Mohon tunggu...
Indra Rahadian
Indra Rahadian Mohon Tunggu... Administrasi - Pegawai Swasta

Best In Fiction Kompasiana Award 2021/Penikmat sastra dan kopi

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pilkada 2020: Menjaga Kewarasan dalam Pesta Demokrasi (Daerah)

4 September 2020   14:01 Diperbarui: 4 September 2020   14:09 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gong Pilkada serentak 2020 telah ditabuh saat Gibran Rakabuming menyatakan keinginannya untuk maju sebagai bakal calon walikota solo, lalu berlanjut kepada sorotan pena dan kamera media terhadap bakal calon lainnya dari berbagai partai politik dan kontestan didaerah, dengan berbagai pemberitaan yang yang menarik.

Sempat dibumbui dengan narasi dinasti politik, toh efek pilkada ini baru akan terasa dibulan September, saat bermunculan statement dari penggede partai politik yang digoreng sedemikian rupa berbalas argumentasi penggede politik lainnya, hingga lengkap lah semarak pesta demokrasi di  9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

Meskipun akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020, namun tahapan-tahapan pilkada ini sudah dilalui dari Juni 2020 dan saat ini pendaftaran bakal calon dari partai politik sudah dibuka 4 - 6 September 2020, disusul masa kampanye yang akan berlangsung September hingga November 2020.

Berikut adalah fakta-fakta yang akan menggugah opini dan partisipasi warga dalam semarak pilkada serentak 2020 :

Penundaan proses hukum calon kepala daerah.

Sebagai bentuk netralitas aparat penegak hukum, dalam hal ini kepolisian, penundaan proses hukum calon kepala daerah yang mengikuti kontestasi Pilkada Serentak 2020, cukup membuat lega petahana kepala daerah, maupun calon kepala daerah yang tengah bermasalah dengan hukum, paling tidak selama proses pilkada belum berakhir tak akan ada gangguan berupa surat panggilan kepolisian, yang akan membebani kandidat dalam mengatasi black campaigne yang tentunya akan muncul dimasa kampanye.

Hal ini tentunya menjadi angin surga bagi calon-calon kepala daerah yang bermasalah hukum, untuk dapat lepas dari jerat hukum apabila berhasil menjadi kepala daerah terpilih, pun dengan harapan menggunakan kekuasaannya untuk menghadapi proses hukum dikemudian hari.

Masyarakat dipaksa untuk lebih selektif dalam memilih kepala daerah, jangan sampai saat menjabat kepala daerah terpilih, langsung dipanggil pihak kepolisian dan hasilnya daerah tersebut terkendala pembangunan dan kemajuan nya.

Cebong Vs Kampret Jilid 2

Dalam politik "tak ada kawan abadi, tak ada lawan abadi, yang ada kepentingan sementara saja".

Meskipun kondisi politik didaerah tidak melulu mencerminkan pertarungan politik nasional dijakarta, bisa dilihat misalnya PDIP rencananya akan berkoalisi di 13 daerah pemilihan dengan PKS, dan di 33 daerah pemilihan dengan Gerindra, namun tak dapat dipungkiri bahwa masih besar kemungkinan untuk pertarungan warga dengan label cebong dan Kampret dimedia sosial, bermutasi dalam ruang-ruang diskusi pilkada.

Berhubung dimasa pandemi, himbauan untuk tidak menurunkan massa kampanye diberbagai daerah yang menggelar pilkada, akan berimbas pada sesaknya media sosial, dalam ruang-ruang kecil diberbagai daerah pemilihan oleh janji-janji kampanye calon kepala daerah yang disupport tokoh politik dari seantero negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun