"Banyak konsekuensi yang harus kamu hadapi. Apakah kamu sudah sanggup menghadapi itu semua?"
Pertanyaan ini mengeksplor. Membantu si pencerita memetakan masalahnya dan mencari solusi.
Respons kita tetap berfokus pada si pencerita. Dan bukan mengambil pembanding.
Misalnya: "Ada temanku kayak dikau, akhirnya ditinggalkan sama anak dan suami. Sekarang dia hidup sebatang kara dan menderita penyakit gatal-gatal seluruh tubuh."
Ini sekilas seperti menahbiskan ancaman bahwa pelaku selingkuh akan terkutuk.
Padahal selalu ada kisah di balik perselingkuhan yang mungkin tiap pelakunya memiliki alasan yang tidak sama. Ada alasan bodoh yang memang karena nafsu semata, ada pula alasan sudah tidak diberi nafkah batin selama bertahun-tahun, pasangan menghilang, atau alasan-alasan lain.
Alasan apapun tidak membenarkan perselingkuhan, namun solusi tetap harus dibedakan per kasus.
Nah ini malah ujung-ujungnya kok ngebahas perselingkuhan, hehe. Sebenarnya ini hanya contoh saja merespons tanpa menghakimi.
Semoga intinya sudah dipahami, ya, wahai pembaca? Orang akan merasa nyaman bercerita dengan kita jika kita merespons dengan tenang. Tidak menghakimi, tidak menggurui, tidak mencela, tidak adu nasib. Fokus pada solusi terbaik jika dibutuhkan. Yang lebih penting adalah sediakan telinga, berikan perhatian. Jadilah mindful listener yang baik.
Salam mindfulness.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI