan jangka waktu'ji," lanjutnya.

"Lama sekali waktu'ki," keluh Senja.

"Tambahan uang panaik'mi," jawab Fajar seraya mencubit pipi Senja.

Malam itu, Fajar mengantar Senja ke rumahnya. Bercengkrama dengan sanak saudara dan calon mertua. 

Tiba Senja melihat, obrolan serius antara Fajar dan Bapa'. Di teras rumah, begitu terasa tegang dan dingin. Hingga Fajar beranjak pulang, dan mengucapkan salam pada Amma' dari balik pagar.

Dalam pikiran Senja, apa gerangan yang terjadi. Apakah uang panaik yang disanggupi Fajar tidak berkenan diterima oleh Bapa'?

Senja menelepon Fajar malam itu, ia bertanya perihal obrolan serius dengan Bapa'. Namun Fajar hanya menjawab sekedarnya saja, menjaga hati dan perasaan Senja, agar tak perlu risau pada apapun juga.

Tiga bulan kemudian.

Satu minggu lamanya, Senja hilang kontak dengan Fajar. Bahkan orang tua Fajar di Maros, mengalami hal yang sama. Tak dapat menghubungi anak mereka sejak seminggu lamanya.

Pantai Losari, sore itu Senja duduk termenung seorang diri. Pisang epe yang dipesannya, sudah habis dua porsi. Ia menatap lautan, sejauh mata memandang.

Rasa khawatir bergelayut dalam hatinya. Bertanya-tanya, apakah Fajar baik-baik saja? Sementara, tak ada kabar yang ia tinggalkan dalam layar genggam. 

Seminggu lalu ia bermimpi, Fajar tengah menanti di tepi pantai Losari. Melambai padanya, seraya berlari dan tertawa saat ia dekati. Seakan mengajak bermain, sama seperti terakhir kali, saat mereka berdua memadu kasih.

Hingga, tibalah sepucuk surat dari Fajar. 

Adinda tersayang,

Senja Tenri Putri

Menyambung kabar kanda dua hari lalu, bahwa pekerjaan mengharuskan kanda sejenak singgah di ibukota. Kemudian berlanjut terbang ke Manado.

Kepulangan kanda mungkin tertunda. Satu atau dua minggu lamanya. Bersabarlah sayang. Kanda kan segera meminangmu, sesampainya di Makassar.

Usah risau soal uang panaik, tak ada hubungannya dengan Bapa'. Malam itu, Bapa' hanya berpesan, agar kanda tak perlu jauh-jauh mengambil pekerjaan.

Kanda berkirim surat, semata-mata agar terkesan romantis. Seperti novel-novel kisah cinta, yang biasa kita baca bergantian. 

Kanda rindu, bermain pasir di Akkarena. Bermanja di Losari, dan menghirup udara segar di Malino. Bersama Dinda.

Mungkin surat ini adinda akan terima, bersamaan dengan kepulangan kanda. Semoga, wangi amplop ini masih dapat tercium saat kanda tiba.

Fajaruddin Daeng Matta

Air mata Senja, mengalir dengan deras seketika. Membasahi hatinya yang dahaga akan kerinduan. Kerinduan pada belahan jiwa yang tak berbekas rimbanya. Hilang berpeluk keabadian.

Berita di televisi tak henti-hentinya menyiarkan kecelakaan pesawat. Pesawat dari Jakarta tujuan Manado, yang sempat hilang dan ditemukan di perairan Masalembo. Setelah transit dari Surabaya. 

Peristiwa tragis satu minggu lalu, yang merenggut nyawa seluruh penumpang. Hingga, satu bulan penuh menjadi headline surat kabar dan televisi nasional. 

**

Cerita ini hanya fiktif belaka, kesamaan nama tokoh dan tempat hanyalah kebetulan semata.

  • Logat Makassar, imbuhan Mi,Ki,Ji
  • Jalang kote, sejenis pastel khas Makassar
  • Puang, artinya gelar, bangsawan bugis, semoga
  • Mapale, artinya membalas
  • Panaik, artinya mas kawin

Indra Rahadian 12/22/20

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun