Mohon tunggu...
Indah Lutfiana
Indah Lutfiana Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - manusia yang terus berproses

Mahasiswa Psikologi, Santri Krapyak, ISTJ.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

"Kasus Korupsi Pejabat Negara, Intelek atau Kehendak yang Menjadi Setirnya?" Ditinjau Berdasarkan Konsep Filsafat Schopenhauer

9 Agustus 2022   09:41 Diperbarui: 10 Agustus 2022   07:03 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kasus Korupsi (sumber: investmentnews.com)

Mungkin selama ini kita sering mendengar kalimat 'kaum intelek' atau 'kaum intelektual', lalu apakah kata 'intelek' dan 'intelektual' memiliki arti yang berbeda? 

Dilansir dari berita yang ditulis pada laman Kompasiana, kata 'intelek' digunakan untuk menyebut orang-orang yang terpelajar atau kaum cendekiawan yang memiliki kecerdasan dalam berfikir, sedangkan 'intelektual' lebih ditujukan pada sifat cerdas, yaitu berfikir menggunakan logika dengan jernih sesuai ilmu pengetahuan (Sugiantoro, 2011). 

Kaum yang berpendidikan tinggi atau disebut juga kaum intelek, memegang pengaruh yang cukup besar bagi pemerintahan Negara Indonesia. 

Seperti yang kita tahu, hampir semua jabatan petinggi di Indonesia diduduki oleh kaum intelek yang berpendidikan tinggi. 

Tidak hanya lulusan Universitas dalam negeri, banyak juga yang mengenyam pendidikan bertahun-tahun di luar negeri. Pada tahun kepemimpinan Presiden Jokowi dengan Kabinetnya, yaitu Kabinet Indonesia Maju, terdapat 18 Pejabat yang menjadi lulusan dari Universitas ternama di luar negeri (Juita Damanik, 2019).

Hal itu semakin memperkuat bukti, bahwa pemerintahan Negara Indonesia dipegang oleh orang-orang intelek atau orang yang memiliki intelektual. 

Jadi, sangat mungkin sekali jika sebelum kepemimpinan Presiden Jokowi, banyak pejabat yang juga berhasil mengenyam pendidikan tinggi hingga ke Luar Negeri. 

Jika dari dulu sudah sangat banyak orang berpendidikan tinggi yang menjadi pemimpin negara ini, mengapa kasus kejahatan malah banyak yang dilakukan oleh pejabat itu sendiri? Salah satunya kasus korupsi yang sampai sekarang masih terus terjadi. 

Bukankah mereka kaum berpendidikan? Apakah kaum berpendidikan seperti mereka tidak tau bahwa itu perbuatan buruk dan merugikan banyak orang? Kurang lebih pertanyaan seperti itulah yang muncul difikiran kita ketika membaca atau mendengar media yang terus membahas tentang terjadinya kasus korupsi, yang mana pelakunya adalah para pejabat negara ini.

Pertanyaan diatas bisa kita temukan jawabannya, salah satunya dengan menggunakan konsep 'Kehendak Buta' dari salah satu tokoh Filsafat, Arthur Schopenhauer. Dalam Buku yang ditulis Zainal Abidin yang berjudul "Filsafat Manusia: Memahami Manusia Melalui Filsafat", Schopenhauer menyampaikan bahwa 'Dibawah intelek sesungguhnya terdapat kehendak yang tidak sadar, suatu daya atau kekuatan hidup yang abadi, suatu kehendak dari keinginan yang kuat'(Abidin, 2017). 

Jadi, dalam setiap manusia, tanpa terkecuali, selalu ada kehendak yang berada di alam bawah sadarnya, atau kita juga bisa menyebutnya 'Id' jika menurut tokoh Psikologi Sigmund Freud. Kehendak ini, hidup abadi dan menjadi kekuatan dalam setiap manusia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun