Purwakarta. Mencipta itu sulit, namun menjaga, melestarikan jauh lebih sulit. Sebab seiring perkembangan zaman, banyak hal akan dinilai tidak sesuai dengan zaman, dengan perlahan ditinggalkan, tinggal kenangan bahkan dilupakan, meskipun itu menjadi ciri khas bahkan jatidiri suatu daerah/wilayah.Â
Sebagai contoh diantaranya adalah kebudayaan, seperti bahasa, seni serta kebudayaan lainnya  yang semakin jarang diminati oleh penerus karena dianggap tidak modern dan tidak memiliki nilai ekonomi tinggi seperti seni modern saat ini.Â
"Melestarikan kebudayaan asli daerah memang bukan hal mudah, perlu kesabaran, ketekunan yang ekstra. Sebab keadaan zaman begitu cepat berubah yang meskipun dari sisi norma serta etika bahwa modern semakin tak tentu arah". Ungkap Dedi Mulyadi, Guru pembimbing Bahasa dan kesenian Sunda SDN Sawahkulon pasawahan Purwakarta, Jum'at (12/9).
"Saat ini, Lanjut Dedi Mulyadi, mayoritas penerus kita lebih mengikuti trend, dari asal manapun itu, daripada kebudayaan asli daerah Sendiri, karena dinilai bergengsi serta nilai ekonomi yang tinggi, meskipun secara moral etika membahayakan terhadap kita semua karena menuju hilangnya jatidiri", terangnya.Â
Demi menjaga kelestarian budaya asli daerah, Dedi pun menjelaskan bahwa  tetap harus konsisten dilakukan dengan penuh kesabaran.Â
"Selain acara seremonial, sudah jarang  kesenian asli daerah kita lihat. Pelaku minim, penggemar pun minim, yang menurut hemat kami ini bahaya dan harus kembali digelorakan meskipun mesti dengan pelan sabar yang penting harus konsisten". Jelasnya.Â
Demi tetap terjaganya kebudayaan asli daerah, Dedi berharap adanya kebijakan yang lebih mendukung terhadap kelestarian asli budaya daerah.Â
"Kita harus kembali perkenalkan, diajarkan, berlatih, dikompetisikan, yang apabila juga didukung dengan kebijakan, sarana, operasional yang baik, maka saya yakin apapun jenis kebudayaan daerah nasional warisan leluhur kita akan kembali Jaya menjadi baik", tandas Dedi.Â
Diwaktu serta tempat yang sama, Plt kepala sekolah sawahkulon, Kusnaedi juga berharap kebudayaan asli daerah kembali digelorakan.Â
"Kita negara kaya budaya, mulai kesenian serta lainnya, menjadi ciri khas yang harus ada, lestari selamanya. Jangan sampai hanya tinggal kenangan, ketika asing mengakui baru ketika teriak bahwa itu budaya kita dan harga mati". Jelas Kusnaedi.
"Budaya lokal asli daerah, lanjut Kusnaedi, mengajarkan tentang banyak hal seperti kesopanan, kejujuran, keberanian, kebersamaan atau gotong royong, yang semua itu sudah kita rasakan bersama nyaris hilang berubah menjadi individualisme". Terangnya.Â
Bahkan Kusnaedi juga menaruh kekhwatiran besar terhadap keseharian anak yang kini sudah jarang melakukan aktivitas bermain permainan tradisional.Â
"Sampai tahun 2000 an, permainan anak itu mengandung olah raga fisik dan otak seperti lompat tali, egrang juga lainnya. Sekarang usia belum TK pun sudah diberi gadget, yang kemudian anak diam jarang gerak, mata rusak, mental rusak, mudah emosi, gampang sakit, bagaimana kita akan siap menyambut era emas ?". Tanya Kusnaedi.Â
Sebagai upaya untuk mencegah atau meminimalisir ditinggalkan kebudayaan asli daerah, Kusnaedi berharap masyarakat juga aktif mendukung anaknya dalam kegiatan pelestarian budaya asli daerah.Â
"Sekolah mengajarkan, melatih, kami berharap orang tua juga mendukung, menyemangati. Karena kami yakin semua akan berjalan baik jika mayoritas mendukung". Pungkas Kusnaedi yang kemudian menunjukan piagam serta foto perolehan juara SDN Sawahkulon dalam festival tunas bahasa ibu (FTBI) 2025, yakni;
1. Juara tiga Ngadongeng Putra.
Oleh: ALARIC AKBAR GHAISAN
2. Juara 1 Maca Sajak Putri.Â
Oleh: Bilqis FAUZIAH RAHMANÂ
3. Juara dua Nulis Carita pondok Putra.
Oleh: AZHAR ARKA SUKMANA.Â
4. Juara dua Nembang Pupuh putri.
Oleh: CUPU MANIK SRIMANGANTI
5. Juara dua Borangan putra.Â
Oleh: DAVA RIZKY NUGRAHA.
6. Juara dua Borangan Putri.
Oleh: ANITA BUDIYANTO.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI