Mohon tunggu...
Indira Kirana
Indira Kirana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tumpahan Minyak di Indonesia, Siapa Bertanggung Jawab?

12 April 2018   22:50 Diperbarui: 13 April 2018   07:58 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petugas PT Pertamina Refinery Unit IV Cilacap, Senin (25/5) sore, menggelar pembersihan pantai secara massal di kawasan Pantai Teluk Penyu, Cilacap, Jawa Tengah, yang tercemar minyak. (KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSO)

Baru-baru ini, masyarakat Indonesia kembali digemparkan dengan adanya tumpahan minyak yang masif di perairan Teluk Balikpapan. Kasus ini masih berada dalam proses penyelidikan oleh pihak kepolisian setempat, yaitu Ditreskrimsus Kepolisian Daerah Kalimantan Timur. Diketahui bahwa tumpahan tersebut terjadi karena putusnya pipa bawah laut milik Pertamina, lebih spesifiknya Pertamina Refinery Unit V Balikpapan. Pipa berdiameter 20 inci dan setebal 12 mm tersebut berada pada kedalaman 25 meter. 

Penanganan pemulihan kondisi lingkungan itu sendiri kini sedang dilakukan oleh pihak Pertamina, di antaranya melakukan pengujian gas di wilayah terdampak. Ya, tidak hanya mencemari perairan saja, tumpahan minyak tersebut juga mencemari udara yang dipenuhi dengan pemukiman warga. Terdapat asap tebal berwarna keabuan yang menyelimuti kota Balikpapan.

Akibat tumpahan minyak tersebut, kemudian terjadi kebakaran pada sebagian tumpahan. Kejadian mengenaskan itu mengakibat lima orang tewas, satu orang mengalami luka bakar, serta 20 korban lain yang mampu diselamatkan. Kebanyakan korban merupakan nelayan dan penghobi memancing. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas tumpahan minyak mencapai 7000 hektar, hingga mencemari hutan mangrove yang ada di sana. Banyak nelayan tidak dapat melaut, serta warga sekitar mengalami sesak napas, mual, dan muntah akibat bau minyak tersebut. Pelaku akan dijerat dengan UU nomor 32 tahun 1999 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup, pasal 99 ayat 1, 2, dan 3.

Kasus ini tentunya bukanlah kasus tumpahan minyak besar yang pertama di Indonesia. Salah satu kasus yang juga amat menarik perhatian masyarakat adalah kasus di Montara, NTT pada 21 Agustus tahun 2009 silam. Pemerintah pun turut campur tangan menangani masalah ini, dengan meminta bantuan dari pemerintahan Australia. Penyebab dari tumpahan ini berasal dari pengeboran minyak Montara di celah Timor, yang dijalankan PTTEP Australasia di Perth, Australia. PTTEP, atau The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production, merupakan perusahaan sejenis Pertamina milik Thailand. 

Pada tahun 2017, pemerintah telah mengajukan gugatan hukum kepada PTTEP Australasia, PTTEP PCL, dan PTT PCL sebagai upaya mencari keadilan atas kejadian tersebut. Namun pada April 2018, Menteri Koordinator Maritim Luhut Panjaitan menyatakan kasus Montara dapat diselesaikan di luar jalur peradilan, agar hubungan baik Indonesia dengan Thailand dapat dijaga. 

Ternyata, gugatan terhadap PTTEP telah dicabut pada awal Februari 2018. Menurut Luhut, yang terpenting adalah perusahaan tersebut memberi ganti rugi kepada rakyat setempat. Padahal diketahui, selama ini baik pihak PTTEP maupun pemerintah Australia seolah tidak menunjukkan niat baik untuk mengganti kerugian yang ada. Menurut pakar perikanan Australia Richard Mounsey, PTTEP seperti mengadu pemerintah Indonesia dan Australia agar lolos dari tanggung jawab. 

Kerugian tersebut mencakup kerusakan pada pertanian rumput laut milik nelayan setempat yang merupakan sumber penghasilan mereka, serta penyakit kulit yang dialami oleh beberapa penduduk di daerah Lifuleo. Saat itu, pada rumput laut jenis "green gold" yang merupakan jenis rumput laut termahal di perairan tersebut, ditemukan zat asing berwarna putih. Pendapatan nelayan pun menurut drastis.  Sampai saat ini, belum ada kejelasan lebih lanjut mengenai pertanggungjawaban pihak PTTEP terhadap tumpahan minyak yang telah terjadi.

Adilkah bila pelaku yang seharusnya bertanggung jawab akan sebuah kerusakan lingkungan terlepas dari jerat hukum begitu saja? Ganti rugi berupa uang dan materi saja belum tentu memberikan efek jera bagi perusahaan yang terlibat, juga bagi perusahaan-perusahaan lainnya yang sejenis. Kesepakatan yang dicapai pun belum tentu jelas. Tidak hanya kerugian secara material saja, tumpahan minyak sebesar itu juga merusak sebuah ekosistem yang seharusnya dijaga dengan baik. Pada kasus Montara, tidak hanya rumput laut saja yang rusak, namun juga hutan mangrove serta terumbu karang turut terkena akibatnya. 

Seperti yang kita ketahui, keduanya merupakan komponen yang sangat penting dalam menjaga kelestarian alam, dan keduanya merupakan rumah bagi berbagai spesies makhluk hidup. Selain itu, keduanya juga mencegah terjadinya erosi akibat ombak pada pinggiran-pinggiran pantai. 

Belum tentu keadaan alam yang telah tercemar tersebut dapat kembali ke kondisi optimal. Polusi yang terjadi pada perairan dan udara daerah sekitar juga berdampak pada kesehatan penduduknya. Uang dan materi tidak selalu dapat membantu memulihkan penyakit-penyakit yang diderita akibat pencemaran tersebut. Tentu banyak dampak negatif yang dialami oleh penduduk serta lingkungan daerah yang tercemar. 

Apakah jalur di luar hukum sudah cukup untuk menggantikan kerugian-kerugian yang ada? Sebaiknya keputusan ini kembali dicermati dan dikritisi, agar kejadian yang sama tidak terulang terus menerus dan perusahaan-perusahaan minyak serta energi lebih berhati-hati dan teliti dalam membangun infrastruktur di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun