Mohon tunggu...
Indah Novita Dewi
Indah Novita Dewi Mohon Tunggu... Penulis - Hobi menulis dan membaca.

PNS dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Suka Duka Penulis Zaman Dahulu

5 November 2022   11:23 Diperbarui: 6 November 2022   16:20 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya juga belajar otodidak saja melalui cerpen di majalah itu, bagaimana cara menuliskan percakapan langsung, naro tanda petiknya bagaimana, dan lain sebagainya.

Pada masa itu, ngirim naskah masih dalam kondisi diketik manual. Mesin ketiknya gimana? Ya, ada. Kami punya dua mesin ketik malah. Kalau nggak salah, satunya memang punya papa saya, atau punya kakak, ya, saya lupa. Satunya punya tante yang semasa kuliah tinggal di rumah eyang di Malang. Kayaknya si tante ngetik skripsinya pakai mesin ketik itu.

Jadi kertas dan kertas karbonnya juga tersedia di rumah. Ehm, generasi sekarang paham kertas karbon, nggak, ya? Jadi biasanya saya ngetik naskah rangkap dua, sehingga ngetiknya pakai dua kertas HVS Folio, dilapisi kertas karbon yang warnanya hitam, agar ketikan di kertas pertama juga tercetak di kertas kedua. Nanti satu rangkap saya kirim ke majalah dan satu lagi saya simpan untuk arsip.

Kalau kertas dan segala macam perlengkapan habis, ya saya tinggal beli saja. Apalagi saat cerpen saya sudah mulai dimuat, saya beli semua keperluan menulis itu pakai uang sendiri. Kalau lagi nggak punya uang ya, pakai uang jajan yang disisihkan lah. Saya pas remaja mending beli kertas dan amplop besar serta perangko, daripada beli pernak-pernik asesoris cewek.

Kalau sudah kelar satu naskah cerpen, ya kira-kira 8 -- 10 halaman kertas folio spasi 2, saya masukkan naskah itu di amplop besar, pasang perangko, lalu pergi ke kantor pos untuk ngeposin naskah ke alamat redaksi majalah Anita.

Bagaimana kita tahu cerpen kita dimuat dan bagaimana dengan honornya?

Pada masa itu, redaksi majalah mengirimkan bukti terbit kalau majalah kita dimuat. Eh, saya lupa-lupa ingat kalau Anita, nih. Karena kadang saya juga beli sendiri. Bahkan pernah saya nemu cerpen saya secara nggak sengaja waktu lihat-lihat majalah di lapak koran.

Yang jelas soal honor, Anita selalu tepat. Asal kita menuliskan alamat kita dengan jelas, ya, saat mengirim naskah. Honornya dikirim lewat weselpos. Duh, bagaimana menerangkan tentang weselpos ke anak generasi sekarang, ya? 

Weselpos itu semacam lembaran  pemberitahuan bahwa kita mendapatkan sejumlah uang. Nanti wesel yang kita terima itu, kita bawa ke kantor pos untuk mengambil sejumlah uang yang nominalnya tertera di si wesel itu.

Ada bukti yang bisa disobek dari si wesel, dan kebetulan ada sobekan wesel yang masih saya simpan di diary.

Sobekan wesel honor cerpen Anita (dokpri)
Sobekan wesel honor cerpen Anita (dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun