Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Fenomena Serbuan Toko Ritel Asing di Indonesia, Brand Lokal Apa Kabar?

21 Februari 2024   14:56 Diperbarui: 23 Februari 2024   03:23 1197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Toko ritel asing yang marak digandurungi anak muda (Sumber Ilustrasi: Twitter @MinisoIndonesia)

Miniso menjual berbagai pernak-pernik yang didominasi warna pink. Mulai dari kosmetik, asesoris, snack, boneka, semua ada. Demikian juga KKV menjual aneka barang lucu mulai alat tulis hingga boneka, bahkan ada aneka mie instan, ramen, udon berbagai merek yang tidak pernah saya lihat di toko biasa. 

Miniso dan KKV ini mirip Mr. DIY yang sekarang pun menjamur bahkan di Kabupaten paling sepi di Sulawesi Selatan. Tipe toko ritel dengan konsep one stop shopping (satu kali singgah sudah dapat aneka barang) seperti ini sangat digemari kawula muda a.k.a generasi Z a.k.a Genzy.

Kalau konsep Mr. DIY lebih mirip swalayan yang tenang minim huru-hara, hahaha. Saya lebih cocok dengan Mr. DIY apalagi tagline yang diusung adalah Always Low Prices. Paham kan, barang murah dan bagus adalah impian para emak. 

Barang yang dijual di Mr. DIY banyak, macam-macam, termasuk perlengkapan rumah tangga. Kalau faktor unyu-nya jelas kalah dengan Miniso dan KKV.

Gerai KKV di Trans Studio Mal Makassar (dokumen pribadi)
Gerai KKV di Trans Studio Mal Makassar (dokumen pribadi)

Menyikapi preferensi Genzy

Produk-produk toko ritel tersebut telah menjadi magnet yang menarik perhatian para remaja dan mengisap banyak-banyak isi dompet dan ATM.

Saya sendiri kurang merasa tertarik ikut window shopping di Miniso maupun KKV bersama anak-anak.  Saya waktu itu memilih duduk bersimpuh di luar toko. Banyak juga para orang tua yang memilih untuk nongkrong di luar menunggui anaknya seperti yang saya lakukan.

Mungkin usia telah mengubah preferensi dan prioritas. Kita tidak lagi membeli barang karena sebuah barang itu lucuk (ini bukan typo tapi sengaja, karena anak-anak suka sekali menyebut barang bagus dengan sebutan lucu. Lebih unyu lagi kalau pelafalannya ditambah huruf K, jadi lucuk. Hahaha, perlu banget dibahas) tapi lebih kepada fungsional barang tersebut. 

Lagipula membeli barang tanpa adanya kebutuhan, jelas akan buang2 uang dan mengurangi dana yg seharusnya dapat digunakan untuk hal yang lebih penting.

Tapi tentu beda dengan para abg genzy ini. Mereka adalah anak-anak yang digerakkan zaman untuk selalu mengikuti hal- hal yang viral dan cenderung FOMO alias Fear Of Missing Object. Takut ketinggalan zaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun