Mohon tunggu...
Indonesiapos
Indonesiapos Mohon Tunggu... Editor - Pegiat Literasi

Penulis yang ingin bermanfaat untuk orang lain melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tantangan dan Solusi dalam Menghadapi Radikalisme di Era Digital

31 Maret 2024   17:27 Diperbarui: 31 Maret 2024   17:28 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kementerian Kominfo) bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyelenggarakan seminar online yakni Ngobrol Bareng Legislator dengan mengusung tema: "Tangkal Radikalisme di Media Digital". Dalam seminar Ngobrol Bareng Legislator ini, terdapat empat narasumber yang berkompeten pada bidangnya, yaitu Bapak Drs. H. Mukhlis Basri. yang saat ini menjabat sebagai Anggota Komisi I DPR RI. Narasumber kedua yakni Bapak Semuel Abrijani Pangerapan, B.Sc menjabat sebagai Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo RI serta mengundang Prof. Dr. Widodo Muktiyo, S.E., M.Com (Guru Besar Universitas Sebelas Maret Surakarta) dan Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP (Dosen FISIP Universitas Lampung). Seminar diselenggarakan pada hari Minggu, 31 Maret 2024 melalui platform zoom meeting.

            Seminar Ngobrol Bareng Legislator ini merupakan acara yang diinisiasi dan didukung oleh Kementerian Kominfo, yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, dengan memiliki beberapa tujuan, diantaranya yakni untuk mendorong masyarakat agar mengoptimalkan pemanfaatan internet sebagai sarana edukasi dan bisnis, memberdayakan masyarakat agar dapat memilah dan memilih informasi yang dibutuhkan dan bermanfaat, memberikan informasi yang lengkap kepada masyarakat terkait pembangunan Infrastruktur TIK yang dilakukan oleh Pemerintah khususnya oleh Ditjen APTIKA, serta mewujudkan jaringan informasi serta media komunikasi dua arah antara masyarakat dengan masyarakat maupun dengan pihak lainnya. Seminar ini terdiri dari beberapa sesi, yaitu sesi pembukaan, pemaparan materi, sesi tanya jawab, dan sesi penutup.

            Sesi pemaparan diawali oleh pengantar serta pembukaan yang disampaikan oleh Bapak Drs. H. Mukhlis Basri. Dalam paparannya, beliau mengungkapkan bahwa golongan radikal dan intoleran menggunakan platform digital sebagai alat untuk menyebarkan informasi dengan tujuan menciptakan opini publik yang sesuai dengan agenda mereka. Mereka dikenal menerapkan sistem adu domba dengan menyebarkan pesan-pesan hoax yang sarat akan penghasutan, kebencian, permusuhan, serta ajakan untuk melakukan tindakan kekerasan. Hal ini menunjukkan bagaimana media digital menjadi sarana yang dimanfaatkan untuk memperkuat narasi ekstrem dan memperkeruh situasi sosial-politik.

Berlanjut ke bagian selanjutnya, Bapak Drs. H. Mukhlis Basri juga membahas tentang bagaimana konten radikalisme menjadi ancaman serius bagi warga Indonesia. Dalam penjelasannya, beliau menyoroti peran media sosial yang cukup besar dalam menyebarkan informasi tentang ideologi radikal kepada masyarakat luas, terutama di kalangan anak muda. Hal ini menunjukkan kompleksitas dan urgensi dalam menanggapi perkembangan radikalisasi di era digital yang semakin mengglobal. Selanjutnya Bapak Drs. H. Mukhlis Basri juga memberikan gambaran tentang upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi intoleransi dan radikalisme di media digital. Dalam uraiannya, beliau menekankan pentingnya peran orang tua dan keluarga dalam mencegah intoleransi dan radikalisme dengan memberikan pendidikan dan pemahaman yang baik kepada anak-anak tentang nilai-nilai toleransi dan keberagaman. Selain itu, beliau juga menyoroti pentingnya peran tokoh agama dalam memberikan pemahaman yang benar dan moderat terkait agama. Basri juga menyarankan untuk selalu memilah konten atau berita yang didapat dari media digital dengan kritis dan bijaksana, serta menjaga sikap rasional dalam menanggapi informasi yang diperoleh agar terhindar dari penyebaran narasi ekstrem yang dapat memicu intoleransi dan radikalisme. Dengan demikian, langkah-langkah ini diharapkan dapat membantu dalam memerangi penyebaran intoleransi dan radikalisme di ruang digital.

Terakhir Bapak Drs. H. Mukhlis Basri memberikan kunci untuk mengatasi terjadinya intoleransi dan radikalisme. Beliau menekankan pentingnya literasi digital yang terus dilakukan terhadap generasi muda, selain kemampuan bersikap bijak dalam menggunakan media sosial. Basri juga menyatakan bahwa upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme dapat dilakukan melalui peningkatan pemahaman keagamaan, kebangsaan, dan sosial politik. Dengan demikian, pemahaman yang baik terhadap nilai-nilai tersebut diharapkan dapat membentengi masyarakat dari pengaruh intoleransi dan radikalisme yang merugikan.

            Selanjutnya dalam sesi ini, pemaparan disampaikan oleh Prof. Dr. Widodo Muktiyo, S.E., M.Com. Dalam pemaparannya Bapak Widodo mengatakan bahwa radikalisme selalu diawali dengan panutan yang bersifat kolektif. Yang didasarkan atas adanya perkumpulan sejumlah orang atau organisasi. Namun dewasa ini, menurut Bapak Widodo keadaannya sudah berubah menjadi konektif, yang mana ini adalah jaringan yang dibangun atas dasar informasi. Keadaan ini memberikan dampak muncul paham-paham baru seperti radikalisme. Bapak Widodo mengutip perkataan Bung Karno, yang mengatakan bahwa "...Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara kebudayaan, yakni dengan tiada 'egoisme-agama..." Berangkat dari hal tersebut, secara historis Indonesia selalu berpihak pada moderasi beragama yang setara dan toleransi. Pada kesimpulannya, Bapak Widodo mengatakan bahwa kita memiliki beberapa tantangan dalam masyarakat untuk menanggulangi paham radikalisme, yakni: (1) kebebasan masyarakat tumbuh cepat dan tidak terbatas; (2) kerumitan era online dan media sosial makin tinggi; (3) Privatisasi tergerus dan keraguan kebenaran memuncak; (4) Destorsi relasi mayoritas denga minoritas; dan (5) demoralisasi lahir seiring dengan kebebasan.

Narasumber terakhir adalah Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP. Dalam paparannya, ia mengungkapkan bahwa sebanyak 33 juta jiwa penduduk terpapar radikalisme, dengan angka yang mencapai 85% di antaranya adalah generasi milenial. Bapak Krisbintoro menyoroti rentannya generasi milenial terpapar dan terjerat radikalisme, paham ekstremis, serta terorisme melalui media sosial. Ia juga menegaskan bahwa anak muda yang berusia 17 hingga 24 tahun menjadi target utama penyebaran radikalisme, seperti yang diindikasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Hal ini menunjukkan urgensi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan radikalisme di kalangan generasi muda.

Selanjutnya, Bapak Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP. memberikan penjelasan mendalam mengenai apa itu radikalisme dan terorisme. Radikalisme diartikan sebagai keyakinan akan perlunya perubahan sosial dan politik yang ekstrem, yang dipromosikan oleh individu atau kelompok tertentu untuk mengubah negara kesatuan Republik Indonesia dengan sistem yang berbeda. Sementara itu, terorisme didefinisikan sebagai tindakan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk menciptakan suasana teror dan ketakutan secara luas, yang sering kali mengakibatkan korban massal dan kerusakan pada fasilitas umum. Penjelasan ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang dua fenomena yang menjadi ancaman serius bagi keamanan dan stabilitas masyarakat. Selanjutnya, Bapak Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP. memberikan penekanan mengenai dampak radikalisme digital. Bapak Krisbintoro menyatakan bahwa radikalisme digital tidak hanya memicu intoleransi, namun juga mendukung tindakan kekerasan, bersifat anti-demokrasi, dan bahkan menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan individu. Penjelasan ini menggarisbawahi kompleksitas dan seriusnya dampak yang dihasilkan oleh penyebaran paham radikalisme melalui platform digital, serta pentingnya langkah-langkah untuk menanggulanginya.

Dalam penutupan sesi, Bapak Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP. menyoroti peranan wawasan kebangsaan sebagai alat penangkal radikalisme. Krisbintoro menjelaskan pentingnya penanaman nilai-nilai Pancasila dalam jati diri bangsa dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Ia menegaskan perlunya menanamkan jiwa nasionalisme dan nilai keindonesiaan, serta mendidik agar masyarakat dapat berpikir terbuka dan toleran. Selain itu, Bapak Krisbintoro mendorong pentingnya berpikir kritis dan waspada terhadap konten provokatif dan hasutan yang beredar di media sosial. Langkah terakhir yang disarankan adalah berjejaring dalam komunitas perdamaian sebagai upaya untuk memperkuat solidaritas dan kerjasama dalam memerangi radikalisme. Penjelasan ini menegaskan pentingnya memperkuat fondasi kebangsaan sebagai benteng pertahanan terhadap pengaruh radikalisme di tengah masyarakat.

            Seluruh peserta terlihat begitu kondusif dan juga aktif dalam menyimak materi yang di paparkan oleh para narasumber, Setelah pemaparan materi dari keempat narasumber, moderator mamfasilitasi untuk sesi tanya jawab. Begitu banyak pertanyaan yang dilontarkan oleh para peserta kepada para narasumber.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun