Mohon tunggu...
Indah Lutfiana
Indah Lutfiana Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - manusia yang terus berproses

Mahasiswa Psikologi, Santri Krapyak, ISTJ.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"Kasus Korupsi Pejabat Negara, Intelek atau Kehendak yang Menjadi Setirnya?" Ditinjau Berdasarkan Konsep Filsafat Schopenhauer

9 Agustus 2022   09:41 Diperbarui: 10 Agustus 2022   07:03 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kasus Korupsi (sumber: investmentnews.com)

Dan cara terakhir untuk mengendalikan kehendak adalah dengan Agama, meskipun pada awalnya Schopenhauer menentang dogma-dogma agama, yang digambarkan sebagai hal metafisika dari orang-orang yang bergerombol (the methaphysics of the masses), namun pada akhirnya, ia menemukan banyak makna filsafat di dalamnya, contohnya dalam Kristianitas dan Budhisme. Namun, baginya kebijaksanaan yang sejati ada pada Nirwana (Abidin, 2017).

Jika dilihat dari sudut pandang 'Kehendak Buta' dari Schopenhauer yang sudah dijelaskan diatas, bisa diambil kesimpulan bahwa salah satu penyebab dari maraknya kasus kejahatan yang melibatkan pejabat di Indonesia, kasus korupsi yang kita jadikan contoh, adalah karena orang-orang tersebut selalu berusaha untuk menuruti 'Kehendak Buta' yang mereka miliki, meskipun mereka tahu bahwa tindakan korupsi, ataupun kejahatan yang lain, adalah hanyalah keinginan yang sia-sia, tidak logis, dan terkadang sangat tidak manusiawi, yang dimana akan sangat merugikan banyak orang, dan juga terkadang mengancam diri mereka sendiri (Adisastra et al., 2021). 

Pada tahun 2021 saja, sudah terjadi sebanyak 553 kasus korupsi, dengan tersangkanya 1.173 orang, ditambah kerugian yang ditanggung negara dengan jumlah Rp. 29,438 triliun (Aryodamar, 2022). 

Mereka yang kebanyakan adalah orang-orang berpendidikan tinggi, merasa aman-aman saja, karena berfikir bahwa masyarakat biasa tidak akan tahu tentang perbuatan yang mereka lakukan, meskipun sudah berusaha menutupi dengan berbagai alasan, tetap saja pada akhirnya mereka adalah budak dari kehendaknya sendiri. Mereka mungkin lupa bahwa Tuhan Yang Maha Esa bisa dengan jelas melihat perbuatan yang mereka lakukan. 

Inilah mengapa, Schopenhauer menjadikan Agama sebagai salah satu pengendali kehendak yang paling utama. Karena seseorang yang selalu ingat pada ajaran agama yang dianutnya, tidak akan menyianyiakan hidup hanya untuk menjadi alat pemuas dari kehendak buta semata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun