Mohon tunggu...
Indigo
Indigo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Penyimak persoalan-persoalan sosial & politik,\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sejuta Juru Damai Untuk Indonesiaku

20 Desember 2011   09:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:00 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia yang memiliki ribuan pulau, ratusan bahkan mungkin ribuan bahasa, adat istiadat, suku bangsa dan perbedaan-perbedaan lainnya memunculkan dua potensi yang bertolak belakang. Jika menyadari potensi itu sebagai sebuah kekuatan untuk bersatu maka kejayaan akan menghampiri bangsa ini, jika yang terjadi sebaliknya maka Indonesia tinggal menunggu saja saat-saat keruntuhannya. Tanda-tanda keruntuhan tersebut disadari atau tidak sedang membayang-bayangi negeri ini, oleh karena itu Indonesia butuh juru damai yang bisa membawa kita dari jurang kehancuran.

Keruntuhan yang terjadi mungkin tidak ekstrim seperti Uni Soviet dahulu atau desakan para separatis RMS dan Papua Merdeka serta lepasnya Timor-Timur dari pangkuan ibu pertiwi. Runtuhnya Indonesia bukan karena terhapus dari peta karena telah menjadi negara-negara kecil, keruntuhannya karena tak lagi bisa memaknai arti dari “Bhineka Tunggal Ika” yang telah mengikat perbedaan yang ada sejak kemerdekaan negeri ini diraih dari tangan penjajah.

Pertikaian antara penguasa dan rakyatnya melalui tangan-tangan aparatnya selalu menghiasi perjalanan bangsa ini, tawuran antar kampung, tawuran pelajar dan mahasiswa, pertikaian SARA yang berujung pembantaian etnis dan pemeluk agama tertentu, pergolakan politik dan partai politik, rebutan untuk mendapatkan posisi sebagai pemimpin, pilkada yang menghamburkan uang yang cenderung menghasilkan pemimpin-pemimpin tong kosong, menjadi pembuka peluang menuju jurang kehancuran Indonesia.

Sekali lagi mungkin bukan kehancuran ekstrim yang dapat melepaskan satu persatu propinsi yang ada dari NKRI, tetapi keberhasilan pihak musuh yang berhasil melakukan penetrasi ideologi yang membawa rakyat Indonesia dalam orientasi semu dalam berbangsa dan bernegara, alias kehilangan jati diri sebagai negara yang merdeka.

Pertikaian dan permusuhan sesama anak negeri yang tersimpan,  bak api dalam sekam yang sewaktu-waktu bisa membara harus segera dicarikan solusinya, salah satunya adalah dengan menghadirkan juru damai (bukan juru selamat) yang bisa membuka mata dan hati pihak-pihak yang bertikai untuk menyadari kekeliruannya secara alamiah dengan segenap kesadarannya yang dimiliki.

Juru damai yang bisa mengolah potensi perbedaan yang dimiliki sebagai sebuah kekuatan untuk membangun, untuk mengejar ambisi sebagai negeri yang disegani, negeri yang makmur dan berkeadilan, negeri yang menghasilkan pemimpin-pemimpin berkualitas yang mampu membawa negeri yang ia pimpin pada kejayaannya.

Lalu kemudian apakah negeri ini memiliki juru damai itu?, insyaallah masih ada bahkan banyak. Pertanyaannya kemudian  apakah kita yang bertikai mau sedikit membuka mata, telinga dan hati untuk sedikit menurunkan ego, melepaskan amarah, dendam dan rasa curiga dalam rangka perdamaian itu?. Karena para juru damai tersebut hanyalah jembatan bagi pihak yang bertikai, bukan sebagai pusat kedamaian itu. Pihak yang bertikailah yang seharusnya membawa sejumput kedamaian itu melalui “jembatan” yang telah bersedia menyodorkan diri untuk dua pihak yang bertikai.

Damainya Indonesia tentu menjadi keinginan kita semua, yang masih memiliki hati dan rasa dan impian akan masa depan bangsa yang lebih baik. Senyumku dan senyummu dititik pertemuan kedamaian tentu akan pula dirasakan oleh juru damai yang telah rela menjadikan dirinya sebagai jembatan dari sebuah perselisihan dan pertikaian yang ada.

” Adakah diriku dan dirimu dan diri anak negeri yang menghuni bangsa ini masih memiliki sejumput keinginan akan perdamaian?, jika ya jawabannya maka mari kita sambut juru damai yang hadir ditengah pertikaian kita dengan penuh senyum tanpa harus merasa direndahkan atau dilecehkan, karena kita hidup dibumi yang sama, matahari dan rembulan yang sama pula.”

sumber gambar

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun