Mohon tunggu...
Indira Abidin
Indira Abidin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Poligami Sebagai Pengingat, Kanker Sebagai Peredam

5 Februari 2017   18:05 Diperbarui: 5 Februari 2017   18:26 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Lilik Andini, Lavender Ribbon Cancer Support Group, dalam rangka World Cancer Day dan Ulang Tahun kedua Lavender Ribbon Cancer Support Group

Ijab kabulku kepada Allah swt

Ibarat dua sisi mata uang yang berpasangan maka demikian jugalah Allah memasangkan kesulitan dan kemudahan. Mereka hadir bersama-sama, keduanya adalah bentuk perahmatan Allah. Maka yang pertama kali aku lakukan, di tengah segala kebingungan dan kecemasan hati seorang manusia biasa, aku berijaab kabul padaNya. Aku katakan dengan penuh pengharapan, “Ya, Allah, hamba menerima pemberian-Mu ini… bantulah hamba melalui semua ini ya, Allah. Tolong serahkan hamba ke tangan orang yang tepat dan jadikanlah hamba sebagai pasien yang baik.”

Alhamdulillah selama menjalani kurikulum ini,  Allah mudahkan bertemu dengan orang-orang yang tepat. Dokter-dokter berpengalaman yang sangat kooperatif dan membantu, prosedur RS yang tak terlalu berbelit-belit, hingga sahabat-sahabat yang sangat mendukung secara moril dan finansial dan menyemangati ikhtiar aku untuk sembuh, semua dihadirkan bagiku.

Menemukan kanker sebagai kurikulum

Dan layaknya sebuah kurikulum maka aku diharuskan mengambil pelajaran darinya. Tanpa aku sadari, kanker menjadi teman untuk belajar dan memaknai hidup. Menyelami apa kehendak Allah untuk aku. Kurun waktu 4 tahun bukanlah waktu yang singkat. Sejak tahun 2009 divonis hingga 2012, jatuh bangun pun aku alami.

 Saat aku merasa lemah, ijab Kabul dengan Allah menguatkan aku untuk kembali tegak berdiri. Tempaan fisik dan mental itu terasa sangat menguras diri aku, membuat aku merasa tak memiliki daya upaya apa pun kecuali hanya kebergantungan pada-Nya. Kasih akung-Nya ditunjukkan lewat dukungan banyak orang, kadang bahkan dari sosok dan waktu yang tak pernah aku duga sama sekali. Sungguh-sungguh, Allah telah memberikan aku kesempatan berharga untuk belajar ‘akrab’ denganNya.

Pada hakikatnya setiap kurikulum hidup apapun bentuknya, itu adalah bentuk kasih sayangNya kepada kita, semua kembali kepada kita, apakah kita bisa melihat dan merasakannya. Kurikulum kanker aku terima, kira-kira 6 bulan setelah aku menjalani kurikulum poligami. Dua kurikulum yang cukup berat dan padat yang aku rasakan ketika itu. Dengan 2 kurikulum itu, Allah menyadarkanku, bahwa hanya kepadaNya aku mengembalikan urusan-urusan itu. Hanya Allah tempat aku bersandar.

Dalam setiap doa, aku selalu memohon agar selalu Allah bimbing dan ajari bagaimana menjalani poligami dan kanker ini dgn baik. Dan aku betul-betul merasakan bimbingan dan pengajaranNya.

Poligami yang baru 6 bulan aku jalani ketika itu, masih membuat aku gelagapan, perasaan tak menentu menentu, pikiran yang kadang baik kadang buruk, semua sisi-sisi buruk perempuanku keluar. Aku merasa cemburu, merasa diperlakukan tidak adil, prasangka buruk ke suami ataupun Ica, istri barunya, dll. Saat itu aku betul-betul merasa seperti tercerabut. Aku bingung harus bersikap seperti apa. Hati kecilku sangat ingin menjadi istri yang baik bagi suami dan menjadi  kakak dan partner yang baik bagi Ica. Namun di sisi lain tarikan emosi perempuanku begitu kuat. Aku betul-betul merasa chaos.

Dan dalam keadaan seperti itulah Allah menolong aku dengan memberi kurikulum tambahan, yaitu kanker. Ternyata memang hanya kankerlah yang bisa meredam semua emosi buruk perempuan aku ketika itu. Dengan hadirnya kanker, Allah menyadarkan aku tentang kematian. Kematian adalah sesuatu yang pasti, dan ketika kepastian itu datang, aku berharap aku bisa menerima dan menyambutnya dengan baik dan dengan hati yang sukacita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun