Aku selalu berpikir, mencuri itu dosa. Tapi bagaimana jika yang kucuri adalah waktu untuk berbuat baik?
***
Setiap Ramadan, aku dan Nenek punya ritual rahasia. Sebelum subuh, kami berjalan ke masjid dengan membawa kardus-kardus kecil berisi nasi bungkus. "Sedekah sembunyi-sembunyi itu yang paling ikhlas," bisik Nenek sambil menunjuk ke sebuah rumah tua di ujung jalan.
Tapi tahun ini berbeda.
Nenek sudah tidak ada.
Aku, Fikri, siswa kelas 11 yang biasa-biasa saja, tiba-tiba merasa dunia begitu sunyi tanpa suaranya. Aku ingin meneruskan tradisi kami, tapi ada masalah besar: uang jajanku tidak cukup untuk membeli 30 bungkus nasi setiap hari.
Di hari ke-10 Ramadan, saat membersihkan lemari Nenek, aku menemukan sebuah buku catatan kecil. Terdapat tulisan:
"Jika kau membaca ini, berarti aku sudah pergi. Jangan sedih. Di balik kaleng biskuit favoritmu, ada sesuatu untuk melanjutkan amalan kita."
Aku membongkar kaleng itu---dan menemukan setumpuk uang. Cukup untuk sedekah sebulan penuh. Tapi ada satu syarat:Â "Jangan beri tahu siapa pun, termasuk Ayahmu."
Aku mulai membeli nasi bungkus dari warung Bu Siti dan menaruhnya di depan pintu rumah-rumah warga yang membutuhkan, persis seperti dulu. Namun, di hari ke-20, sesuatu yang aneh terjadi.