Rezeki tak akan kemana, kata orang bijak. Sesuatu kalau bukan rezeki kita, biar kita kejar sampai ngos-ngosan, tetap tidak akan menjadi milik kita. Â Sebaliknya, sesuatu yang tidak kita harapkan, mungkin tiba-tiba akan datang sendiri tanpa harus kita cari dengan susah payah. Itulah rezeki.
Suatu sore datanglah kurir ke rumah, mengantarkan sebuah paket buat saya. Dilihat dari bentuknya, itu paket buku. Saya lihat pengirimnya memang seorang kenalan saya, seorang penulis.
Saya ingat beberapa waktu sebelumnya, si penulis ini chat saya mengatakan bahwa ia akan mengirimkan buku. Saya bilang berapa harganya? Dia jawab free. Alasannya saya sudah banyak membantu. Padahal saya hanya pernah beli bukunya saja.
Salah satu buku yang ditawarkannya untuk dikirim adalah buku karya anaknya, seorang gadis kecil kelas 6 SD. Bakat papanya rupanya turun ke anak sulungnya ini, pintar nulis juga.
"Masak saya dikirimi buku Hawa gratisan, ya saya belilah," ucap saya waktu itu. Hawa nama anak teman saya itu.
Dia memaksa mengirimkan dan lalu ternyata memang ia benar-benar mengirimkan buku. Selain buku karya Hawa, anaknya, ia juga mengirim tiga buku lainnya berupa pictbook.
Saya pun menyisihkan 3 pictbook untuk anak teman saya, sementara buku karya Hawa akan saya simpan untuk saya baca sendiri. Di sini rezeki yang saya terima mengalir menjadi rezeki untuk anaknya teman, yang besok akan mendapatkan 3 buku gratis.
Saya lalu  membaca satu bab pertama dari buku  Hawa dan tak kuasa menahan air mata. Maklum, buku Hawa ini mengisahkan suara hatinya saat mamanya harus terbaring lemah karena sakit.
Hati saya tergugah dengan kisah yang dituturkan Hawa dalam bukunya. Saya jadi tergerak ingin memberi sesuatu buat Hawa atau papanya. Saya berpikir apakah saya hanya akan mengirimi uang atau membeli buku karya Hawa dan papanya lebih banyak lagi.Â